"Sometimes you have to go up really high to see how small you are—Terkadang kau harus pergi begitu jauh ke atas untuk menyadari betapa kecil dirimu."~dikutip dari kata-kata Felix Baumgartner, pemegang rekor dunia untuk terjun jatuh bebas tertinggi (39.045 m) asal Austria, pada 29 Oktober 2012, 20:47 (UT+9)
Mencampurbaurkan persepsi. Menyelewengkan konsepsi. Mempertanyakan esensi. Menyelisihi konsesi.
Selasa, 30 Oktober 2012
Article#102 - Kutipan Hari Ini
Ditempatkan dalam koridor
Kutip
Senin, 29 Oktober 2012
Article#101 - Idola, Dari Panutan Hingga Fanatisme
Siapa dari kalian yang punya idola?
Yah, pertanyaan saya nampaknya agak retoris. Mungkin bisa dibilang semua orang di dunia ini punya idolanya masing-masing, siapapun mereka. Ada yang menjadikan orangtuanya sebagai idola, ada yang menjadikan seorang tokoh tertentu, baik tokoh sosial, agama, olahraga atau dunia hiburan sebagai idola, ada yang menjadikan sebuah komunitas sebagai idola, bermacam-macam lah. Kata 'idola' telah menempati posisi yang nyaman didengar dan wajar digunakan dalam kehidupan bermasyarakat (khususnya di Indonesia) saat ini.
Tetapi, apakah kalian tahu apa arti dari kata 'idola' itu sendiri?
Kata 'idola', atau 'idol', secara linguistik berasal dari kata Yunani είδωλο ('eído̱lo'), " yang berarti 'gambar' atau 'bentuk', lalu diserap menjadi kosakata Latin Baru idolum, lalu menjadi kosakata Anglo French idle, sebelum akhirnya diserap ke bahasa Inggris menjadi kata yang resmi dikenal sejak abad ke-13 Masehi, 'idol' atau 'idola'. Kamus Merriam-Webster mendefiniskan kata 'idola', atau 'idol', dalam berbagai makna berikut:
Nampak citra istilah 'idola' yang cukup miring disini. Dan seiring berlalunya waktu, kata ini mengalami ameliorasi (penghalusan makna). Meskipun makna substantifnya sebenarnya tak berubah, tetapi masyarakat sosial melunak terhadap penggunaan kata ini, dan saat ini kebanyakan orang memaknai kata idola sebagai 'tokoh yang dikagumi', 'panutan' atau 'pujaan'. Padahal dahulu, orang Inggris sana menggunakan kata 'idol' untuk merujuk pada patung.
Saya tidak akan bahas mengenai konspirasi paganisme disini. Tetapi, nyatanya, banyak sekali orang di dunia ini (termasuk Indonesia) yang memuja-memuji tokoh idolanya sedemikian rupa, sudah mirip dengan tradisi pagan dimana orang-orang memuja smbol-simbol dan 'idol' yang mereka yakini dapat memberi kebaikan kepada diri mereka. Persis seperti definisi nomor 4 di atas.
Kalau kata orang banyak jalan menuju Roma, karena saya bukan pengurus biro perjalanan ataupun duta negara, saya akan cukup bilang saja, banyak jalan menuju idola. Yang paling umum, dari kemampuannya di suatu/berbagai bidang tertentu, yang biasanya ditandai dengan kata-kata 'keren', 'menakjubkan' atau sejenisnya. Jalan lain menuju idola, bisa melalui kepribadian yang spesial, meskipun umumnya lebih sulit bagi golongan ini untuk menggapai status 'idola', itupun jika mereka memang mengincarnya. Dan yang paling mudah, dan sekaligus pula paling mudah membuat orang geleng-geleng rambut, jalan menuju idola dengan hanya mengandalkan atribut dirinya. Entah atribut dari penampilan, atribut dari darah, dan lainnya.
Ketika seseorang dikategorikan sebagai idola, banyak orang berbondong-bondong ikut mengidolakannya, terkadang dengan alasan yang benar-benar sepele atau bahkan tanpa alasan sama sekali. Ada yang rela menyaksikan pertandingan sepakbola berjam-jam dan belajar memahami dunia sepakbola dengan diawali dari kekaguman akan salah satu pemainnya (yang biasanya dibarengi mengidolakan klub bernaungnya si pemain, atau lainnya). Ada yang rela mempelajari dunia musik lebih jauh dari hasil kekagumannya terhadap seorang pemusik atau penyanyi, dan banyak lagi. Sampai saat ini, meskipun terkadang terasa sedikit mengganggu (khususnya jika dia mengelu-elukan tokoh tersebut di hadapanmu), selama semua itu mengarah ke tindakan yang positif, saya rasa masih tidak masalah.
Masalah bermula ketika pengidolaan sudah mengarah ke fanatisme. Untuk konteks pengidolaan, titik fanatisme dimulai ketika seseorang mengidolakan sesuatu sedemikan rupa, hingga muncul pembenaran dalam penyikapan atas sang tokoh idola. Tak jarang, gaya hidup sang idola yang biasanya muda, kaya dan cantik atau tampan serta terkenal ini menjadi idaman bagi para penggilanya. Para pemuja idola sering membayangkan dirinya sebagai sang tokoh dan berlaku meniru sosok idolanya. Penampilan dan gaya hidup mulai dari model rambut, cara berdandan dan bahkan perilakunya dijiplak dan diikuti. Ketika sang idola melakukan kesalahan fatal dalam bersikap, seribu alasan dan pembenaran justru bukan datang dari mulut idola, tetapi dari para pendukung setianya, yang seolah telah dibutakan dari kenyataan. Seperti yang pernah dikatakan salah satu rekan saya, "Saya membenci fanatisme, karena ia membuat orang mengesampingkan logikanya." Saya pikir cukup mudah juga membayangkan para remaja labil yang rela mengantri dan menunggu berjam-jam hanya demi bertemu, menonton aksi sang idola, atau sekadar melihatnya dari kejauhan. Beberapa bahkan rela tak makan, rela berkelahi, rela merusak nama baiknya sendiri, rela 'menggadaikan' nyawa mereka demi sebuah label idola yang bahkan belum tentu peduli akan nasib para penggemarnya. Sekali lagi, sebagaimana pernah penulis bahas, ilusi memang paling andal dalam membuai dan membutakan manusia.
Dan yang parah, fanatisme semacam ini tak hanya ditujukan kepada 'idola' berupa orang. Karena aslinya kata 'idola' atau 'idol' sendiri memang ditujukan untuk sesembahan, terutama patung, maka benda yang dijadikan 'sesembahan' oleh manusia masa kini sendiri banyak pula yang berupa benda tak hidup, meskipun memang secara konotatif. Jutaan orang sekarang 'menghamba' kepada uang, yaitu mereka yang menghabiskan segala usaha mereka, dan menghalalkan segala cara demi uang, yang tak lama kemudian menguap juga dari tangan mereka, pergi ke kantong para pedagang dan pengusaha. Banyak juga yang lain 'mengabdikan diri' pada kekuasaan, dan berbagai gemerlap harta dunia lainnya. Sekali lagi, ilusi paling andal dalam mempengaruhi manusia sehingga ia mementingkan suatu hal yang (sebenarnya) tak penting baginya.
Dan, setelah segala macam ocehan tentang idola, mungkin pada akhirnya saya harus menjawab pertanyaan 'sakral': 'Siapa idola saya?'. Tetapi, mungkin juga tidak. Sejak dulu saya tidak suka dilekatkan dengan sebuah identitas khusus, dan mengidolakan satu figur tertentu tentu memberi saya identitas khusus itu secara otomatis. Saya tak pernah peduli akan identitas khusus, apapun itu, jika ia melekat begitu saja dan tak bisa saya otak-atik sesuai degan porsi yang tepat. Boleh saja kalau anda menyebutnya 'sok ekslusif', saya sendiri kadang merasa begitu. Tetapi tidak juga, lagipula, apa pentingnya sebuah identitas khusus jika ia melekat begitu saja tanpa usahamu untuk meraihnya, atau usahamu untuk membuatnya wajar? Apa gunanya kau mengaku-ngaku mengidolakan seorang tokoh yang terkenal bijak, jika sifatmu sama saja? Kembali ke topik, dengan sikap saya yang netral (kadang mungkin terlalu dipaksakan netral), kecuali untuk fenomena sosial semacam ini, meskipun saya bisa menonton dan mengevaluasi kelebihan dan kekurangan dari suatu figur tanpa emosi berarti, saya cukup kelabakan ketika menjelaskannya ke orang lain, jika ada yang mau repot-repot bertanya.
Tetapi, jika pada akhirnya saya ditanyai mengenai idola ideal, inilah jawaban saya. Bagi saya kriteria seorang idola yang ideal tidak banyak, cukup tiga saja (banyak?). Ia haruslah sesosok figur yang tak membuat saya malu membicarakannya, atau bahkan membuat bangga, karena kontribusinya dalam kebaikan bersama dan kepribadiannya yang luar biasa. Ia juga haruslah sesosok figur yang mampu menginspirasi orang, baik lewat kata-kata maupun dengan tindakan, meskipun harus saya akui bahwa menginspirasi melalui tindakan nyata terbukti jauh lebih ampuh daripada sekadar berlalu-lalang di layar kaca, meskipun memang tak kalah mulia tujuannya. Dan yang saya rasa paling penting, ia juga haruslah sesosok figur yang membantu munculnya perkembangan positif dalam diri pengagumnya. Sebagaimana kita ketahui bersama, seseorang secara tak langsung akan menyerap nilai-nilai yang dia temui pada sosok yang ia kagumi. Tentu dengan ini, baik-buruknya nilai-nilai tersebut, secara mentah, bergantung kepada si figur idola. Kalau kata pepatah, orang yang berteman dengan penjual parfum, pasti akan terkena harumnya parfum jua. Singkatnya, saya lebih menyukai makna 'idola' ketika ia layak dikategorikan sebagai 'panutan', bukan sekadar 'cerdas' atau 'tampan'.
Bagaimana dengan anda? Ingat, tetap jaga akal sehat supaya tak dibutakan ilusi, apalagi hawa nafsu. Jangan sampai kau tak bisa mengendalikan diri sendiri karena terjajah oleh keduanya..! (:g)
Kalau kata orang banyak jalan menuju Roma, karena saya bukan pengurus biro perjalanan ataupun duta negara, saya akan cukup bilang saja, banyak jalan menuju idola. Yang paling umum, dari kemampuannya di suatu/berbagai bidang tertentu, yang biasanya ditandai dengan kata-kata 'keren', 'menakjubkan' atau sejenisnya. Jalan lain menuju idola, bisa melalui kepribadian yang spesial, meskipun umumnya lebih sulit bagi golongan ini untuk menggapai status 'idola', itupun jika mereka memang mengincarnya. Dan yang paling mudah, dan sekaligus pula paling mudah membuat orang geleng-geleng rambut, jalan menuju idola dengan hanya mengandalkan atribut dirinya. Entah atribut dari penampilan, atribut dari darah, dan lainnya.
Ketika seseorang dikategorikan sebagai idola, banyak orang berbondong-bondong ikut mengidolakannya, terkadang dengan alasan yang benar-benar sepele atau bahkan tanpa alasan sama sekali. Ada yang rela menyaksikan pertandingan sepakbola berjam-jam dan belajar memahami dunia sepakbola dengan diawali dari kekaguman akan salah satu pemainnya (yang biasanya dibarengi mengidolakan klub bernaungnya si pemain, atau lainnya). Ada yang rela mempelajari dunia musik lebih jauh dari hasil kekagumannya terhadap seorang pemusik atau penyanyi, dan banyak lagi. Sampai saat ini, meskipun terkadang terasa sedikit mengganggu (khususnya jika dia mengelu-elukan tokoh tersebut di hadapanmu), selama semua itu mengarah ke tindakan yang positif, saya rasa masih tidak masalah.
