Senin, 31 Maret 2014

Article#280 - An Educated Plumber

One professor of mathematics noticed that his kitchen sink at his home broke down. He called a plumber. The plumber came on the next day, sealed a few screws and everything was working as before.

The professor was delighted. However, when the plumber gave him the bill a minute later, he was shocked.

"This is one-third of my monthly salary!" he yelled.

Well, all the same he paid it and then the plumber said to him:

"I understand your position as a professor. Why don't you come to our company and apply for a plumber position? You will earn three times as much as a professor. But remember, when you apply, tell them that you completed only seven elementary classes. They don't like educated people."

So it happened. The professor got a plumber job and his life significantly improved. He just had to seal a screw or two occasionally, and his salary went up significantly.

One day, the board of the plumbing company decided that every plumber has to go to evening classes to complete the eight grade. So, our professor had to go there too. It just happened that the first class was math. The evening teacher, to check students' knowledge, asked for a formula for the area of the circle. The person asked was the professor. He jumped to the board, and then he realized that he had forgotten the formula. He started to reason it, he filled the white board with integrals, differentials and other advanced formulas to conclude the result he forgot. As a result he got "minus pi r squared".

He didn't like the minus, so he started all over again. He got the minus again. No matter how many times he tried, he always got a minus. He was frustrated. He looked a bit scared at the class and saw all the plumbers whisper:

"Switch the limits of the integral!"

more academic jokes here
Lanjutkan baca »

Minggu, 30 Maret 2014

Article#279 - Elephants Never Forget..?

Elephants, aside of being the current biggest animal on land, are also renowned for their intelligence. To name a few of it, elephants are one of animals that are capable of using tools for their own interests.
They are able to communicate to each other in several levels, as evident from their complex social network. You might have seen photographs of elephants drawing elephants, even though it turns out to be a product of extensive training (that is, to replicate their trainer's drawing, instead of "drawing" in any creative sense).

As quoted from Wikipedia:
Elephants exhibit a wide variety of behaviors, including those associated with grief, learning, allomothering, mimicry, play, altruism, use of tools, compassion, cooperation, self-awareness, memory, and language. Further, evidence suggests elephants may understand pointing: the ability to nonverbally communicate an object by extending a finger, or equivalent. All indicate that elephants are highly intelligent; it is thought they are equal with cetaceans and primates in this regard. Due to the high intelligence and strong family ties of elephants, some researchers argue it is morally wrong for humans to cull them. The Ancient Greek philosopher, Aristotle, once said that elephants were "the animal which surpasses all others in wit and mind."

And here it goes: You might have heard the famous saying, "Elephants never forget", in regard to their exceptional long-term memory.
Enjoy the story.


You can visit I fucking love science for the picture. Or more about elephant intelligence:
http://science.time.com/2013/10/10/brainy-elephants-one-more-way-theyre-as-smart-as-humans/
http://voices.yahoo.com/elephant-intelligence-why-elephants-might-as-smart-1536597.html

Spoiler: It is not a real story. More info here.
Lanjutkan baca »

Rabu, 26 Maret 2014

Article#278 - Kutipan Hari Ini

"When you write down your life, every page should contain something no one has ever heard about."
- Ketika kau menuliskan cerita hidupmu, pastikan di setiap halaman ada cerita yang asing bagi orang lain.

~diktuip dari kata-kata Elias Canetti (1905-1994), penulis kelahiran Bulgaria peraih Nobel Literatur pada 1981. Dikutip pada Senin, 24 Maret 2014, 20:43 (UT+9)

sumber

Lanjutkan baca »

Senin, 24 Maret 2014

Article#277 - Cosmic Inflation Explained

This is one of those cosmological stuff, one of the darkest corner of astronomical science. Well, literally dark, as there is not much light to guide your path through. Not to mention those fuzzy stuffs with "dark-" being put as a prefix, like dark matter or dark energy, to name a few. Oh, don't forget "black hole".
Cosmology is mostly unbeknownst to me by the time I started exploring the realms of astronomy in my high school times. And well, since then, I have not improved much in understanding those stuff. Especially when it comes to cosmological calculation and sorts; undergraduate astronomy student may know that feel.

So then I came across this comic, explaining about "cosmic inflation", a new discovery in physics—also an important one.
The explanation may seems too complicated, but be sure to read it carefully, and immersing your thought while reading the whole picture may make it more interesting.

Hope you enjoy!


P.S.: And yeah, there is a small mistake to be noticed in the comic: You don't write temperatures with degree sign in Kelvin.

