Ada doa yang rapi tertata
Berbaris mengantar tanpa sang penutur tahu
Tak berbasa-basi melepas jumpa
Meski sosoknya tak juga terjangkau
Ada saat dimana ia ingin beranjak
Berhenti melangkah dan bergegas hilang
Tetapi tekadnya menepis itu semua
Dimantapkannya raga supaya tegak
Ditepisnya segala macam alasan
Sembari berkata, "Aku pasti bisa!"
Helaan nafas seolah tak bermakna
Berderet menuju telinga di seberang
Cukup berlelah-lelah menebar usaha
Untuk kemudian kalah dan terjengkang
Hangat terasa, suara sapaan yang mampir
Berhembus melelehkan hati yang berdesir
Tetapi bekunya jiwa pun tak bergeming
Dikokohkannya pendirian supaya stabil
Dalam batin ia pun berbisik,
"Telah kupilih jalanku sendiri!"
Ada rasa yang lama terbuang
Bertumpuk dengan apa yang tak diperlu hadirnya
Betapa sibuknya ia dengan ragam barang
Padahal tiap malam ada kiriman dari Tuhannya
Satu menit sudah lebih dari pas
Membuat segala ketenangan hancur berantakan
Tetapi harapan tak menggubris akal pikiran
Ditungguinya jalur komunikasi semalaman
Dalam kekalutan, ia merapal selarik harapan
Yang bersuara, "Semoga semua baik-baik saja"
Helaan nafas berhenti begitu saja
Seolah lupa untuk melanjutkan fungsinya
Begitu mudah Tuhan pamerkan kuasa-Nya
Hingga kami tak sanggup berkata-kata
Meski kertas berbingkai masih menyimpan
Kehadiran jiwa yang membisu dalam ingatan
Hadir nyanyian satir yang menyeringai
Tertawakan kami karena lupa diri
Adakah bagi pelajaran ini, sebuah arti?
Benarkah dengan ini, kami akan kembali?
Adanya jalan tak berarti akan sampai
Maka dirangkumlah susunan cerita ini
Dalam rangkum berkilau tanpa arti
Dengan larik menjurai tanpa isi
Dalam harapan, supaya kalian yang berlari
Kembali temani kami di sini
Hari 6899, ditemani untai nada tanpa kesudahan.
Terhatur dalam lindungan pohon yang belum menghijau,
Selasa, 11 Maret 2014, 22:46 (UT+9)
40°49'37.80" N, 140°44'16.69" E
Tidak ada komentar:
Posting Komentar