Masalah bermula ketika pengidolaan sudah mengarah ke fanatisme. Untuk konteks pengidolaan, titik fanatisme dimulai ketika seseorang mengidolakan sesuatu sedemikan rupa, hingga muncul pembenaran dalam penyikapan atas sang tokoh idola. Tak jarang, gaya hidup sang idola yang biasanya muda, kaya dan cantik atau tampan serta terkenal ini menjadi idaman bagi para penggilanya. Para pemuja idola sering membayangkan dirinya sebagai sang tokoh dan berlaku meniru sosok idolanya. Penampilan dan gaya hidup mulai dari model rambut, cara berdandan dan bahkan perilakunya dijiplak dan diikuti. Ketika sang idola melakukan kesalahan fatal dalam bersikap, seribu alasan dan pembenaran justru bukan datang dari mulut idola, tetapi dari para pendukung setianya, yang seolah telah dibutakan dari kenyataan. Seperti yang pernah dikatakan salah satu rekan saya, "Saya membenci fanatisme, karena ia membuat orang mengesampingkan logikanya." Saya pikir cukup mudah juga membayangkan para remaja labil yang rela mengantri dan menunggu berjam-jam hanya demi bertemu, menonton aksi sang idola, atau sekadar melihatnya dari kejauhan. Beberapa bahkan rela tak makan, rela berkelahi, rela merusak nama baiknya sendiri, rela 'menggadaikan' nyawa mereka demi sebuah label idola yang bahkan belum tentu peduli akan nasib para penggemarnya. Sekali lagi, sebagaimana pernah penulis bahas, ilusi memang paling andal dalam membuai dan membutakan manusia.
"That idol, which you love so much, may be not love you back," |
Dan yang parah, fanatisme semacam ini tak hanya ditujukan kepada 'idola' berupa orang. Karena aslinya kata 'idola' atau 'idol' sendiri memang ditujukan untuk sesembahan, terutama patung, maka benda yang dijadikan 'sesembahan' oleh manusia masa kini sendiri banyak pula yang berupa benda tak hidup, meskipun memang secara konotatif. Jutaan orang sekarang 'menghamba' kepada uang, yaitu mereka yang menghabiskan segala usaha mereka, dan menghalalkan segala cara demi uang, yang tak lama kemudian menguap juga dari tangan mereka, pergi ke kantong para pedagang dan pengusaha. Banyak juga yang lain 'mengabdikan diri' pada kekuasaan, dan berbagai gemerlap harta dunia lainnya. Sekali lagi, ilusi paling andal dalam mempengaruhi manusia sehingga ia mementingkan suatu hal yang (sebenarnya) tak penting baginya.
Dan, setelah segala macam ocehan tentang idola, mungkin pada akhirnya saya harus menjawab pertanyaan 'sakral': 'Siapa idola saya?'. Tetapi, mungkin juga tidak. Sejak dulu saya tidak suka dilekatkan dengan sebuah identitas khusus, dan mengidolakan satu figur tertentu tentu memberi saya identitas khusus itu secara otomatis. Saya tak pernah peduli akan identitas khusus, apapun itu, jika ia melekat begitu saja dan tak bisa saya otak-atik sesuai degan porsi yang tepat. Boleh saja kalau anda menyebutnya 'sok ekslusif', saya sendiri kadang merasa begitu. Tetapi tidak juga, lagipula, apa pentingnya sebuah identitas khusus jika ia melekat begitu saja tanpa usahamu untuk meraihnya, atau usahamu untuk membuatnya wajar? Apa gunanya kau mengaku-ngaku mengidolakan seorang tokoh yang terkenal bijak, jika sifatmu sama saja? Kembali ke topik, dengan sikap saya yang netral (kadang mungkin terlalu dipaksakan netral), kecuali untuk fenomena sosial semacam ini, meskipun saya bisa menonton dan mengevaluasi kelebihan dan kekurangan dari suatu figur tanpa emosi berarti, saya cukup kelabakan ketika menjelaskannya ke orang lain, jika ada yang mau repot-repot bertanya.
Tetapi, jika pada akhirnya saya ditanyai mengenai idola ideal, inilah jawaban saya. Bagi saya kriteria seorang idola yang ideal tidak banyak, cukup tiga saja (banyak?). Ia haruslah sesosok figur yang tak membuat saya malu membicarakannya, atau bahkan membuat bangga, karena kontribusinya dalam kebaikan bersama dan kepribadiannya yang luar biasa. Ia juga haruslah sesosok figur yang mampu menginspirasi orang, baik lewat kata-kata maupun dengan tindakan, meskipun harus saya akui bahwa menginspirasi melalui tindakan nyata terbukti jauh lebih ampuh daripada sekadar berlalu-lalang di layar kaca, meskipun memang tak kalah mulia tujuannya. Dan yang saya rasa paling penting, ia juga haruslah sesosok figur yang membantu munculnya perkembangan positif dalam diri pengagumnya. Sebagaimana kita ketahui bersama, seseorang secara tak langsung akan menyerap nilai-nilai yang dia temui pada sosok yang ia kagumi. Tentu dengan ini, baik-buruknya nilai-nilai tersebut, secara mentah, bergantung kepada si figur idola. Kalau kata pepatah, orang yang berteman dengan penjual parfum, pasti akan terkena harumnya parfum jua. Singkatnya, saya lebih menyukai makna 'idola' ketika ia layak dikategorikan sebagai 'panutan', bukan sekadar 'cerdas' atau 'tampan'.
Bagaimana dengan anda? Ingat, tetap jaga akal sehat supaya tak dibutakan ilusi, apalagi hawa nafsu. Jangan sampai kau tak bisa mengendalikan diri sendiri karena terjajah oleh keduanya..! (:g)
Ditempatkan dalam koridor
Tanggap
Minggu, 21 Oktober 2012
Article#100 - Seratus Cerita, Seribu Doa, Sejuta Makna
Jadi, akhirnya sampai disini juga.
Ketika sadar angka penanda jumlah artikel (yang memang, jarang berupa artikel sungguhan sebagaimana definisi KBBI) mencapai seratus, entah kenapa saya merasakan hal yang agak berbeda.
Biasanya setelah saya mencapai sesuatu yang (saya rasa, entah untuk kalian) hebat dalam rangka pencapaian sebuah blog, saya akan loncat-loncat dan berguling dari lantai 3 ke lantai 5. Terkadang, saya langsung meninju keras-keras jendela saya sampai berlubang. terkadang pula, saya langsung berteriak yang, sakin kencangnya, memicu protes dari makhluk halus. Terkadang.... saya langsung ngibul panjang lebar hingga mencapai satu paragraf lebih. (dilemparin batok kelapa)
Tetapi sekarang rasanya berbeda. Saya justru hanya ingin merenung, memikirkan, bagaimana kiprah selama ini telah saya lalui.
Seratus cerita, yang telah tersebar. Apakah mereka bermanfaat dan dan meresap di jiwa para pembaca? Atau sekadar numpang lewat saja?
Seribu doa, yang telah terucapkan. Apakah kesemuanya tersampaikan dengan ketulusan jiwa, atau menjadi pemanis lidah belaka?
Sejuta makna, baik yang tersirat maupun yang tersurat. Apakah makna yang tepat telah terselip dan tersampaikan? Atau justru pembaca menangkap makna yang salah?
Apakah laman ini selama ini telah menebarkan benih-benih kebaikan, atau justru merusak kebaikan yang telah menyebar di dunia maya? Entahlah.
Seratus cerita. Mungkin bukanlah sebuah pencapaian yang luar biasa, terutama bagi mereka para aktivis yang bergelimang cerita, komentar dan dukungan. Mungkin pula, dari seratus itu kebanyakan hanya remeh temeh atau basa-basi belaka. Tetapi paling tidak saya sudah bertindak. Meski pada akhirnya blog ini diliputi ketidakjelasan.
Seratus cerita, yang dengannya saya melakukan sedikit pengubahan tampilan pada laman.
Tetapi apakah yang seratus itu manfaatnya sepadan dengan semuanya selama ini?
Karenanya, dengan artikel ini saya mungkin hanya minta dukungan dan sokongan dari rekan-rekan sekalian, supaya laman ini bisa tetap bermanfaat.
Mungkin hanya satu doa, supaya kita bisa tetap menyebarkan kebaikan bagi sesama. Supaya bisa mendayagunakan diri untuk kebaikan bersama. Supaya bisa mengajak orang di sekitar untuk sukses bersama-sama.
Bisa saja, memang saya hanya seorang bocah rusak, bocah sumbang ataupun bocah gagal. Tetapi bukan berarti kata-kata saya tak layak didengar, bukan?
(:g)
Catatan: Seiring pergantian tampilan ini, laman yang dulu pernah saya buat tentang makna header blog, secara korelatif terhadap blog, dinyatakan nonaktif. Tetapi, saya rasa artikel tersebut tetap tidak kehilangan maknanya. Silakan dikunjungi saja...
Kamis, 18 Oktober 2012
Article#99 - Sekilas Mengenai Hoax 'Total Blackout'
Beberapa hari terakhir saya kadang-kadang memanfaatkan waktu untuk berdiskusi dengan berbagai orang dari penjuru Indonesia melalui forum di media sosial, khususnya tentang masalah astronomi. Dari sana pula, saya menemukan sebuah 'berita' yang pernah saya baca sebelumnya, namun saya lupakan karena jelas-jelas palsu. Namun dalam diskusi itu, rupanya banyak orang yang 'disesatkan' dengan berita ini. Berita apakah? Tetaplah setia dengannya (lah) dan lanjutkan membaca...
Masih ingat rumor kiamat 2012? Sejak kira-kira tahun 2008-2009, beberapa waktu setelah terjelaskannya enkripsi dari kalender hitung Meso-Amerika yang siklus pergantian b'aktun-nya dari b'aktun ke-12 ke b'aktun ke-13 bertepatan dengan 21 Desember 2012 (tinggal 2 bulan lagi...!), banyak orang, 'dibantu' dengan oknum yang ingin menebar ketakutan demi keuntungannya sendiri, menyebarkan isu tentang dugaan kiamat pada tahun 2012. Padahal, sebelumnya sudah ada ramalan kiamat pada berbagai waktu yang katanya 'akan terjadi bencana alam dahsyat', 'planet Nibiru yang mengacaukan kehidupan di Bumi' dan semacamnya. Nyatanya semua itu tak pernah terjadi, dan mereka yang tak pernah percaya akan ramalan kiamat sejenis itu menjadikan orang yang percaya sebagai bahan olok-olokan.
Tetapi yang satu ini cukup 'spesial'. Dengan embel-embel NASA, yang merupakan salah satu badan terdepan di dunia dalam bidang penelitian astronomi, tersebar lagi berita tentang akan terjadinya 'Total Blackout' atau 'Kegelapan Total', pada tanggal 23-25 Desember 2012. Berikut cuplikan naskah yang beredar di internet, yang menjadi sumber 'berita' yang satu ini.
Dikutip dari sumber http://urbanlegends.about.com/od/errata/ss/Nasa-Predicts-Total-Blackout-Dec-2012.htm
Text example #1:
As posted on Facebook, Aug. 4, 2012:
Bagi yang tidak begitu paham bahasa Inggris, saya siapkan terjemahan berikut,
Contoh teks #1:
Cukup menarik menyaksikan bagaimana kata-kata tersebut dirangkai dengan pedoman-pedoman, bahkan mencantumkan sebuah tautan dari NASA sendiri (yang belakangan diketahui adalah penyuluhan tentang persiapan menghadapi bencana alam, untuk versi aslinya lihat disini). Tetapi ada orang yang sejak membaca kata-kata 'kutipan' tersebut sudah yakin bahwa semua itu palsu... semua itu palsu... (ceritanya nyanyi... lah?).
Tujuan dibuatnya laman ini, tentu, adalah mengajak kalian, baik yang sudah tahu ataupun yang belum, untuk membahasnya satu perdua.