All credit goes to PhD Comics.
Lanjutkan baca »

Sabtu, 22 Maret 2014

Article#276 - Ekuinoks: Mengupas Beberapa Fakta

Penghujung Maret sudah dekat.
Tunggu dulu. penghujung Maret?
Kesadaran itu datang dengan cukup telak ketika penulis melihat kalender. Kesadaran yang membuat penulis tergerak untuk memulai tulisan kali ini.
Penghujung Maret yang mendekat, berarti sudah hampir tiga bulan berlalu dari kalender 2014 yang mungkin terpajang di dinding kamar. Tiga bulan setara dengan seperempat tahun, yang berarti kita semua telah menempuh porsi yang cukup besar dalam tahun kalender ini.

Tetapi jangan khawatir, tulisan ini tak akan dilanjutkan dengan topik waktu yang sudah berlalu, dan segala hal yang mungkin mengikutinya.
Karena, penghujung Maret yang mendekat, berarti...
Libur Ekuinoks akan tiba. 
Atau tepatnya, ekuinoks musim semi yang tiba.

*****
Mungkin beberapa dari pembaca sekalian akan terusik, ketika mendapati ekuinoks Maret dinamai sebagai "ekuinoks musim semi". Sebagian besar penduduk Indonesia bertempat tinggal di belahan Bumi selatan — oke, di pinggir utara belahan Bumi selatan — dan bagi mereka yang tinggal di belahan Bumi selatan, musim semi (jika ada) berlangsung di sekitar bulan September. Tetapi, bagi penduduk di belahan satunya, belahan Bumi utara, musim semi berlangsung di sekitar bulan Maret. Ketika kita melihat fakta bahwa belahan Bumi Utara dihuni hampir 90% penduduk Bumi, menurut asas demokrasi, penduduk belahan Bumi selatan jelas kalah telak, sehingga (mungkin) harus menurut.
Mengikuti hal ini pula, dalam tulisan selanjutnya, penulis akan menggunakan istilah ekuinoks musim semi (vernal equinox) dan ekuinoks musim gugur (autumnal equinox) menurut penduduk belahan Bumi utara.

Ilustrasi kondisi Bumi dalam ekuinoks. sumber
Sedari tadi, kata "ekuinoks" sudah dimunculkan beberapa kali, tanpa penjelasan berarti mengenai apa itu ekuinoks. Maka, apa maksud dari kata yang aromanya asing ini?
Ekuinoks sendiri berasal dari dua kata dalam bahasa Latin, aequus (sama) dan nox (malam), yang kemudian diterjemahkan sebagai "waktu dimana panjang siang dan malam setara". Definisi ekuinoks secara astronomis sedikit berbeda; dalam pengertian astronomi, ekuinoks adalah waktu dimana suatu titik di ekuator Bumi tepat menghadap ke arah pusat piringan Matahari. Dari titik ini, seorang pengamat yang beruntung akan mendapati Matahari berada tepat "di atas" kepalanya dalam waktu-waktu ekuinoks.

Waktu-waktu? Betul, ekuinoks tidak terjadi hanya sekali dalam satu tahun Matahari. Ada satu ekuinoks lagi yang terjadi hampir tepat setengah tahun dari ekuinoks musim semi, pada 22 atau 23 September. (Ekuinoks musim semi sendiri terjadi pada 20 atau 21 Maret.) Ekuinoks yang ini dinamai ekuinoks musim gugur oleh penduduk belahan Bumi utara.

Kurang lebih, itulah informasi standar akan ekuinoks. Berikut ini, tercatat beberapa informasi tidak standar. Bersiaplah.
  • Ekuinoks tidak "diam" di satu tanggal
Beberapa dari pembaca sekalian mungkin menyadari, bahwa tanggal terjadinya ekuinoks yang telah tertulis diatas tidak menyebutkan satu tanggal spesifik. Alasannya, karena waktu ekuinoks memang berubah secara kontinu. Perubahan ini terjadi sebagai akibat dari penyesuaian sistem penanggalan dan waktu manusia, dengan peredaran Bumi mengelilingi Matahari.
Satu tahun dalam kalender kita memuat tepat 365 (terkadang 366) hari, sementara Bumi mengedari Matahari tidak dalam jangka waktu tepat 365 atau 366 hari. Satu tahun sideris, yaitu jangka waktu yang dibutuhkan Bumi dalam mengedari Matahari tepat sekali edar, kurang lebih setara dengan 365 hari ditambah 6 jam 9 menit 10 detik.
Kemudian, Bumi juga tak hanya bergerak mengelilingi Matahari. Bumi juga berputar, yang hasilnya bisa kita lihat dari adanya siang dan malam, serta satu lagi: berputarnya poros Bumi sendiri, dinamai presesi (bedakan dengan presisi). Presesi membuat titik kutub utara Bumi tidak terus-menerus menghadap ke satu titik yang sama, tetapi bergeser perlahan dalam periode sekitar 25.800 tahun. Dengan penggambaran lain, bintang yang kini dikenal sebagai bintang Utara, Polaris, dalam beberapa ribu tahun ke depan, tak bisa lagi dijadikan patokan arah utara.