Lanjutkan baca »
Masih ingat rumor kiamat 2012? Sejak kira-kira tahun 2008-2009, beberapa waktu setelah terjelaskannya enkripsi dari kalender hitung Meso-Amerika yang siklus pergantian b'aktun-nya dari b'aktun ke-12 ke b'aktun ke-13 bertepatan dengan 21 Desember 2012 (tinggal 2 bulan lagi...!), banyak orang, 'dibantu' dengan oknum yang ingin menebar ketakutan demi keuntungannya sendiri, menyebarkan isu tentang dugaan kiamat pada tahun 2012. Padahal, sebelumnya sudah ada ramalan kiamat pada berbagai waktu yang katanya 'akan terjadi bencana alam dahsyat', 'planet Nibiru yang mengacaukan kehidupan di Bumi' dan semacamnya. Nyatanya semua itu tak pernah terjadi, dan mereka yang tak pernah percaya akan ramalan kiamat sejenis itu menjadikan orang yang percaya sebagai bahan olok-olokan.
Tetapi yang satu ini cukup 'spesial'. Dengan embel-embel NASA, yang merupakan salah satu badan terdepan di dunia dalam bidang penelitian astronomi, tersebar lagi berita tentang akan terjadinya 'Total Blackout' atau 'Kegelapan Total', pada tanggal 23-25 Desember 2012. Berikut cuplikan naskah yang beredar di internet, yang menjadi sumber 'berita' yang satu ini.
Dikutip dari sumber http://urbanlegends.about.com/od/errata/ss/Nasa-Predicts-Total-Blackout-Dec-2012.htm
Description: Viral message
Circulating since: July 2012
Status: False (see details below)
Circulating since: July 2012
Status: False (see details below)
Text example #1:
As posted on Facebook, Aug. 4, 2012:
NASA predicts total blackout on 23-25 Dec 2012 during alignment of Universe.US scientists predict Universe change, total blackout of planet for 3 days from Dec 23 2012.It is not the end of the world, it is an alignment of the Universe, where the Sun and the earth will align for the first time. The earth will shift from the current third dimension to zero dimension, then shift to the forth dimension. During this transition, the entire Universe will face a big change, and we will see a entire brand new world.The 3 days blackout is predicted to happen on Dec 23, 24, 25....during this time, staying calm is most important, hug each other, pray pray pray, sleep for 3 nights...and those who survive will face a brand new world....for those not prepared, many will die because of fear. Be happy, enjoy every moment now. Don't worry, pray to God everyday. There is a lot of talk about what will happen in 2012, but many people don't believe it, and don't want to talk about it for fear of creating fear and panic.We don't know what will happen, but it is worth listening to USA's NASA talk about preparation. Whether it's true or not, better be prepared. No panic, stay calm, just prays. Remember to smile more, love more and forgive more...every day. Better avoid traveling during December.
Bagi yang tidak begitu paham bahasa Inggris, saya siapkan terjemahan berikut,
Contoh teks #1:
Sebagaimana dipajang di Facebook, 4 Agustus 2012:
NASA memprediksi terjadi 'kegelapan total' pada 23-25 Desember 2012, selama penyelarasan alam semesta.Ilmuwan AS memprediksi berubahnya alam semesta, kegelapan total planet (Bumi-pen.) selama 3 hari sejak 23 Des 2012.Ini bukanlah akhir dunia, ini adalah penyelarasan alam semesta, dimana Matahari dan Bumi akan tepat sejajar untuk pertama kalinya. Bumi akan berpindah dari zona tiga dimensi yang selama ini dikenal, menuju dimensi nol, dan kemudian berpindah ke zona empat dimensi. Selama masa transisi ini, seluruh alam semesta akan mengalami perubahan drastis, dan kita akan mendapati dunia yang sepenuhnya baru.3 hari dengan kegelapan ini diprediksi akan terjadi pada 23, 24, 25 Desember.... selama hal ini ('kegelapan-pen.), amatlah penting untuk tetap tenang, saling berangkulan, berdoa dan terus berdoa, tidur selama 3 malam itu...dan mereka yang selamat akan mendapati dunia yang benar-benar baru....bagi yang tak bersiap, banyak dari mereka akan mati ketakutan. Berbahagialah, nikmati setiap momen saat ini. Jangan khawatir, berdoalah kepada Tuhan setiap hari. Banyak perbincangan mengenai apa yang akan terjadi pada 2012, tetapi banyak orang tak percaya, dan tak mau membicarakannya, takut menimbulkan ketakuan dan kepanikan.Kita tak tahu apa yang akan terjadi, tetapi ada baiknya menyimak komentar NASA mengenai persiapan. Apakah ia benar adanya atau tidak, lebih baik bersiap. Jangan panik, tetap tenang, teruslah berdoa. Ingatlah untuk lebih banyak tersenyum, lebih banyak mencintai dan lebih banyak memaafkan... setiap hari. Sebaiknya hindari bepergian selama Desember.
Cukup menarik menyaksikan bagaimana kata-kata tersebut dirangkai dengan pedoman-pedoman, bahkan mencantumkan sebuah tautan dari NASA sendiri (yang belakangan diketahui adalah penyuluhan tentang persiapan menghadapi bencana alam, untuk versi aslinya lihat disini). Tetapi ada orang yang sejak membaca kata-kata 'kutipan' tersebut sudah yakin bahwa semua itu palsu... semua itu palsu... (ceritanya nyanyi... lah?).
Tujuan dibuatnya laman ini, tentu, adalah mengajak kalian, baik yang sudah tahu ataupun yang belum, untuk membahasnya satu perdua.
- Yang disebut 'kegelapan total' ini, kata si sumber, diakibatkan oleh sejajarnya posisi planet-planet membentuk garis lurus, dari Merkurius sampai Neptunus. Letak kesalahannya adalah:
- Pada tanggal terkait, tidak ada konfiguasi semacam itu. Jika akan ada, seharusnya sejak sekarangpun planet-planet sudah terlihat berdekatan lokasinya, terutama planet jauh. Karena pergerakan planet relatif lambat akibat jarak yang amat jauh. Ngomong-ngomong konfigurasi sejenis ini akan terjadi pada awal September 2040, dimana planet-planet terang akan terlihat bergerombol.
- Konfigurasi semacam ini tidak mungkin menyebabkan kegelapan total di Bumi, apalagi hingga 3 hari. Untuk memungkinkan terjadinya hal semacam itu, dibutuhkan objek yang sangat besar dan sangat dekat dengan Bumi, dan selain tidak ada, keberadaan objek sebesar 'itu' seharusnya sudah mengganggu pergerakan Bumi dan planet-planet lain sejak lama. Jika tidak cukup besar dan cukup dekat, yang akan terjadi 'hanyalah' transit yang paling lama juga berlangsung dalam hitungan jam. Bahkan, Jupiter jika diletakkan di posisi Venus sekalipun, tidak akan cukup besar untuk menutupi Matahari, apalagi hingga 3 hari berturut-turut.
- Istilah yang terdengar 'wah' semacam 'penyelarasan alam semesta', 'berpindah dari dimensi tiga ke dimensi nol', dan sebagainya, hanya ungkapan di dunia fiksi ilmiah. Omong kosong belaka. Kalaupun kalian mencoba bertanya kepada si penulis tentang maksudnya, belum tentu ia bisa menjawabnya. Nyatanya, banyak konspirasi dan berita burung yang menggunakan istilah ini hanya untuk 'memperkuat kesan ilmiah', padahal nyatanya justru menampakkan dengan jelas kepalsuan berita yang ada.
- Ada kata-kata 'Matahari dan Bumi akan sejajar untuk pertama kalinya'... Kalimat ini 140% tidak tepat. Sejajar dengan apa? Di situlah masalah utamanya. Nyatanya, pada tanggal itu, Bumi, Matahari dan daerah pusat galaksi memang bisa dikatakan berada pada satu garis lurus. Tetapi, kejadian ini selalu terjadi tiap tahun, dan apakah terjadi 'pergantian dimensi' setiap tahun? Tidak ada, kan? Lengkapnya lihat gambar berikut:
Yang paling terang di tengah itu Matahari, dan daerah terang di belakangnya itu daerah pusat galaksi. Beginilah kira-kira posisi Matahari relatif terhadap Bumi tiap tanggal 23 Desember. |
Sama saja sih, tapi diperluas supaya daerah pusat galaksi lebih jelas terlihat |
Yah, intinya, jangan asal percaya. Di kitab suci kan juga sudah dikatakan, periksalah kebenaran dari berita yang kau dapat. Jangan asal telen, bahaya kan kalau tersedak...
Hati-hati dalam belajar pokoknya... Tetapi jangan pernah berhenti belajar! (:g)
Catatan: Jika Anda mau penjelasan yang lebih 'lengkap' dan 'ilmiah' secara astronomis, silakan kunjungi halaman ini: http://www.kafeastronomi.com/bumi-akan-gelap-pada-tanggal-23-25-desember-2012-hoax.html
Catatan: Jika Anda mau penjelasan yang lebih 'lengkap' dan 'ilmiah' secara astronomis, silakan kunjungi halaman ini: http://www.kafeastronomi.com/bumi-akan-gelap-pada-tanggal-23-25-desember-2012-hoax.html
Ditempatkan dalam koridor
Tanggap
Senin, 15 Oktober 2012
Article#98 - The Poem of The Broken Foo
Roses are red, violets are blue
You looked like an angel, that belongs to the zoo
Don't be mad friend, I'll be there too
Not in the cage, but laughing at you!
A bear in stage, that's what are you
Appeared in the front page, thanks to the zoo
You sat on the fence, looking for food
And then you saw me, you said "There are you!"
You looked at my face, who laughs at you
Then become so mad, and jumped off the goo
I ran so fast, gone outside the zoo
Forget about the ticket, I'd better watch cartoon
I got the channel, I throw my shoe
But then I feel damned, 'cause there are you
Ringing off the bell, and taking the glue
O' God by the rail, what will he do?
I decide to flee away, run without any clue
But you still stand then, shows no sign of move
I wonder what's up there, so then I take a look
And oh the brethren! You're stucked by the glue!
-random poem started in March 16th, 2012. Approx. 22:48 (UT+7), 6°49′32.04″S 107°37′04.54″E, altitude 1.287 ± 6 meter, finished just a few minutes ago
Lanjutkan baca »
You looked like an angel, that belongs to the zoo
Don't be mad friend, I'll be there too
Not in the cage, but laughing at you!
A bear in stage, that's what are you
Appeared in the front page, thanks to the zoo
You sat on the fence, looking for food
And then you saw me, you said "There are you!"
You looked at my face, who laughs at you
Then become so mad, and jumped off the goo
I ran so fast, gone outside the zoo
Forget about the ticket, I'd better watch cartoon
I got the channel, I throw my shoe
But then I feel damned, 'cause there are you
Ringing off the bell, and taking the glue
O' God by the rail, what will he do?
I decide to flee away, run without any clue
But you still stand then, shows no sign of move
I wonder what's up there, so then I take a look
And oh the brethren! You're stucked by the glue!
-random poem started in March 16th, 2012. Approx. 22:48 (UT+7), 6°49′32.04″S 107°37′04.54″E, altitude 1.287 ± 6 meter, finished just a few minutes ago
Article#97 - Dua Pria Botak Berebut Sisir
Sebenarnya, saya sudah ada niat untuk memasang artikel tentang hal ini sejak beberapa bulan yang lalu (iya, bulan,), tetapi karena ide ini saya taruh di kolom 'ide untuk dipakai nanti' dalam pikiran saya, akhirnya saya tak jadi-jadi membahasnya. Dan akhirnya saya kembali mendapatkan secercah ide untuk kembali membuka tabir lama yang belum tersingkap (halah) dari arsip pikiran saya mengenai topik yang satu ini, ketika saya dan beberapa rekan seperjuangan terlibat obrolan yang lumayan 'berkualitas'. Cukuplah, lanjut saja..
Kata demi kata di artikel ini dirancang di tengah ramainya berita (di Indonesia) mengenai perseteruan (lagi) antara dua instansi pemerintahan di Indonesia yang (sejatinya) memiliki visi dan misi serupa dalam menegakkan keadilan dan memberantas penjahat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Istilah orang Indonesia, cicak vs buaya jilid 2.
Agak aneh rasanya, menyaksikan bagaimana kedua institusi yang seharusnya bekerja sama memperbaiki moral bangsa ini justru sekarang saling berseteru dan saling sikut. Seperti Tom dan Butch yang seharusnya bekerjasama menangkap Jerry, namun justru bertengkar gara-gara rebutan Toodles. Si cicak jatuh di kepala si buaya, lalu si buaya menangkap ekor si cicak karena sebuah cerita masa lalu. Terlihat seperti usaha di tengah kebaikan, yang dihambat lajunya oleh pihak yang berkepentingan dengan masalah tersebut.
Tentu saja, sebagaimana umumnya masyarakat bereaksi dalam menindaklanjuti sebuah perseteruan yang 'timpang' (baik secara kekuatan maupun secara keadilan), masyarakat beramai-ramai mendukung KPK yang sedang 'diganggu' ketika menjalankan tugas mereka memberantas korupsi (mudah-mudahan memang demikian adanya). Memang terlihat, bagaimana Polri kelabakan dan mencoba menghentikan KPK yang terus membongkar korupsi yang sudah mengakar di tubuh Polri, dengan menahan salah satu penyelidik KPK. Tapi saya tak akan bahas banyak mengenai masalah itu disini.
Yap, fokus saya disini bukan mengenai pertarungan antara yang 'besar' dan yang 'kecil'. Mau cicak vs buaya, Daud vs Jalut, Jerry vs Tom, apapun lah itu namanya. Tetapi, sekali lagi bukti nyata menunjukkan bahwa akan selalu ada pihak antagonis terhadap sebuah kebaikan. Sebaik apapun dirimu bagi orang lain di sekitar, akan selalu ada yang tidak senang, sekecil apapun itu. Sepanjang manusia memiliki dan mendayagunakan hawa nafsunya, sisi antagonisme ini akan selalu ada. Karenanyalah, seorang Bill Cosby pernah mengatakan, "I don't know the key to success, but the key to failure is trying to please everybody." jangan menyibukkan diri dalam usaha menyenangkan orang lain jika itu mengubah kepribadian aslimu. (Lihat artikel 62)
Seorang pebisnis yang sukses, jujur dan dermawan, akhirnya tetap akan tidak sepenuhnya disukai oleh pesaingnya. Seorang jenderal yang tangguh mungkin akan mendapatkan beberapa rasa ketidaksukaan dari musuhnya. Dan lainnya. Terutama, bagaimana keberhasilan suatu pihak dalam memperbaiki kehidupan dirinya dan orang di sekitarnya akan dibenci oleh pihak lain yang ingin mempertahankan kondisi semula supaya ia tetap bisa menguasainya. Mirip dengan banyak hal yang terjadi di dunia nyata sekarang. Bahkan mungkin juga salah satu tangan-tangan tak terlihat dari kekuasaan itu sedang menggenggammu tanpa kau sadari, saat ini juga. (jangan mikirin hal yang mistis dulu...)
Bicara soal kekuasaan, benda yang satu ini, bersama dengan harta dan wanita (tanpa bermaksud merendahkan para 'calon' wanita mulia pembaca laman ini), memang terbukti menjadi alat-alat ampuh yang mengendalikan sebuah kebudayaan, bahkan juga mengatur laju sejarah. Unik bukan, melihat bagaimana orang berebut mendapat kursi yang diidentikkan dengan jabatan tinggi dan kemuliaan, padahal mereka sendiri tak lebih hanyalah sekerat manusia yang serupa dengan orang yang mereka pikir mereka kuasai. Nyatanya, orang-orang yang haus kekuasaan tetap berlomba-lomba melebarkan sayapnya, berusaha menangkap sebanyak mungkin harta kesenangan dunia. Mereka tak sadar, semua yang mereka dambakan, yang mereka kejar, yang membuat mereka menghalalkan segala cara demi meraihnya, hanyalah sesuatu yang nantinya pun juga akan hancur, rusak dan terlupakan seiring berlalunya sejarah, sama seperti diri mereka sendiri. Bahkan mungkin bisa dibilang, semua itu ilusi belaka. Satu demi satu harta dunia mereka caplok, bahkan saling berbut kepentingan sedemikian rupa hingga akhirnya tokoh di belakang layar yang bertindak, menghabisi semua yang menghalangi jalan. Padahal benda itu sendiri belum tentu benar-benar berguna bagi diri mereka sendiri. Persis layaknya pria botak yang berebut sisir.
Mereka berebut mendapatkan satu keping harta dunia, mendapatkannya, lalu tak puas dan menambah lagi. Bahkan ada yang katanya ingin menjadikan dunia dibawah kepemimpinan mereka. Pilihan Tuhan lah, paling cerdas lah, paling hebat lah. Padahal, apa artinya kecerdasan dan kehebatan ketika tak ada lagi jiwa di dalamnya? Apa artinya segala macam gelimang dunia ketika kau bahkan tak bisa lagi menggunakannya?
Yah, memang, banyak manusia telah dikelabui ilusi dunia. Artinya, sehebat apapun mereka merasakan akan diri mereka, sebenarnya mereka masih lemah. Cukup lemah untuk bisa ditipu oleh sebuah efek yang muncul dari kehidupan dan kebudayaan manusia sendiri. Sebuah ironi yang tragis, yang melingkupi makhluk yang dikatakan paling sempurna dan paling maju.
Lupakah mereka, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain? Bukan yang mengumpulkan harta sebanyak mungkin?
Yah, jika kalian masih rela membaca sampai sini, saya rasa kalian cukup tahu apa yang sebaiknya kalian lakukan. Bertindaklah segera, meskipun mungkin tindakan itu kecil dan remeh. Karena jika tidak memulai, maka tak akan ada yang kaudapat. (:g)
Lanjutkan baca »
Kata demi kata di artikel ini dirancang di tengah ramainya berita (di Indonesia) mengenai perseteruan (lagi) antara dua instansi pemerintahan di Indonesia yang (sejatinya) memiliki visi dan misi serupa dalam menegakkan keadilan dan memberantas penjahat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Istilah orang Indonesia, cicak vs buaya jilid 2.
Agak aneh rasanya, menyaksikan bagaimana kedua institusi yang seharusnya bekerja sama memperbaiki moral bangsa ini justru sekarang saling berseteru dan saling sikut. Seperti Tom dan Butch yang seharusnya bekerjasama menangkap Jerry, namun justru bertengkar gara-gara rebutan Toodles. Si cicak jatuh di kepala si buaya, lalu si buaya menangkap ekor si cicak karena sebuah cerita masa lalu. Terlihat seperti usaha di tengah kebaikan, yang dihambat lajunya oleh pihak yang berkepentingan dengan masalah tersebut.
Tentu saja, sebagaimana umumnya masyarakat bereaksi dalam menindaklanjuti sebuah perseteruan yang 'timpang' (baik secara kekuatan maupun secara keadilan), masyarakat beramai-ramai mendukung KPK yang sedang 'diganggu' ketika menjalankan tugas mereka memberantas korupsi (mudah-mudahan memang demikian adanya). Memang terlihat, bagaimana Polri kelabakan dan mencoba menghentikan KPK yang terus membongkar korupsi yang sudah mengakar di tubuh Polri, dengan menahan salah satu penyelidik KPK. Tapi saya tak akan bahas banyak mengenai masalah itu disini.
Yap, fokus saya disini bukan mengenai pertarungan antara yang 'besar' dan yang 'kecil'. Mau cicak vs buaya, Daud vs Jalut, Jerry vs Tom, apapun lah itu namanya. Tetapi, sekali lagi bukti nyata menunjukkan bahwa akan selalu ada pihak antagonis terhadap sebuah kebaikan. Sebaik apapun dirimu bagi orang lain di sekitar, akan selalu ada yang tidak senang, sekecil apapun itu. Sepanjang manusia memiliki dan mendayagunakan hawa nafsunya, sisi antagonisme ini akan selalu ada. Karenanyalah, seorang Bill Cosby pernah mengatakan, "I don't know the key to success, but the key to failure is trying to please everybody." jangan menyibukkan diri dalam usaha menyenangkan orang lain jika itu mengubah kepribadian aslimu. (Lihat artikel 62)
Seorang pebisnis yang sukses, jujur dan dermawan, akhirnya tetap akan tidak sepenuhnya disukai oleh pesaingnya. Seorang jenderal yang tangguh mungkin akan mendapatkan beberapa rasa ketidaksukaan dari musuhnya. Dan lainnya. Terutama, bagaimana keberhasilan suatu pihak dalam memperbaiki kehidupan dirinya dan orang di sekitarnya akan dibenci oleh pihak lain yang ingin mempertahankan kondisi semula supaya ia tetap bisa menguasainya. Mirip dengan banyak hal yang terjadi di dunia nyata sekarang. Bahkan mungkin juga salah satu tangan-tangan tak terlihat dari kekuasaan itu sedang menggenggammu tanpa kau sadari, saat ini juga. (jangan mikirin hal yang mistis dulu...)
Bicara soal kekuasaan, benda yang satu ini, bersama dengan harta dan wanita (tanpa bermaksud merendahkan para 'calon' wanita mulia pembaca laman ini), memang terbukti menjadi alat-alat ampuh yang mengendalikan sebuah kebudayaan, bahkan juga mengatur laju sejarah. Unik bukan, melihat bagaimana orang berebut mendapat kursi yang diidentikkan dengan jabatan tinggi dan kemuliaan, padahal mereka sendiri tak lebih hanyalah sekerat manusia yang serupa dengan orang yang mereka pikir mereka kuasai. Nyatanya, orang-orang yang haus kekuasaan tetap berlomba-lomba melebarkan sayapnya, berusaha menangkap sebanyak mungkin harta kesenangan dunia. Mereka tak sadar, semua yang mereka dambakan, yang mereka kejar, yang membuat mereka menghalalkan segala cara demi meraihnya, hanyalah sesuatu yang nantinya pun juga akan hancur, rusak dan terlupakan seiring berlalunya sejarah, sama seperti diri mereka sendiri. Bahkan mungkin bisa dibilang, semua itu ilusi belaka. Satu demi satu harta dunia mereka caplok, bahkan saling berbut kepentingan sedemikian rupa hingga akhirnya tokoh di belakang layar yang bertindak, menghabisi semua yang menghalangi jalan. Padahal benda itu sendiri belum tentu benar-benar berguna bagi diri mereka sendiri. Persis layaknya pria botak yang berebut sisir.
Mereka berebut mendapatkan satu keping harta dunia, mendapatkannya, lalu tak puas dan menambah lagi. Bahkan ada yang katanya ingin menjadikan dunia dibawah kepemimpinan mereka. Pilihan Tuhan lah, paling cerdas lah, paling hebat lah. Padahal, apa artinya kecerdasan dan kehebatan ketika tak ada lagi jiwa di dalamnya? Apa artinya segala macam gelimang dunia ketika kau bahkan tak bisa lagi menggunakannya?
Yah, memang, banyak manusia telah dikelabui ilusi dunia. Artinya, sehebat apapun mereka merasakan akan diri mereka, sebenarnya mereka masih lemah. Cukup lemah untuk bisa ditipu oleh sebuah efek yang muncul dari kehidupan dan kebudayaan manusia sendiri. Sebuah ironi yang tragis, yang melingkupi makhluk yang dikatakan paling sempurna dan paling maju.
Lupakah mereka, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain? Bukan yang mengumpulkan harta sebanyak mungkin?