Kombinasi dari kedua gerak ini, gerak edar Bumi dan gerak presesi, menghasilkan perhitungan tahun yang lain: tahun tropik, yang merujuk pada "waktu edar" Matahari untuk "bergerak" kembali ke satu kedudukan di bola langit. Contoh sederhananya adalah selang waktu antara dua ekuinoks musim semi. Tahun tropik sendiri kurang lebih setara dengan 365 hari 5 jam 49 menit, sekitar 20 menit lebih sedikit dari satu tahun sideris. Tahun tropik inilah yang kemudian menjadi kunci dalam revisi sistem kalender berikutnya, yang akan dikupas lebih lanjut di bawah.
  • Ekuinoks musim semi dulu tidak ditetapkan pada 21 Maret
Kalau begitu, mengapa sekarang ekuinoks musim semi berada di sekitar 21 Maret?
Semua berawal dari perbedaan tahun kalender dengan tahun sebenarnya, sebagaimana yang tertulis di subpoin sebelumnya.
Ketika Julius Caesar menyusun kalendernya lebih dari dua milenium yang lalu, ia menetapkan ekuinoks musim semi pada tanggal 25 Maret, yang ditandai sebagai hari kelahiran Attis, dewa tetumbuhan Romawi. (Baca juga The Divine Office in the Latin Middle Ages: Methodology and Source Studies, Development, Hagiography; halaman 75-79)
Caesar pun sudah menyadari bahwa panjang satu tahun sebenarnya sedikit lebih dari 365 hari, tepatnya lebih sekitar enam jam. Hal ini ditindaklanjuti dengan menambahkan satu hari tiap empat tahun. Kini kita mengenal tahun dengan tambahan hari ini sebagai "tahun kabisat".

Sebagai hasil dari adanya tahun kabisat ini, panjang rata-rata satu tahun dalam kalender milik Julius Caesar ini adalah 365 hari 6 jam. Jika dibandingkan dengan panjang satu tahun tropik, akan terlihat bahwa ada selisih sekitar 11 menit antara keduanya. Selisih ini kemudian terakumulasi sedemikian rupa, sehingga pada tahun dimana Konsili Nicea I digelar, 325 M, ekuinoks musim semi terjadi sekitar tanggal 21 Maret alih-alih 25 Maret. Akumulasi ini terus berlanjut sedemikian rupa, sehingga di abad ke-16, hari Paskah yang sejatinya didefinisikan sebagai Minggu pertama pasca bulan purnama pasca ekuinoks, malah terjadi sebelum tanggal 21 Maret itu sendiri. Kisruh ini kemudian diakhiri pada Oktober 1582, ketika Paus Gregorius XIII pun memperkenalkan sistem kalender Gregorian, yang memperbaiki akurasi kalender Julian sebelumnya. Menjaga perayaan Paskah supaya tetap berlangsung antara 22 Maret dan 21 April, ekuinoks musim semi tetap ditentukan terjadi di sekitar 21 Maret dan tidak (cepat) bergeser maju sebagaimana pada kalender Julian.

Catatan: Berdasarkan tabel di laman Wikipedia tentang ekuinoks, ekuinoks musim semi dalam beberapa tahun ke depan selalu terjadi pada 20 Maret dalam waktu universal (UT).
  • Pada ekuinoks, panjang siang tidak sama dengan malam
Hal yang satu ini mungkin adalah yang paling kontradiktif dalam tulisan ini, mengingat di bagian awal tulisan, dikatakan bahwa ekuinoks bermakna panjang siang yang sama dengan malam. Namun, begitulah adanya, dan akan dijelaskan mengapa.

Ilustrasi Bumi pada waktu ekuinoks, dengan dua pengamat:
Tepat di daerah yang menghadap Matahari (A), dan di
daerah terminator Bumi (B).
Gambar diambil dari sini, dengan sedikit modifikasi.
Faktor pertama adalah Matahari yang berupa objek membentang. 
Objek membentang sendiri dalam astronomi adalah sebutan bagi objek yang terlihat cukup besar, sehingga memiliki luas. Contohnya Matahari dan Bulan, yang terlihat sebagai piringan berukuran relatif besar di langit.
Mempertimbangkan faktor ini, maka dalam perhitungan astronomis yang berkaitan dengan posisi sebuah objek membentang, posisi yang dijadikan acuan adalah pusat. Untuk Matahari, acuannya adalah pusat piringan Matahari. 