Yah, jika kalian masih rela membaca sampai sini, saya rasa kalian cukup tahu apa yang sebaiknya kalian lakukan. Bertindaklah segera, meskipun mungkin tindakan itu kecil dan remeh. Karena jika tidak memulai, maka tak akan ada yang kaudapat. (:g)
Ditempatkan dalam koridor
Cerocos
Rabu, 10 Oktober 2012
Article#96 - Kutipan Hari Ini
"Apapun yang kaulakukan dan kau perjuangkan, jika itu benar dan pantas untuk dilakukan, tetap lakukanlah dan perjuangkanlah, meskipun musuhmu adalah dunia dan seisinya."~dikutip dari Sam Wan, yang mengompilasinya dari berbagai kisah dunia, pada Rabu, 10 Oktober 2012, 23:48 (UT+9)
Ditempatkan dalam koridor
Kutip
Selasa, 09 Oktober 2012
Article#95 - 10000 pengunjung...!
Perlu sedikit waktu bagi saya untuk membiasakan diri dengan angka statistik blog, yang kini telah memasuki ranah 5 digit. Sejak Senin kemarin, blog yang aneh ini resmi memasuki dunia 5 digit setelah mencatat angka statistik 10.000 kunjungan, yang sering disebut oleh ahli blogikologi sebagai 'masa peralihan' dan 'pembuktian identitas diri' sebuah blog kepada dunia maya, beserta seluruh penjelajah dari sekujur dunia yang membacanya. (Oke, ngibul). Tetapi memang mirip siklus kehidupan, bagaimana si blog menampilkan wujud dirinya sebagai sebuah situs yang bisa memberdayakan diri dengan memberi sumbangsih tanpa perlu banyak diurusi. Mungkin hal ini juga akan menandai mulai munculnya blog ini di tengah khalayak ramai dunia maya, meskipun sejauh ini kebanyakan pengunjung nyasar ke artikel pesawat terbang, yang tetap tak terkalahkan pesonanya (eh).
Sedikit kilas balik perjalanan:
Lanjutkan baca »
Sedikit kilas balik perjalanan:
- Peluncuran perdana, 23 Agustus 2011. Disini bener-bener dimulai dari nol.. (padahal bukan anteknya orang pom bensin lho gan, serius)
- Tercapai 1000 angka kunjungan setelah 54 hari, 16 Oktober 2011.
- Tercapai 2000 angka kunjungan setelah 90 hari, 14 Januari 2012.
- Tercapai 3000 angka kunjungan setelah 73 hari, 27 Maret 2012.
- Tercapai 4000 angka kunjungan setelah 57 hari, 24 Mei 2012.
- Tercapai 5000 angka kunjungan setelah 33 hari, 26 Juni 2012.
- Tercapai 6000 angka kunjungan setelah 32,5 hari, 29 Juli 2012.
- Tercapai 7000 angka kunjungan setelah 25 hari, 23 Agustus 2012.
- Tercapai 8000 angka kunjungan setelah 18,6 hari, 10 September 2012.
- Tercapai 9000 angka kunjungan setelah hampir 14 hari, 24 September 2012.
- Tercapai 10000 angka kunjungan setelah 13,7 hari, 8 Oktober 2012, 11:57 (UT+9)
Seiring tercapainya batu pijakan baru, saya minta doanya supaya blog yang tidak jelas ini, sebagaimana pernah disebut ketika merayakan hari jadi pertama blog ini, supaya blog yang aneh dan tidak jelas ini bisa terus menyalurkan karya penulisnya, entah aneh atau tidak jelas, entah mendidik atau menyesatkan, entah menyampah atau justru terlalu lambat apdetannya. Dan semoga artikel (terlepas dari secara definisi bahasa apakah layak disebut artikel atau tidak), yang saya keluarkan disini dapat menjadi pencerahan sekaligus cerminan bagi diri kita semua.
Nantikan artikel berikutnya, nanti, tentu saja.. (:g)
Ditempatkan dalam koridor
Jejak
Article#94 - Antara Cerita, Cipta dan Cita (Bagian 2): Menapaki Langkah Hidup Selanjutnya
Meskipun di bagian pertama sekuel ini (halah) dikatakan mengenai pesanan tentang rekan se-IC saya yang ingin membantu adek kelas dengan kisah menuju perkuliahan, sebenarnya pusat cerita tersebut ada di sini. Karenanya, jangan heran jika postingan ini amat, sangat panjang. Salah satu yang terpanjang yang pernah saya buat setelah artikel tentang orang Savant.
Catatan sebelum mulai: Ini bagian kedua, bertema cita. Jika kau belum membaca bagian pertama, tak ada salahnya untuk mampir.
Blah. Hentikan dan lanjut.
Sebenarnya ada beberapa tes menuju universitas yang sempat diikuti oleh saya dan rekan seperjuangan saya, tetapi disini saya hanya akan menuliskan tiga, karena memang hanya itu yang saya ikuti.
Pertama, tes menuju Nanyang Technological University, Singapura.
Disusun berdasarkan kronologis waktu, ini memang tes masuk universitas pertama yang saya ikuti, bertanggal 11-12 Februari 2012. Mengikuti jejak beberapa senior yang telah lebih dahulu mengecap bangku ruang kuliah NTU (sekali lagi, tidak secara harfiah), sebanyak 28 orang (kalau info saya benar) rekan seperjuangan saya mendaftarkan diri masing-masing (dan kadang juga mendaftar barengan dengan meminjam lab komputer sekolah, yang sebenarnya tak boleh dipakai karena sedang UAS) untuk mengikuti tes masuk NTU. Setelah kemudian dari seleksi berkas terpilih 19 orang untuk mengikuti tes masuk NTU, dengan berbagai macam kombinasi pelajaran yang diujikan dalam tes (yang tergantung pada program studi yang diambil tiap siswa), diadakan sebuah pelatihan intensif khusus matematika untuk menambahkan pijakan kami semua dalam bersiap menghadapi tes (dan terutama karena ada kesenjangan antara materi sekolah dengan materi A-Level yang dikeluarkan dalam soal tes).
Pada akhirnya, dengan amunisi sebanyak itu, hanya 1 orang yang tepat mencapai sasaran. Bahkan pada akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan universitas ini. Yah, pada akhirnya memang ia belum tentu pilihan yang terbaik untukmu, jadi nikmati saja hidup yang indah ini....
Kedua, jalur resmi menuju perguruan tinggi dalam negeri (PTN), baik jalur undangan (atau dulu dikenal sebagai PMDK) dan jalur tertulis. Keduanya kini disatukan dalam sebuah kesatuan bernama Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi negeri, dengan singkatannya yang panjang nan menyebalkan, SNMPTN. Saya pernah menyinggung sedikit tentang ini di artikel sebelumnya, jikalau kalian ingat. Yah, sebagai anak negeri Indonesia yang baik budiman dan patuh pada orangtua, saya juga mengikuti seleksi ini untuk mendapatkan jatah bangku kuliah di perguruan tinggi negeri. Yah, jiwa idealis saya terkadang memberontak mendengar kisikan batin tersebut (halah), tetapi yaa, apa lagi alasan mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi?
Seperti dibahas di bagian sebelumnya, saya mendapati diri dalam kebingungan akan jurusan yang tak jua terpikirkan. Akhirnya saya putuskan untuk mengambil jalan yang berbeda dalam memutuskan hal ini: seleksi jurusan dari tiap universitas (berasa apa dah...), yang gilanya saya lakukan hanya 4 hari sebelum penutupan pendaftaran. (Ohiya, lupa cerita, berkat campur tangan berbagai pihak, dari Tuhan, sekolah, hingga kucing di kantin sekolahan, saya mendapatkan kesempatan mencoba jalur undangan). Yang saya pilih (di pilihan utama).... program studi Geografi dan Ilmu Lingkungan. Bahkan saya sendiri juga kaget waktu mengetahui saya memilih jurusan itu.
("Hei, kok elu milih jurusan itu?!" "Entah, gue juga heran..")
Dengan berbagai pilihan lainnya, singkat cerita, sayapun akhirnya diterima di jurusan tersebut. Geografi dan Ilmu Lingkungan, Universitas Gadjah Mada. Cerita selanjutnya terkait ini akan saya bahas selanjutnya.
Ketiga, sebuah jalur yang benar baru, dan sekali lagi, dengan campur tangan berbagai pihak, dari Tuhan, sekolah, hingga selokan yang tersumbat oleh topi upacara entah milik siapa, saya beserta rekan seperjuangan saya mendapat kesempatan mengecap perjuangan menuju titik penghabisan berupa sebuah tiket menujuDisneyland Hong Kong 3 universitas top Jepang dan melanjutkan studi sarjana (S1) disana (Sebut saja beasiswa ini beasiswa B, yang diberikan oleh lembaga L, saya tak mau promosi disini. Hubungi saja saya di nomor dibawah ini... eh, nggak ada. Pokoknya, hubungi saja saya untuk keterangan lebih terang).
Kesempatan langka, mengingat jalur umum menuju kuliah di negeri Matahari Terbit dengan beasiswa adalah dengan memakai beasiswa Monbukagakusho/MEXT atau JASSO, yang perjalanannya panjangnya mohon ampun, terutama untuk yang pertama, sehingga kesempatan ini tak boleh disia-siakan.
Berawal dari 34 orang rekan seperjuangan, para siswa-siswi pejuang pencaribelas kasihan si lembaga beasiswa mengikuti tahap demi tahap menuju tujuan akhir bernama kuliah di Jepang. Sejak awal pun saya sudah pontang-panting, karena pada awalnya saya tak memiliki minat sedikitpun untuk beasiswa ini. Bukan karena tidak tertarik ke Jepang, tetapi karena lembaga L hanya menawarkan beasiswa untuk jurusan sains dan teknik. Sebagai anak yang masih berkemauan kuat melanjutkan kuliah ke bidang bisnis/manajemen, saya di awal-awal masa pendaftaran mengaku tidak ingin mendaftar beasiswa tersebut.
Entah apakah itu suara hati saya atau bukan, yang jelas saya merasa sama sekali tak tertarik dengan beasiswa B ini di kala itu. Saya masih buta akan apa yang terjadi 8 bulan setelahnya. Meskipun rekan-rekan saya banyak yang mengisi formulir pendaftaran dengan penuh semangat di tengah prosesi pendaftaran NTU, saya tetap tak bergeming dan memfokuskan urusan pada dokumen-dokumen untuk NTU (Walaupun tetap saja, kemampuan fokus saya lemah, baik secara denotatif ataupun konotatif). Tetapi, seperti es yang diterpa panas, lama-kelamaan saya jadi penasaran dan berpikir ulang atas penolakan awal saya terhadap program tersebut. Dan diperkuat dengan diskusi bersama orangtua pada siang hari 17 Desember 2011, sekitar pukul 14:08 (UT+7), akhirnya saya memutuskan untuk mendaftarkan diri dan mengikuti seleksi beasiswa B tersebut.
Yah, memang bukan perkara yang mudah untuk secara drastis berpindah haluan dari bisnis sebagai tujuan semula, menuju jurusan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknik, rada maksa sih memang, tapi peduli amat). Bahkan, akhirnya saya melupakan program beasiswa B ini, hingga pada suatu hari (sekitar 14-15 Februari) salah seorang rekan saya Nabil memasang pengumuman yang memberitahukan bahwa pendaftaran beasiswa B akan ditutup pada 22 Februari. Dibilang kalang kabut sih, awalnya mungkin tidak juga. Masih ada 8 hari menuju penutupan pendaftaran. Namun ternyata, dokumen akan dikirimkan secara kolektif tanggal 16 Februari ke pihak sekolah, dan yang belum harus mengurus sendiri. Padahal, tanggal 18 saya akan menjelajah Bandung dalam rangka pelatihan nasional menuju olimpiade astronomi. Alhasil, saya harus segera menentukan pilihan. Beasiswa B menawarkan dua kelompok program studi (dimana tiap anak hanya boleh memilih maksimal 2 dari salah satu kelompok saja), kelompok A (kecenderungan fisika) dan kelompok B (kecenderungan biologi). Pada awalnya, saya sempat memutuskan jurusan Kimia Molekuler di Universitas Tohoku sebagai pilihan, namun apa daya, ia ditempatkan di kelompok B. (Di paragraf bawah akan sedikit dibahas mengenai penempatan ini). Akhirnya, setelah menimbang bobot badan yang waktu itu baru saja turun 2 kilogram, karena kompetensi saya lebih baik di fisika dibanding biologi (berdasarkan pengalaman pribadi dan data nilai), saya memutuskan untuk memilih hanya satu program studi dari kelompok A, Teknik Sipil di Universitas Kyoto. Dengan keputusan itu, dan dilengkapinya formulir saya, saya bersiap menuju tes tahap pertama.