Dari definisi ekuinoks diatas, pada ekuinoks, pusat piringan Matahari berada tepat di atas kepala bagi pengamat di ekuator, dimisalkan sebagai pengamat A pada gambar di samping. Maka, secara geometris, pada jarak seperempat keliling Bumi dari pengamat A, pusat piringan Matahari akan berada tepat di horizon (setengah terbit/terbenam). Pengamat di posisi tersebut diwakili oleh pengamat B.
Sebagai akibat dari faktor ini, Matahari memerlukan waktu ekstra untuk terbit secara menyeluruh, juga untuk terbenam secara menyeluruh. Adanya waktu ekstra ini menyebabkan panjang siang, yang ditandai dari mulai terbitnya Matahari hingga selesai terbenamnya Matahari, sedikit lebih dari 12 jam pada hari ekuinoks. 

Pembiasan oleh atmosfer Bumi menjadi faktor kedua.
Atmosfer Bumi, dengan sifatnya yang dapat ditembus cahaya tampak, seringkali "bermain-main" dengan cahaya yang menembusnya. Yang paling umum diamati oleh penduduk Bumi adalah cahaya yang membelok akibat "permainan" atmosfer Bumi, salah satunya pernah dibahas penulis di tautan berikut.

Ilustrasi proses pembiasan cahaya Matahari oleh atmosfer.
sumber
Adanya pembiasan ini berakar dari sifat atmosfer itu sendiri. Seperti campuran jus yang membentuk lapisan-lapisan ketika didiamkan dalam waktu lama, atmosfer terdiri dari berbagai lapisan yang makin tipis seiring dengan jaraknya dari muka Bumi.
Ketika cahaya bergerak memasuki atmosfer Bumi, lintasan cahaya yang sebelumnya begitu lapang, kini mulai "diganggu" partikel-partikel penghuni atmosfer atas. Makin jauh cahaya memasuki atmosfer, "pengganggu" makin banyak bermunculan, sehingga mau tak mau cahaya melambat. Proses perlambatan ini membuat arah gerak cahaya berubah, sebagaimana sebatang sedotan dalam gelas jus yang terlihat bengkok.
Sebagai akibat dari pembiasan ini, seluruh benda langit yang kita amati dari Bumi terlihat lebih tinggi daripada seharusnya. Seperti digambarkan oleh gambar di atas, Matahari yang secara geometris berada di bawah horizon (piringan kuning), justru terlihat berada di atas horizon.

Kedua faktor ini berkonspirasi dalam memperlama panjang siang di Bumi, sebagaimana digambarkan dalam ilustrasi berikut. Meskipun demikian, sebenarnya perubahan yang dihasilkan oleh kedua faktor ini tidak besar, berkisar dalam orde menit. Kecuali jika Anda adalah pengamat di dekat kutub.

Ilustrasi posisi Matahari secara lebih detail. Dalam penerapan di piranti lunak,
faktor ini perlu diperhitungkan supaya akurasi perhitungan lebih tinggi. sumber 
Konsekuensi lain dari kedua faktor ini, di sekitar waktu ekuinoks, ada saat dimana kedua kutub Bumi tersinari oleh sinar Matahari. Puluhan jam sebelum ekuinoks musim semi, ketika Matahari mulai terbit di kutub utara, Matahari baru beranjak menuju horizon ketika diamati dari kutub selatan. Begitu pula pada ekuinoks musim gugur, dimana Matahari beranjak terbenam di kutub utara, dan terbit dari kutub selatan.

Catatan Tambahan
Bagi beberapa negara di belahan Bumi utara, ekuinoks musim semi – sebagaimana namanya – menjadi penanda awal musim semi. Negara lain, misalnya negara Asia Timur, menjadikan ekuinoks sebagai penanda titik tengah musim semi.
Meskipun demikian, perlu diingat bahwa penanda semacam ini hanyalah bentuk dari kesepakatan untuk mempermudah pembagian musim. Nyatanya, alam selalu membuktikan bahwa ia tak mau diatur-diatur oleh manusia dalam siklus ini. Waktu mekarnya bebungaan dan dedaunan, yang menjadi indikator utama musim semi, akan sangat bervariasi dari tahun-tahun, dan begitu juga kasusnya untuk indikator musim yang lain.
Musim semi yang ditentukan waktunya berdasarkan kalender dikenal "musim semi astronomis", sementara musim semi yang ditentukan waktunya berdasarkan rata-rata suhu udara disebut sebagai "musim semi meteorologis".

Sebagai penutup, ekuinoks, bersama hasil lainnya dari pergerakan Bumi mengelilingi Matahari, telah memegang berbagai peranan dalam perkembangan kebudayaan di berbagai daerah di Bumi. Beberapa darinya pun masih bertahan dan dapat dilihat efeknya hingga saat ini. Termasuk mitos Barat tentang mendirikan telur, yang konon lebih mudah dilakukan pada tiap waktu ekuinoks (penjelasan lengkap ada di sini).

Bacaan lebih lanjut bisa diakses pada tautan berikut:
http://www.metoffice.gov.uk/learning/learn-about-the-weather/how-weather-works/when-does-spring-start

Demikian kiranya tulisan mengenai ekuinoks kali ini. Sampai jumpa di lain kesempatan!
Lanjutkan baca »

Selasa, 18 Maret 2014

Article#275 - Perogrullo


Mereka bilang, kita harus beriring dalam rapi. Tak perlu meledak-ledak dengan bunga api. Harus memastikan diri tetap patuh dalam baris. Harus senantiasa melarutkan diri, menjadi butir gula dalam air putih.

Bagi mereka, bermanis-manis muka adalah hal yang krusial. Maka, seorang yang berlalu-lalang di depan rumah mereka akan disambut senyum lebar dimana-mana. Semua, dengan bahasa yang sama, memamerkan cengiran terlebar yang mereka bisa. Bahasa boleh sama, tetapi makna belum tentu senada, sebagaimana berbedanya ragam cengiran antar individu yang ada.

Mereka berujar, kesan yang terlihat adalah kesan yang teringat. Banyak yang demikian tekun memoles diri mereka hingga bebas keringat, juga memoles tingkah yang terlalu hangat. Begitu tekun mereka memoles, mereka tak lagi butuh rehat. Ada yang memoles dengan selapis tipis, ada yang setebal topeng tanah liat. Tapi semuanya kompak, dengan jati diri yang tak kentara terlihat.

Mereka koarkan kata-kata bijak yang dikutip dari sembarang tempat, dipoles bersih serupa mutiara yang dijaring dari dasar lautan. Mereka lantunkan pepesan janji-janji tanpa jeroan, yang disaput aroma jamuan kelas ningrat. Di tengah aroma santap dedaunan gosong, orang datang berbondong-bondong. Dalam kesatuan, mereka menyatukan tujuan dalam kekosongan yang tak mereka sadari.

Banyak dari mereka yang baru bergabung, adalah mereka yang gelap mata. Gelap oleh tirai keputusasaan, oleh tudung pengharapan. Atau, oleh pekat rasa penasaran.

Ada pula yang gelap hati, karena matanya keburu silau melirik kemilau dan pikat kemegahan. Dengan santainya mereka menggelar pesta lanjutan, menyambung butir-butir amanat dengan tusuk-tusuk sate keserakahan, untuk dicampurbaurkan dengan saus birokrasi secara tak karuan.

Ada pula yang hati dan matanya belum gelap, tetapi sudah sulit mengamat apa yang ada di sekitar. Disebarnya seikat bunga plastik kepada entah siapa di sekitar, berharap bunga bisa meluruskan kesalahpahaman.
Padahal, apa gunanya pula sebilah plastik yang dibentuk seperti bunga. Ia hanya plastik yang dingin, tak bergeming.

Mereka terus terlarut dalam keasyikan tanpa juntrungan.
Dan ketika tiba saat yang telah ditentukan, ada kelompok yang terus melaju, buta arah. Ada yang sedang berfoya-foya, tanpa masygul mereka berpangku tangan. Ada yang bungkam sekian ribu bahasa, menyaingi sepi hutan dalam malam tanpa Bulan.

Mereka terbedakan dengan tindakan, tetapi tersamakan dengan aroma menyengat. Aroma hasil perseteruan antara parfum klise dengan butir bedak kepalsuan.

Lalu dimana diri, kautanya?
Ia berada disana. Di dalam sana. Menyebar, melangkahi semuanya.

Whenever you find yourself on the side of the majority, it is time to pause and reflect.
- Mark Twain

...lanjutan dari artikel 252.
sumber gambar
Lanjutkan baca »

Sabtu, 15 Maret 2014

Article#274 - Kutipan Hari Ini

"Some people think that the truth can be hidden with a little cover-up and decoration. But as time goes by, what is true is revealed, and what is fake fades away."