Dan akhirnya waktu mulainya tes pun tiba juga. 11 Maret 2012, sebanyak kira-kira 376 siswa/siswi kelas XII menjalani tes di 6 lokasi berbeda, masing-masing di daerah Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Sumatera Barat. Sebenarnya saya aslinya ditugaskan ditempatkan di daerah Jabodetabek (sesuai lokasi sekolah saya), namun seperti disebut sebelumnya, akibat adanya penjejakan selama sebulan di Bandung hingga 18 Maret, jadi saya harus mengikuti tes terkait di Bandung. Mana mungkin pulang ke sekolah dulu..? Jadi akhirnya saya mengikuti tes (berupa pelajaran MIPA dengan bahasa Inggris, dengan adanya fisika atau biologi, sesuai kelompok), kemudian pulang dan sedikit melanglang buana ke berbagai tempat. Sebenarnya, pada hari itu peserta pelatihan astronomi difasilitasi untuk berkunjung ke Trans Studio Bandung, tetapi sesuatu dalam diri saya (halah) mengatakan untuk tidak usah ikut dan kembali saja ke wisma pelatihan.
Yah, singkat cerita, dari jumlah yang 376 orang itu, dijaring seperempat (94 orang, 20 orang darinya rekan seperjuangan saya) untuk mengikuti tes tahap kedua. Dan tesnya.... disekolah madrasah saya, MAN Insan Cendekia Serpong. Tesnya berupa simulasi IELTS dan wawancara dengan sang ketua lembaga L langsung, dan dilangsungkan dalam dua kloter yang saling bergantian karena terbatasnya alokasi waktu dan tempat untuk tes. Dan, pada akhirnya terpilihlah 33 orang 'tim inti' dan 7 orang 'tim cadangan' yang akan didelegasikan ke tiap-tiap universitas. Disinilah drama (yang benar-benar terasa) bermula.
Pengumuman dikeluarkan pada Kamis, 19 April 2012, tepat setelah selesainya Ujian Nasional setingkat SMA. Kata seorang petinggi lembaga L, sih, 'biar nggak galau di tengah ujian'. Terserah lah, yang jelas, berhubung lokasi tinggal saya yang berada di dalam asrama, dan segala macam koneksi (legal) diputus, akhirnya saya baru mengaksesnya ketika saya kembali menikmati udara segar di rumah pasca ujian, Jumat esok harinya. Untungnya saya lolos dan tercantum di daftar, tetapi... di kotak jurusan Teknik Mesin dan Aerospace, Universitas Tohoku. Jurusan yang sejak awal pendaftaran saya hindari (hanya karena tak suka, sebenarnya), entah kenapa mendadak menelan saya. Untungnya saya sedang di rumah, sehingga banyak hal bisa mengalihkan saya dari memikirkan hal itu (meski sebenarnya saya juga tidak memikirkannya..).
Tetapi sekembalinya saya ke sekolah (dalam penyiapan menuju senam tulis, yang di tempat saya wajib diikuti semua siswa/siswi yang belum pasti bangku kuliahnya), saya kembali diingatkan akan jurusan yang dilematis tersebut (halah). Dan ketika saya bertanya kepada guru BK, dikatakan bahwa pemindahan (tanpa restu saya, duh) tersebut dilakukan atas pertimbangan prestasi dalam bidang astronomi (yang cerita keberangkatannya pernah saya pasang di blog). Dah, kalau begitu jadinya untuk apa saya memilih? Ternyata, untuk mempertahankan pilihan saya supaya tidak diotak-atik. Atau mengubahnya menjadi kembali ke tujuan awal, kimia molekuler? Entahlah, meskipun peluangnya sangat kecil, apalagi dia ada di seberang kelompok. Paling tidak, begitulah pikiran saya di awal bulan Mei yang indah itu.
Yah, perjuangan sebenarnya menuju bangku kuliah berpusat disini..!
Saya mendiskusikan masalah ini dengan guru BK saya, dan ternyata akan diatur jadwal pembekalan sebelum pendaftaran oleh sang ketua pelaksana program beasiswa B ini. Kira-kira di Sabtu pertama bulan Mei (kalau nggak salah, berarti ya 5 Mei), pertemuan kecil-kecilan antara sang ketua pelaksana dengan beberapa siswa yang lolos darimaut seleksi. Seluruh rekan seperjuangan saya yang lolos hadir. Setelah pertemuan kecil tersebut selesai, saya memutuskan untuk bicara delapan-mata (saya dan dia sama-sama berkacamata... ah lupakan), dan akhirnya kami sepakat untuk membatalkan keikutsertaan pendaftaran di jurusan teknik mesin, dan kembali ke jurusan pilihan awal, teknik sipil. Saya sempat menanyakan perihal kemungkinan pindah ke jurusan kimia molekuler, tetapi beliau mengatakan 'hanya bisa pindah ke jurusan yang sekelompok' (maksudnya yang kelompok A atau B di awal tadi). Ya sudah, akhirnya saya memantapkan untuk mempersiapkan diri menuju teknik sipil di universitas Kyoto....
...sampai beberapa hari kemudian, terjadi pembelokan arah yang tak disangka-sangka.
Saya saat itu sedang berada di ruangan BK, dengan alasan 'mengurus kelanjutan kuliah', padahal tujuan utamanya adalah kabur dari program intensif menuju senam tulis (eh ketauan). Dengan koleksi buku yang cukup banyak (tak ubahnya perpustakaan mini) dan 'koleksi' pamflet yang lebih banyak lagi tentang program kuliah, saya bisa mengisi waktu saya tanpa perlu berpusing-pusing ria di kelas. Di hari itu (kalau tak salah ingat, 8 Mei), ketika saya lagi asik membaca salah satu buku, dan sang guru BK sedang berbincang di telepon, saya diminta berbicara dengan seseorang di ujung sana, yang ingin mengontak saya. Rupanya salah satu petinggi lembaga L sekaligus petinggi panitia beasiswa B. Dan pertanyaan pertama beliau adalah.. "Kok kamu belum daftar ke pihak Tohoku-nya?" Taktak dung dess.... kalau ada musik latar mungkin sudah diberikan irama a la suspense. Setengah bingung, saya mencoba menjelaskan perihal keputusan saya dengan sang ketua pelaksana beasiswa, 3 hari sebelumnya, namun jawaban yang saya dapatkan justru begini, "Kalau bisa nggak pindah universitas. Atau, ada jurusan lain yang kamu minati, mungkin, di Tohoku?". Perlu beberapa detik untuk menyadarkan saya akan kesempatan yang dibuka ini. Tanpa ragu saya menyebutkan 'kimia molekuler' sekali lagi, dan pembicaraan ditutup dengan permintaan untuk menunggu keputusan pihak B hingga sore hari. Dan voila! Sang guru BK yang baik hati, pada sore 'mendatangi' saya dan berkata "Ibu minta kamu selesaikan pendaftaran ke Tohoku hingga besok pagi, jurusannya terserah kamu."
Memang, kesempatan besar yang sangat tak terduga. Kalau kata Syahrini, 'Alhamdulillah yaa, sesuatu..' Sayapun segera mengurus pendaftaran malam itu juga, dan tanpa basa-basi saya memilih jurusan kimia molekuler-nya Univ. Tohoku.
Singkat cerita, dengan berbagai dokumen yang harus dikirimkan, saya mendapat panggilan tes (yang dikirim lewat pos, langsung dari kota Sendai) yang dijadwalkan pada 29 Juni, lagi-lagi di MAN Insan Cendekia Serpong. Lembar tes menyebutkan bahwa cakupan materi tes adalah tes lisan dengan topik matematika, fisika dan kimia (dari sini sudah jelas rasanya, jurusan ini seharusnya dikategorikan dalam kelompok A), jadi saya memutuskan untuk membaca buku yang berisi pengetahuan dasar populer yang meliputi ketiga topik tersebut. Pilihan saya jatuh (bukan secara harfiah) pada buku yang saya gunakan sebagai referensi pada artikel saya yang terdahulu tentang pesawat, dan buku itu saya bawa dalam liburan keluarga ke Bukittinggi, Sumatera Barat antara 23-28 Juni.
Dengan percaya diri (padahal bukunya jarang dibaca, namanya juga lagi liburan) saya datang ke kompleks sekolah pada 29 Juni pagi, melangkah dengan tenang dan pasti menuju ke ruang kelas. Rupaya peserta tes lain telah datang, dengan 3 orang dosen yang sudah menanti di bagian depan kelas, dan sebuah tumpukan kertas di meja depan.... Tunggu. Apakah itu... soal? Wahduh. Ternyata ujian tulis, sodara-sodari. Karena saya dapat dikatakan 125% tidak membaca ulang materi sekolah (hanya terbatas pada buku tadi, dan satu-satunya sumber belajar saya), saya hanya bisa bertumpu pada ilmu yang saya dapatkan selama masa belajar.
Pada akhirnya, walaupun sedikit kagok pada awalnya, tes berlangsung lancar, dan pada akhirnya di tanggal 10 Juli, jam 14:49 (UT+7), saya mendapat email dari pihak Univ. Tohoku, dan alhamdulillah, diterima..
Dan, setelah itu, masih ada bagian cerita lain yang belum terpampang disini.
Seperti sedikit diceritakan diatas, saya diterima di jurusan geografi dan ilmu lingkungan-nya UGM. Dan karena diterima melalui jalur undangan, saya harus melakukan registrasi, yang ditetapkan dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan senam tulis, pada 12-13 Juni. Karena posisi saya saat itu dalam keadaan tanpa kepastian, akhirnya melalui forum keluarga, diputuskan untuk ikut daftar ulang. Alhasil, ketika saya sudah dipastikan diterima di Universitas Tohoku, saya otomatis memiliki kesempatan untuk memilih keduanya. Tentu saja, dari keputusan yang sudah-sudah, saya memantapkan diri untuk bersiap melaju ke negeri Matahari Terbit. (Bismillah!)
Walaupun begitu, saya masih menyempatkan diri datang ke kampus UGM pada 22-24 Agustus, untuk mengambil atribut-atribut yang memang boleh diambil oleh yang sudah melengkapi prosesi pendaftaran. Lumayan buat kenang-kenangan kan...
Epilog: Terkadang serasa mimpi. (nggak se-melankolis itu juga sih...) Kalau melihat prosesnya dari awal, saya merasa terlalu banyak faktor nonteknis yang mempengaruhi perjalanan saya. Tuhan menuntun saya melalui jalan ini dengan pembelokan yang tidak biasa, dan semuanya, meski saya tidak sadar di awal, terajut menjadi sebuah kepingan episode indah dari sebuah perjalanan.
Dulunya, sejak kelas satu, ketika ditanyakan ingin kuliah dimana, tak pernah terpikir untuk kuliah ke luar negeri, apalagi mengkhususkan 'ingin ke Jepang'. Saya pernah ikut pelajaran ekstrakurikuler bahasa Jepang di MAN dulu (walaupun tetap aja saya kagak bener belajarnya, dasar), dan di sesi terakhir, ada sesi berbicara nihongo—bahasa Jepang—singkat dengan sang pengajar, Dini-sensei (dan disanapun tetap saja hampir tak ada sedikitpun kalimat bahasa Jepang terucap, palingan arigatou-terima kasih), dan ada pertanyaan singkat yang kurang lebih isinya begini: "Belajar bahasa Jepang untuk apa? Apakah mau kuliah ke Jepang?". Sebagai anak kelas satu yang masih mengacuhkan hal semacam kuliah, saya hanya manggut-manggut, termasuk ketika ditanyai universitas mana, justru senseinya yang memberi usul jawaban. sekali-lagi, saya hanya manggut-manggut. Tetapi saya tak pernah benar-benar menyadarinya, hingga semua yang telah saya ceritakan diatas terjadi.
Dan kemudian, yang cukup membuat saya terkejut, adalah berita bahwa pendaftar teknik sipil Universitas Kyoto ada yang tersingkir karena usianya belum 18 tahun. Sebagai 'lulusan muda' yang lulus di usia 17 tahun, tentu saja saya tak akan tembus dalam keadaan yang sama. Makin terasa luar biasa lah keberhasilan ini. Seperti kata pepatah dari kitab suci, "Boleh jadi kau membenci sesuatu padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kau menyukai sesuatu padahal itu buruk bagimu".
Disini saya ingin ucapkan terima kasih atas segala pihak yang mendukung sedari awal, terutama Tuhan yang Maha Esa, rekan-rekan seperjuangan, baik di sekolah ataupun di olimpiade, guru-guru yang selalu mendukung, keluarga yang luar biasa, dan berbagai pihak lain dengan kontribusinya yang tersirat dan tak bisa saya sebutkan satu-persatu.
Kini saya sudah mengecap pendidikan di Universitas Tohoku, salah satu universitas imperial Jepang yang terkenal dengan riset-nya. Saya sadar bahwa saya tidak berkeinginan menjadi peneliti, namun belajar di tempat yang luar biasa akan memberikan sesuatu yang luar biasa, demi kemajuan bangsa khususnya. Mohon doanya ya, supaya saya tetap lurus disini, dan dapat menelurkan inovasi yang hebat bagi kemajuan bangsa.
Sekian dulu, mungkin. Sampai jumpa di artikel berikutnya! (:g)
(Silakan kunjungi bagian pertama jika kau belum membacanya)
Lanjutkan baca »
Catatan sebelum mulai: Ini bagian kedua, bertema cita. Jika kau belum membaca bagian pertama, tak ada salahnya untuk mampir.
***
Tentu saja, sudah waktunya untuk menentukan nasib. Tapi tetap saja, tak mudah untuk memilih dari sekian banyak informasi yang berdatangan dalam satu musim layaknya daun musim gugur.
Hanya terdiam dan menatap daun-daun informasi, yang berdatangan , terkadang tanpa disadari.... |
Sebenarnya ada beberapa tes menuju universitas yang sempat diikuti oleh saya dan rekan seperjuangan saya, tetapi disini saya hanya akan menuliskan tiga, karena memang hanya itu yang saya ikuti.
Pertama, tes menuju Nanyang Technological University, Singapura.
Disusun berdasarkan kronologis waktu, ini memang tes masuk universitas pertama yang saya ikuti, bertanggal 11-12 Februari 2012. Mengikuti jejak beberapa senior yang telah lebih dahulu mengecap bangku ruang kuliah NTU (sekali lagi, tidak secara harfiah), sebanyak 28 orang (kalau info saya benar) rekan seperjuangan saya mendaftarkan diri masing-masing (dan kadang juga mendaftar barengan dengan meminjam lab komputer sekolah, yang sebenarnya tak boleh dipakai karena sedang UAS) untuk mengikuti tes masuk NTU. Setelah kemudian dari seleksi berkas terpilih 19 orang untuk mengikuti tes masuk NTU, dengan berbagai macam kombinasi pelajaran yang diujikan dalam tes (yang tergantung pada program studi yang diambil tiap siswa), diadakan sebuah pelatihan intensif khusus matematika untuk menambahkan pijakan kami semua dalam bersiap menghadapi tes (dan terutama karena ada kesenjangan antara materi sekolah dengan materi A-Level yang dikeluarkan dalam soal tes).
Pada akhirnya, dengan amunisi sebanyak itu, hanya 1 orang yang tepat mencapai sasaran. Bahkan pada akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan universitas ini. Yah, pada akhirnya memang ia belum tentu pilihan yang terbaik untukmu, jadi nikmati saja hidup yang indah ini....
Kedua, jalur resmi menuju perguruan tinggi dalam negeri (PTN), baik jalur undangan (atau dulu dikenal sebagai PMDK) dan jalur tertulis. Keduanya kini disatukan dalam sebuah kesatuan bernama Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi negeri, dengan singkatannya yang panjang nan menyebalkan, SNMPTN. Saya pernah menyinggung sedikit tentang ini di artikel sebelumnya, jikalau kalian ingat. Yah, sebagai anak negeri Indonesia yang baik budiman dan patuh pada orangtua, saya juga mengikuti seleksi ini untuk mendapatkan jatah bangku kuliah di perguruan tinggi negeri. Yah, jiwa idealis saya terkadang memberontak mendengar kisikan batin tersebut (halah), tetapi yaa, apa lagi alasan mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi?
Seperti dibahas di bagian sebelumnya, saya mendapati diri dalam kebingungan akan jurusan yang tak jua terpikirkan. Akhirnya saya putuskan untuk mengambil jalan yang berbeda dalam memutuskan hal ini: seleksi jurusan dari tiap universitas (berasa apa dah...), yang gilanya saya lakukan hanya 4 hari sebelum penutupan pendaftaran. (Ohiya, lupa cerita, berkat campur tangan berbagai pihak, dari Tuhan, sekolah, hingga kucing di kantin sekolahan, saya mendapatkan kesempatan mencoba jalur undangan). Yang saya pilih (di pilihan utama).... program studi Geografi dan Ilmu Lingkungan. Bahkan saya sendiri juga kaget waktu mengetahui saya memilih jurusan itu.
("Hei, kok elu milih jurusan itu?!" "Entah, gue juga heran..")
Dengan berbagai pilihan lainnya, singkat cerita, sayapun akhirnya diterima di jurusan tersebut. Geografi dan Ilmu Lingkungan, Universitas Gadjah Mada. Cerita selanjutnya terkait ini akan saya bahas selanjutnya.
Ketiga, sebuah jalur yang benar baru, dan sekali lagi, dengan campur tangan berbagai pihak, dari Tuhan, sekolah, hingga selokan yang tersumbat oleh topi upacara entah milik siapa, saya beserta rekan seperjuangan saya mendapat kesempatan mengecap perjuangan menuju titik penghabisan berupa sebuah tiket menuju
Kesempatan langka, mengingat jalur umum menuju kuliah di negeri Matahari Terbit dengan beasiswa adalah dengan memakai beasiswa Monbukagakusho/MEXT atau JASSO, yang perjalanannya panjangnya mohon ampun, terutama untuk yang pertama, sehingga kesempatan ini tak boleh disia-siakan.
Berawal dari 34 orang rekan seperjuangan, para siswa-siswi pejuang pencari
Entah apakah itu suara hati saya atau bukan, yang jelas saya merasa sama sekali tak tertarik dengan beasiswa B ini di kala itu. Saya masih buta akan apa yang terjadi 8 bulan setelahnya. Meskipun rekan-rekan saya banyak yang mengisi formulir pendaftaran dengan penuh semangat di tengah prosesi pendaftaran NTU, saya tetap tak bergeming dan memfokuskan urusan pada dokumen-dokumen untuk NTU (Walaupun tetap saja, kemampuan fokus saya lemah, baik secara denotatif ataupun konotatif). Tetapi, seperti es yang diterpa panas, lama-kelamaan saya jadi penasaran dan berpikir ulang atas penolakan awal saya terhadap program tersebut. Dan diperkuat dengan diskusi bersama orangtua pada siang hari 17 Desember 2011, sekitar pukul 14:08 (UT+7), akhirnya saya memutuskan untuk mendaftarkan diri dan mengikuti seleksi beasiswa B tersebut.
Yah, memang bukan perkara yang mudah untuk secara drastis berpindah haluan dari bisnis sebagai tujuan semula, menuju jurusan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknik, rada maksa sih memang, tapi peduli amat). Bahkan, akhirnya saya melupakan program beasiswa B ini, hingga pada suatu hari (sekitar 14-15 Februari) salah seorang rekan saya Nabil memasang pengumuman yang memberitahukan bahwa pendaftaran beasiswa B akan ditutup pada 22 Februari. Dibilang kalang kabut sih, awalnya mungkin tidak juga. Masih ada 8 hari menuju penutupan pendaftaran. Namun ternyata, dokumen akan dikirimkan secara kolektif tanggal 16 Februari ke pihak sekolah, dan yang belum harus mengurus sendiri. Padahal, tanggal 18 saya akan menjelajah Bandung dalam rangka pelatihan nasional menuju olimpiade astronomi. Alhasil, saya harus segera menentukan pilihan. Beasiswa B menawarkan dua kelompok program studi (dimana tiap anak hanya boleh memilih maksimal 2 dari salah satu kelompok saja), kelompok A (kecenderungan fisika) dan kelompok B (kecenderungan biologi). Pada awalnya, saya sempat memutuskan jurusan Kimia Molekuler di Universitas Tohoku sebagai pilihan, namun apa daya, ia ditempatkan di kelompok B. (Di paragraf bawah akan sedikit dibahas mengenai penempatan ini). Akhirnya, setelah menimbang bobot badan yang waktu itu baru saja turun 2 kilogram, karena kompetensi saya lebih baik di fisika dibanding biologi (berdasarkan pengalaman pribadi dan data nilai), saya memutuskan untuk memilih hanya satu program studi dari kelompok A, Teknik Sipil di Universitas Kyoto. Dengan keputusan itu, dan dilengkapinya formulir saya, saya bersiap menuju tes tahap pertama.
Walaupun kau tak tahu ada apa di depan sana, kau harus tetap melangkah. |
Yah, singkat cerita, dari jumlah yang 376 orang itu, dijaring seperempat (94 orang, 20 orang darinya rekan seperjuangan saya) untuk mengikuti tes tahap kedua. Dan tesnya.... di
Pengumuman dikeluarkan pada Kamis, 19 April 2012, tepat setelah selesainya Ujian Nasional setingkat SMA. Kata seorang petinggi lembaga L, sih, 'biar nggak galau di tengah ujian'. Terserah lah, yang jelas, berhubung lokasi tinggal saya yang berada di dalam asrama, dan segala macam koneksi (legal) diputus, akhirnya saya baru mengaksesnya ketika saya kembali menikmati udara segar di rumah pasca ujian, Jumat esok harinya. Untungnya saya lolos dan tercantum di daftar, tetapi... di kotak jurusan Teknik Mesin dan Aerospace, Universitas Tohoku. Jurusan yang sejak awal pendaftaran saya hindari (hanya karena tak suka, sebenarnya), entah kenapa mendadak menelan saya. Untungnya saya sedang di rumah, sehingga banyak hal bisa mengalihkan saya dari memikirkan hal itu (meski sebenarnya saya juga tidak memikirkannya..).
Tetapi sekembalinya saya ke sekolah (dalam penyiapan menuju senam tulis, yang di tempat saya wajib diikuti semua siswa/siswi yang belum pasti bangku kuliahnya), saya kembali diingatkan akan jurusan yang dilematis tersebut (halah). Dan ketika saya bertanya kepada guru BK, dikatakan bahwa pemindahan (tanpa restu saya, duh) tersebut dilakukan atas pertimbangan prestasi dalam bidang astronomi (yang cerita keberangkatannya pernah saya pasang di blog). Dah, kalau begitu jadinya untuk apa saya memilih? Ternyata, untuk mempertahankan pilihan saya supaya tidak diotak-atik. Atau mengubahnya menjadi kembali ke tujuan awal, kimia molekuler? Entahlah, meskipun peluangnya sangat kecil, apalagi dia ada di seberang kelompok. Paling tidak, begitulah pikiran saya di awal bulan Mei yang indah itu.