~quoted from words of Ismail Haniyah (b. 1963), a Palestinian politician currently being the Prime Minister of Hamas party. Quoted at Saturday, 15th March, 2014, 01:31 (UT+9).

source
Lanjutkan baca »

Selasa, 11 Maret 2014

Article#273 - Merangkum Segala Cerita

Ada doa yang rapi tertata
Berbaris mengantar tanpa sang penutur tahu
Tak berbasa-basi melepas jumpa
Meski sosoknya tak juga terjangkau

Ada saat dimana ia ingin beranjak
Berhenti melangkah dan bergegas hilang
Tetapi tekadnya menepis itu semua
Dimantapkannya raga supaya tegak
Ditepisnya segala macam alasan
Sembari berkata, "Aku pasti bisa!"

Helaan nafas seolah tak bermakna
Berderet menuju telinga di seberang
Cukup berlelah-lelah menebar usaha
Untuk kemudian kalah dan terjengkang

Hangat terasa, suara sapaan yang mampir
Berhembus melelehkan hati yang berdesir
Tetapi bekunya jiwa pun tak bergeming
Dikokohkannya pendirian supaya stabil
Dalam batin ia pun berbisik,
"Telah kupilih jalanku sendiri!"

Ada rasa yang lama terbuang
Bertumpuk dengan apa yang tak diperlu hadirnya
Betapa sibuknya ia dengan ragam barang
Padahal tiap malam ada kiriman dari Tuhannya

Satu menit sudah lebih dari pas
Membuat segala ketenangan hancur berantakan
Tetapi harapan tak menggubris akal pikiran
Ditungguinya jalur komunikasi semalaman
Dalam kekalutan, ia merapal selarik harapan
Yang bersuara, "Semoga semua baik-baik saja"

Helaan nafas berhenti begitu saja
Seolah lupa untuk melanjutkan fungsinya
Begitu mudah Tuhan pamerkan kuasa-Nya
Hingga kami tak sanggup berkata-kata
Meski kertas berbingkai masih menyimpan
Kehadiran jiwa yang membisu dalam ingatan

Hadir nyanyian satir yang menyeringai
Tertawakan kami karena lupa diri
Adakah bagi pelajaran ini, sebuah arti?
Benarkah dengan ini, kami akan kembali?

Adanya jalan tak berarti akan sampai
Maka dirangkumlah susunan cerita ini
Dalam rangkum berkilau tanpa arti
Dengan larik menjurai tanpa isi
Dalam harapan, supaya kalian yang berlari
Kembali temani kami di sini


Hari 6899, ditemani untai nada tanpa kesudahan.
Terhatur dalam lindungan pohon yang belum menghijau,
Selasa, 11 Maret 2014, 22:46 (UT+9)
40°49'37.80" N, 140°44'16.69" E
Lanjutkan baca »

Senin, 10 Maret 2014

Article#272 - Labirin


Otak manusia, disebut-sebut jauh lebih rumit jaringannya dibandingkan dengan jaringan telepon yang telah sedemikian kompleksnya menyebar saat ini. Entah berapa banyak neuron, bersatu dalam jalinan dendrit dan akson yang lebih-lebih angkanya, membentuk sebuah jaringan yang menyokong manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, dengan adanya akal. Kemampuan otak dalam mencerna dan menafsirkan informasi pun diumpamakan dengan sebuah superkomputer canggih, yang mampu memroses rangsang menjadi respon indera dalam orde milidetik, atau bahkan mikrodetik.

Bersama dengan kompleksitas dan performa otak yang luar biasa, ada juga pelengkap-pelengkap yang membuat cara kerja otak manusia demikian berbeda dengan superkomputer ataupun jaringan telepon. Sebuah pusat kendali yang dikenal sebagai hipotalamus, membantu memerintah berbagai kelenjar yang ada di sekujur tubuh, untuk mengeluarkan hormon tertentu dengan kinerja tertentu. Mulai menunjang fungsi tubuh dasar, hingga menyediakan sebuah fitur yang sampai saat ini belum bisa dibentuk dalam komputer manapun secara riil: emosi.
Mungkin ada hubungannya dengan jaringan dalam otak yang super njelimet, ketika input dari rangsang tidak cukup kuat, sinyal terkait mungkin saja tersesat dan tak pernah sampai ke otak besar, tempat dimana sinyal rangsang diproses menjadi informasi untuk kemudian direspon. Satu lagi ciri khas yang tak dimiliki komputer manapun: sifat lupa. 