Yah, perjuangan sebenarnya menuju bangku kuliah berpusat disini..!
Saya mendiskusikan masalah ini dengan guru BK saya, dan ternyata akan diatur jadwal pembekalan sebelum pendaftaran oleh sang ketua pelaksana program beasiswa B ini. Kira-kira di Sabtu pertama bulan Mei (kalau nggak salah, berarti ya 5 Mei), pertemuan kecil-kecilan antara sang ketua pelaksana dengan beberapa siswa yang lolos dari
...sampai beberapa hari kemudian, terjadi pembelokan arah yang tak disangka-sangka.
Saya saat itu sedang berada di ruangan BK, dengan alasan 'mengurus kelanjutan kuliah', padahal tujuan utamanya adalah kabur dari program intensif menuju senam tulis (eh ketauan). Dengan koleksi buku yang cukup banyak (tak ubahnya perpustakaan mini) dan 'koleksi' pamflet yang lebih banyak lagi tentang program kuliah, saya bisa mengisi waktu saya tanpa perlu berpusing-pusing ria di kelas. Di hari itu (kalau tak salah ingat, 8 Mei), ketika saya lagi asik membaca salah satu buku, dan sang guru BK sedang berbincang di telepon, saya diminta berbicara dengan seseorang di ujung sana, yang ingin mengontak saya. Rupanya salah satu petinggi lembaga L sekaligus petinggi panitia beasiswa B. Dan pertanyaan pertama beliau adalah.. "Kok kamu belum daftar ke pihak Tohoku-nya?" Taktak dung dess.... kalau ada musik latar mungkin sudah diberikan irama a la suspense. Setengah bingung, saya mencoba menjelaskan perihal keputusan saya dengan sang ketua pelaksana beasiswa, 3 hari sebelumnya, namun jawaban yang saya dapatkan justru begini, "Kalau bisa nggak pindah universitas. Atau, ada jurusan lain yang kamu minati, mungkin, di Tohoku?". Perlu beberapa detik untuk menyadarkan saya akan kesempatan yang dibuka ini. Tanpa ragu saya menyebutkan 'kimia molekuler' sekali lagi, dan pembicaraan ditutup dengan permintaan untuk menunggu keputusan pihak B hingga sore hari. Dan voila! Sang guru BK yang baik hati, pada sore 'mendatangi' saya dan berkata "Ibu minta kamu selesaikan pendaftaran ke Tohoku hingga besok pagi, jurusannya terserah kamu."
Memang, kesempatan besar yang sangat tak terduga. Kalau kata Syahrini, 'Alhamdulillah yaa, sesuatu..' Sayapun segera mengurus pendaftaran malam itu juga, dan tanpa basa-basi saya memilih jurusan kimia molekuler-nya Univ. Tohoku.
Perjalanan yang terkesan sunyi dan sepi sebenarnya menyimpan banyak hal berharga. |
Dengan percaya diri (padahal bukunya jarang dibaca, namanya juga lagi liburan) saya datang ke kompleks sekolah pada 29 Juni pagi, melangkah dengan tenang dan pasti menuju ke ruang kelas. Rupaya peserta tes lain telah datang, dengan 3 orang dosen yang sudah menanti di bagian depan kelas, dan sebuah tumpukan kertas di meja depan.... Tunggu. Apakah itu... soal? Wahduh. Ternyata ujian tulis, sodara-sodari. Karena saya dapat dikatakan 125% tidak membaca ulang materi sekolah (hanya terbatas pada buku tadi, dan satu-satunya sumber belajar saya), saya hanya bisa bertumpu pada ilmu yang saya dapatkan selama masa belajar.
Pada akhirnya, walaupun sedikit kagok pada awalnya, tes berlangsung lancar, dan pada akhirnya di tanggal 10 Juli, jam 14:49 (UT+7), saya mendapat email dari pihak Univ. Tohoku, dan alhamdulillah, diterima..
Nih jepretan isi emailnya... Sila lihat |
Seperti sedikit diceritakan diatas, saya diterima di jurusan geografi dan ilmu lingkungan-nya UGM. Dan karena diterima melalui jalur undangan, saya harus melakukan registrasi, yang ditetapkan dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan senam tulis, pada 12-13 Juni. Karena posisi saya saat itu dalam keadaan tanpa kepastian, akhirnya melalui forum keluarga, diputuskan untuk ikut daftar ulang. Alhasil, ketika saya sudah dipastikan diterima di Universitas Tohoku, saya otomatis memiliki kesempatan untuk memilih keduanya. Tentu saja, dari keputusan yang sudah-sudah, saya memantapkan diri untuk bersiap melaju ke negeri Matahari Terbit. (Bismillah!)
Walaupun begitu, saya masih menyempatkan diri datang ke kampus UGM pada 22-24 Agustus, untuk mengambil atribut-atribut yang memang boleh diambil oleh yang sudah melengkapi prosesi pendaftaran. Lumayan buat kenang-kenangan kan...
Epilog: Terkadang serasa mimpi. (nggak se-melankolis itu juga sih...) Kalau melihat prosesnya dari awal, saya merasa terlalu banyak faktor nonteknis yang mempengaruhi perjalanan saya. Tuhan menuntun saya melalui jalan ini dengan pembelokan yang tidak biasa, dan semuanya, meski saya tidak sadar di awal, terajut menjadi sebuah kepingan episode indah dari sebuah perjalanan.
Dulunya, sejak kelas satu, ketika ditanyakan ingin kuliah dimana, tak pernah terpikir untuk kuliah ke luar negeri, apalagi mengkhususkan 'ingin ke Jepang'. Saya pernah ikut pelajaran ekstrakurikuler bahasa Jepang di MAN dulu (walaupun tetap aja saya kagak bener belajarnya, dasar), dan di sesi terakhir, ada sesi berbicara nihongo—bahasa Jepang—singkat dengan sang pengajar, Dini-sensei (dan disanapun tetap saja hampir tak ada sedikitpun kalimat bahasa Jepang terucap, palingan arigatou-terima kasih), dan ada pertanyaan singkat yang kurang lebih isinya begini: "Belajar bahasa Jepang untuk apa? Apakah mau kuliah ke Jepang?". Sebagai anak kelas satu yang masih mengacuhkan hal semacam kuliah, saya hanya manggut-manggut, termasuk ketika ditanyai universitas mana, justru senseinya yang memberi usul jawaban. sekali-lagi, saya hanya manggut-manggut. Tetapi saya tak pernah benar-benar menyadarinya, hingga semua yang telah saya ceritakan diatas terjadi.
Dan kemudian, yang cukup membuat saya terkejut, adalah berita bahwa pendaftar teknik sipil Universitas Kyoto ada yang tersingkir karena usianya belum 18 tahun. Sebagai 'lulusan muda' yang lulus di usia 17 tahun, tentu saja saya tak akan tembus dalam keadaan yang sama. Makin terasa luar biasa lah keberhasilan ini. Seperti kata pepatah dari kitab suci, "Boleh jadi kau membenci sesuatu padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kau menyukai sesuatu padahal itu buruk bagimu".
Disini saya ingin ucapkan terima kasih atas segala pihak yang mendukung sedari awal, terutama Tuhan yang Maha Esa, rekan-rekan seperjuangan, baik di sekolah ataupun di olimpiade, guru-guru yang selalu mendukung, keluarga yang luar biasa, dan berbagai pihak lain dengan kontribusinya yang tersirat dan tak bisa saya sebutkan satu-persatu.
Kini saya sudah mengecap pendidikan di Universitas Tohoku, salah satu universitas imperial Jepang yang terkenal dengan riset-nya. Saya sadar bahwa saya tidak berkeinginan menjadi peneliti, namun belajar di tempat yang luar biasa akan memberikan sesuatu yang luar biasa, demi kemajuan bangsa khususnya. Mohon doanya ya, supaya saya tetap lurus disini, dan dapat menelurkan inovasi yang hebat bagi kemajuan bangsa.
Sekian dulu, mungkin. Sampai jumpa di artikel berikutnya! (:g)
(Silakan kunjungi bagian pertama jika kau belum membacanya)
Kamis, 04 Oktober 2012
Article#93 - Antara Cerita, Cipta dan Cita (Conjunctoria): Sebuah Pengingat
Kembali terngiang, impian yang dulu kita ukir bersama. Cita yang menjadi tujuan semua. Masihkah kauingat cerita itu, Kawan? Ketika kau merasa tak layak mencapainya. Ketika kita bersemangat bicara cita dan cerita. Ketika kau berharap bisa menyingkirkan segala kemusykilan. Ketika kita bersama berjuang atas nama persahabatan dan kemanusiaan.
Cahaya Bulan boleh meredup, namun tidak untuk citamu, Kawan. Buatlah ia menjadi cahaya dalam diri, yang tetap bersinar walau gelap menyelimuti.
Tetap membuatmu percaya diri, meski tak ada seorangpun yang mengikuti.
Tidak ada jalan mudah untuk mencapai puncak, semuanya selalu menanjak.
Lalu, jika tak ada yang mengajak, akankah kau diam saja dan terinjak?
Tak perlu takut dobrak kebiasaan, toh nantinya mereka akan membiasakan.
Jangan sampai kehadiran mereka menjatuhkanmu, angkatlah mereka bersamamu.
Lalu, siapkah kau mendobrak tembok penghalang itu, Kawan? Tembok yang mengisolasi harapan, dan mengantar kepada keputusasaan. Tembok yang menghalangi jalan, seolah tak ada apapun tersisa di hadapan.
Jika kau memang ingin memberi guna, jika kau memang ingin melanggengkan kemakmuran dan kesuksesan bersama, akankah kau hanya diam dan memusingkan segala hal tersia itu, Kawan?
Hari 6387, di tengah alunan melodia.
Jum'at, 5 Oktober 2012, 00:36 (UT+9)
38°16'40.69"N, 140°51'05.98"E
Tulisan ini sebagai penghubung antara kedua tulisan dalam seri 'Antara Cerita, Cita dan Cipta'. Silakan ke sini untuk bagian pertama 'cerita' dan ke sini untuk bagian kedua 'cita'
Lanjutkan baca »
Cahaya Bulan boleh meredup, namun tidak untuk citamu, Kawan. Buatlah ia menjadi cahaya dalam diri, yang tetap bersinar walau gelap menyelimuti.
Tetap membuatmu percaya diri, meski tak ada seorangpun yang mengikuti.
Tidak ada jalan mudah untuk mencapai puncak, semuanya selalu menanjak.
Lalu, jika tak ada yang mengajak, akankah kau diam saja dan terinjak?
Tak perlu takut dobrak kebiasaan, toh nantinya mereka akan membiasakan.
Jangan sampai kehadiran mereka menjatuhkanmu, angkatlah mereka bersamamu.
Lalu, siapkah kau mendobrak tembok penghalang itu, Kawan? Tembok yang mengisolasi harapan, dan mengantar kepada keputusasaan. Tembok yang menghalangi jalan, seolah tak ada apapun tersisa di hadapan.
Jika kau memang ingin memberi guna, jika kau memang ingin melanggengkan kemakmuran dan kesuksesan bersama, akankah kau hanya diam dan memusingkan segala hal tersia itu, Kawan?
Hari 6387, di tengah alunan melodia.
Jum'at, 5 Oktober 2012, 00:36 (UT+9)
38°16'40.69"N, 140°51'05.98"E
Tulisan ini sebagai penghubung antara kedua tulisan dalam seri 'Antara Cerita, Cita dan Cipta'. Silakan ke sini untuk bagian pertama 'cerita' dan ke sini untuk bagian kedua 'cita'
Langganan:
Postingan (Atom)