Terkadang, kompleksitas otak disetarakan dengan sebuah labirin. 'Inang' dari otak dalam sebuah tubuh (yang adalah diri seorang manusia) ikut membantu menyuplai jaringan ini, atau tembok-tembok labirin ini, menjadi suatu kesatuan yang ruwet nan terkait baik. Dan suplai itu sendiri sangat tergantung oleh apa yang biasa dikonsumsi oleh sang 'inang' dalam kesehariannya. Entah suplemen berupa nutrisi atau berupa informasi.
Sifat dari setiap suplemen yang mengalir sebagai suplai ini, menentukan labirin macam apa yang akan terbentuk. Sementara, jiwa manusia yang sesungguhnya, asik berkelana di dalamnya, mencari celah dimana ia bisa keluar dan memamerkan jati dirinya.

Dulu, di laman blog aneh ini, penulis pernah membicarakan topik prasangka. Dalam kasus labirin, mungkin ia dapat dimisalkan sebagai pengaruh awal untuk mulai membangun tembok berlapis-lapis, untuk memperkuat dan mengokohkan prasangka yang telah terlalu subur menyebar di dalam pemikiran. Ketika datang waktunya bagi prasangka untuk terbantahkan, maka seluruh tembok labirin akan runtuh. Kemana jiwa yang asli itu? Mungkin terkubur di balik reruntuhan. Mungkin berhenti karena tak sanggup menemukan apapun selain runtuhan. Entahlah.
Terkadang, tembok itu tetap berdiri kokoh pada lokasinya. Tetapi jiwa yang berkelana di dalamnya kehilangan jejak, dan terperangkap dalam labirin tanpa kesudahan.

Rasanya patut untuk mengatakan, sebagian besar dari kita, terbiasa tumbuh besar dengan menyerap pengaruh dari paling tidak sebuah prasangka. Dan ketika tersadar bahwa prasangka yang terlanjur menyebar itu terpatahkan, mungkin semua terkesan runtuh, atau memerangkap tanpa jalan keluar. 
Bagaimana seseorang akan menanggapi situasi semacam ini, sangat tergantung pada cara ia menanggapi keruntuhan atau ketersesatan yang ada. Banyak yang tersesat dalam delusinya, banyak yang tersesat dalam keputusasaannya. Tapi tak banyak yang benar-benar bertindak.

Satu-satunya cara sudah jelas: Segera bertindak tanpa ba-bi-bu lagi. Tetapi sudahkah tindakan itu dilakukan?
Lanjutkan baca »

Sabtu, 08 Maret 2014

Article#271 - Zamrud Khatulistiwa

Aku bahagia hidup sejahtera di khatulistiwa
Alam berseri-seri bunga beraneka
Mahligai rama-rama, bertajuk cahya jingga
Surya di cakrawala

Aku bahagia hidup sejahtera di khatulistiwa
Alam berseri-seri bunga beraneka
Mahligai rama-rama, bertajuk cahya jingga
Surya di cakrawala

S'lalu berseri alam indah permai di khatulistiwa
Persada senyum tawa, hawa sejuk nyaman
Wajah pagi rupawan burung berkicau ria
Bermandi embun surga

Syukur ke hadirat yang Maha Pencipta
Atas anugerah-Nya tanah nirmala

Bersuka cita, insan di persada yang aman sentosa
Damai makmur merdeka di setiap masa
Bersyukurlah kita semua

S'lalu berseri, alam indah permai di Indonesia
Negeri tali jiwa hawa sejuk nyaman
Wajah pagi rupawan burung berkicau ria
Bermandi embun surga

Syukur ke hadirat yang Maha Kuasa
Atas anugerah-Nya tanah bijana

Bersuka cita, insan di negara yang bebas merdeka
Dukung damai sentosa di setiap masa
Bersatulah kita semua

Aku bahagia
Di khatulistiwa
Aku bahagia
Di khatulistiwa

© Muhammad Guruh Irianto Soekarnoputra. 1996.

***

Dipopulerkan oleh alm. Chrismansyah "Chrisye" Rahadi (1949-2007), lirik dari lagu ini sendiri sebenarnya disusun oleh Guruh Soekarnoputra, seniman yang juga adalah putra bungsu dari proklamator Bung Karno. Guruh sendiri cukup sering menulis lagu yang dilantunkan oleh Chrisye. Album awal Chrisye (saat itu tergabung dalam band Gipsy) pun berkolaborasi dengan Guruh. Album terkait, Guruh Gipsy, diluncurkan pada tahun 1976 dan menandai awal karir vokal Chrisye. 
Selanjutnya, Guruh juga ikut berkontribusi menulis lagu untuk beberapa album Chrisye, diantaranya Sabda Alam (1978), Puspa Indah (1980), Akustichrisye (1996), dan Kala Cinta Menggoda (1997).

Ketika menyelidiki informasi lebih terkait lagu ini, satu pertanyaan lama kembali muncul dalam benak. Judul lagu ini, "Zamrud Khatulistiwa", merujuk kepada salah satu julukan yang disematkan kepada Indonesia, entah oleh siapa. Istilah ini rasanya telah diperkenalkan ke anak-anak Indonesia sejak masa sekolah dasar, menyiratkan penempatannya yang (mungkin) menjadi kebanggaan.
Sayangnya, penjelasan mengenai istilah tersebut, baik yang diberikan oleh guru, atau entah siapapun yang memberitahu, seringkali tidak lengkap.
Dikatakan, Indonesia disebut "Zamrud Khatulistiwa" karena Indonesia bertempat di sekitar garis khatulistiwa. (Beberapa penjelasan malah lebih parah; katanya pulau-pulau Indonesia dilalui garis khatulistiwa. Mungkin mereka lupa akan Jawa dan Papua.)
Benar, adanya istilah "khatulistiwa" atau "ekuator" merujuk pada garis imajiner tersebut, yang merangkum lokasi-lokasi terjauh dari kedua kutub Bumi. Tetapi jarang dijelaskan mengenai makna "zamrud" (emerald), sebuah batu mulia dengan rona kehijauan. Agaknya, rona kehijauan ini diidentikkan dengan kepulauan Indonesia yang bersemu hijau pepohonan. Lokasinya yang menghiasi khatulistiwa pun menjadi penyokong tercetuskannya istilah tersebut.

Iya, kira-kira begitulah kilas yang tersampaikan. Meskipun hingga saat tombol "Publikasikan" dipijit, terasa masih ada keping informasi yang kurang, seperti lirik latar dalam lagu.
Dan tidak, tulisan ini tidak dibuat dalam rangka memenuhi dahaga rindu yang biasa disebut 'sakit rumah' itu. Lagipula, dengan ditutupnya hari ini, episode baru akan dibuka. Saking bersemangatnya penulis akan episode baru ini, tak ada tempat lagi bagi 'sakit rumah'.
Dan semangat yang bertumpah akan bagus jika diisi sedikit berhitung ataupun membuat perhitungan.
Mengingat beberapa dari kita terlalu asik bergelung nyaman, hingga terlelap dan abai akan kenyataan.

Semoga harap angan dan derap cemas tak membuat indera luput dari mencerna apa yang nyata.
Lanjutkan baca »

Kamis, 06 Maret 2014

Article#270 - Secarik Kisah Beku (3): Setumpuk

Deep beneath the cover of another perfect wonder
Where it's so white as snow
Privately divided by a world so undecided
And there's nowhere to go
In between the cover of another perfect wonder
And it's so white as snow
Running through the field
Where all my tracks will be concealed
And there's nowhere to go, ho!
When to descend to amend for a friend
All the channels that have broken down
Now you bring it up, I'm gonna ring it up
Just to hear you sing it out
Step from the road to the sea to the sky
And I do believe what we rely on
When I lay it on, come get to play it on
All my life to sacrifice

(Anthony Kiedis, John Anthony Frusciante, Michael Peter Balzary, Chadwick Gaylord Smith. 2007. Snow/Hey Oh)
Di kota ini, bulan ketiga merupakan penanda akan segera beranjaknya suhu dingin. Seiring bergulirnya Matahari kembali ke arah utara, ia akan pergi, angkat kaki. Terus, sampai gilirannya kembali tiba akhir tahun nanti.
Ada bunga yang sudah lebih dahulu mekar, menantang beku yang menebar perih.
Ada rerumputan kering yang terbaring, sisa mencairnya salju yang dulu menindih.

Hujan air pun mulai jamak menyapa daratan dan helai dedaunan, menggantikan keping salju yang sudah terlalu akrab sampai membuat pusing kepala. 
Sebagai salam akhir, mungkin hendaknya nikmati segala yang tersisa.
Saatnya mengucapkan sampai jumpa.

*****

Karena satu gambar mampu mewakili banyak kata, maka, alih-alih bicara panjang lebar, berikut ini terhatur dokumentasi selama musim dingin 2013-2014. Seluruh foto dijepret oleh penulis, kecuali foto tertentu yang tak memungkinkan.
Sila klik gambar jika ingin memperbesar.

> 14 Desember 2013 <




> 28 Desember 2013 <










> 26-27 Januari 2014 <




> 31 Januari 2014 <





> 8 Februari 2014 <









> 9-15 Februari 2014 <












Dengan datangnya serangkaian foto tersebut, serial "Secarik Kisah Beku" kali ini akan penulis sudahi. 
Semoga tidak ada yang protes. (?)

Berikut salam dari Tuan Kida (nama lengkap: Yuki Daruma). 


Sampai jumpa di tulisan selanjutnya!
Lanjutkan baca »
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...