Senin, 30 September 2013

Article#215 - Kutipan Hari Ini

Water does not resist. Water flows. When you plunge your hand into it, all you feel is a caress. Water is not a solid wall, it will not stop you. But water always goes where it wants to go, and nothing in the end can stand against it. Water is patient. Dripping water wears away a stone. Remember that, my child. Remember you are half water. If you can't go through an obstacle, go around it. Water does.

~quoted from a quote in The Penelopiad (2005), a novel of Margaret Atwood (b. 1939), Canadian poet, novelist, literary critic, essayist, and environmental activist. Quoted at Monday, 30th September, 2013, 20:34 (UT+9)

source
Lanjutkan baca »

Article#214 - Butir-Butir Tampias Hujan

Here comes the rain again, falling from the stars
Drenched in my pain again, becoming who we are
As my memory rests, but never forget what I lost
Wake me up when September ends

30 September 2012.
Lagi-lagi Sasha melamun di ruang musik. Baginya, ini seperti rumah kedua. Terutama ketika kamar kos tak bisa diandalkan dalam memberi ketenangan. Disini ia selalu bisa memanja dirinya, berkeliling memainkan berbagai alat musik yang berjajar di dalam ruang.
Tetapi bukan karena ketenangan, malam tersebut ia ada disana. Deras gemuruh air yang memburu jiwa kedinginan di luar sana, mungkin bisa memberimu jawabnya.

Sasha berjalan sebentar, mengetuk gendang, meniup-niup seruling, dan akhirnya ia memilih gitar akustik yang penuh lecet di pojokan ruang.
Penuh lecet, sekaligus penuh cerita.
Diliriknya senar-senar tersebut, yang masih tercoreng gurat-gurat luka saat ia pertama kali memainkannya beberapa tahun lalu. Dengan koin receh. Dan saat itu ada yang memarahinya habis-habisan.

Sasha tersenyum, nanar, tak ingin melanjutkan nostalgianya. Perlahan ia petik senar demi senar, dengan suara merdu yang hanya bisa didengarnya seorang.
Melodi yang pertama kali ia mainkan.
Kalah oleh tampias deras hujan.

sumber

I lie down and blind myself with laughter
A quick fix of hope is what I'm needing
And now I wish that I could turn back the hours
But I know I just don't have the power

30 September 2013.
Hujan lagi.
Sasha memang biasanya tak ambil pusing dengan air yang turun membasahi bumi, apalagi kali ini ia tak perlu keluar kamar kostnya. Paling tidak, begitu ia pikir setengah jam yang lalu.
Tapi nyatanya sekarang ia berada di sebuah kedai di pinggir jalan, yang tak mengekang para pelanggannya dari hembus sejuk yang membawa butir kecil air. Meski ia tidak memesan makanan, hembus sejuk itu tentunya tetap ia terima. Tanpa ia harus meminta.

Lani teman kosnya meliriknya lagi lamat-lamat.
"Yakin Sha, nggak ikut makan? Aku jadi nggak enak nih, kupesenin teh hangat deh ya!"
Sasha hanya bisa pasrah. Ia tak pernah bisa menghentikan Lani, sejak dulu.
Dengan ucapan terimakasih disertai helaan nafas, ia meraih gelas teh hangat yang baru saja tiba. Sasha meneguknya sejenak. Hangat, tetapi hangatnya tak menghalangi dingin hembus angin.
Setelah hangatnya hilang pun, hembus angin terasa berbeda. Seolah meniupkan kembali kata-kata yang terbersit sebelumnya.
Hanya bisa pasrah.
Tak pernah bisa menghentikannya, sejak dulu.
Tetapi kini bukan Lani yang Sasha pikirkan. Ia bahkan tak lagi menyeruput teh hangatnya yang mulai tidak hangat.
Lembar-lembar pikiran lama kembali terbacakan di kepala Sasha.
Dia yang memarahi seorang gadis dengan koin di sela jarinya.
Dia yang dengan bodohnya lupa lagu favoritnya sejak lama.
Padahal dia sendiri yang pertama kali mengajarinya.
....
Dia yang dipenuhi semangat berjuang, terkadang kelewat batas.
Tentu saja, dia. Dia yang selalu gagal ia hentikan.
Hatinya kini bergetar, Sasha merasa tak sanggup untuk tidak menyebut namanya. Begitu perlahan, tanpa suara.
"Bang Nik, adik, ibu dan ayah selalu menantimu. Setiap saat menunggu kabarmu. Adik pun tak tahu rimbamu Bang. Kapan Abang akan pulang?"

Sasha mencoba tersenyum, nanar, tak kuat melanjutkan nostalgianya. Perlahan ia ketuk gelas tehnya, dan ia gumamkan suara yang hanya bisa didengarnya seorang. Lani pun tak menyadarinya.
Isak tangis yang telah lama tidak ia jatuhkan.
Kalah, telak oleh tampias deras hujan.
Lanjutkan baca »

Sabtu, 28 September 2013

Article#213 - Simaklah

Simaklah cerita dari para petualang
Penakluk keseruan yang tak terkatakan
Kepada hidup mereka simpulkan keceriaan
Dan kepada takdir, mereka lambaikan tangan
Kejutan seolah menjadi santapan harian
Dibubuhi taburan getir yang tersimpan
Pada akhirnya, semua jadi sekadar selingan
Karena mereka memang bukan pecandu angan
Bukan pula yang gagal meraih nyaman
Mereka hanya setia dengan kehidupan
Mendengarkan suara dunia

Simaklah cerita dari para pejuang
Penakluk ketakutan yang tak terbilang
Kepada kami mereka simpulkan pencapaian
Dan kepada langit, mereka tengadahkan tangan
Hinaan seolah sebatas bungkus cemilan
Sekadar pengoles mimpi di benak pikiran
Kelak, bungkus itu akan mereka tanggalkan
Karena mereka memang bukan pemadu harapan
Bukan pula yang gagal mendekap impian
Mereka hanya bersua dengan kemauan
Mengobarkan tekad dunia

Simaklah cerita dari pencari peluang
Penakluk apa-apa yang halangi dari tujuan
Kepada jalan mereka guratkan asa
Dan kepada diri, mereka mantapkan rasa
Tiada detik terlewat tanpa pencarian
Dengan bumbu ekstra dari penikmat duka
Yang kemudian hanya jadi selipan kisah
Karena mereka memang bukan pengejar lara
Bukan pula yang gagal menggapai tujuan
Mereka hanya mengakrabkan kenangan
Membubuhkan cerita dunia

....atau mungkin begitu yang kami pikirkan.
Kami memang bukan penyimak yang menyenangkan, tetapi semoga kalian bisa menjadi salah satunya,
....atau menjadikan kami salah satunya.



Hari 6746, ditemani dingin malam langit utara.
Terhatur dalam sepi tanpa perwujudan,
Sabtu, 28 September 2013, 19:58 (UT+9)
Sekitar 10.600 meter di atas Laut Cina Selatan
Lanjutkan baca »

Kamis, 26 September 2013

Article#212 - Kutipan Hari Ini

"When you judge another, you do not define them, you define yourself."

~quoted from Wayne Walter Dyer (b. 1940), an American self-help author and motivational speaker. Quoted at Thursday, 26th September, 2013, 23:52 (UT+7)

source

Lanjutkan baca »

Senin, 23 September 2013

Article#211 - Jangan Meninggalkan

"Jangan meninggalkan amal karena takut tidak ikhlas. Beramal sambil meluruskan niat lebih baik daripada tidak beramal sama sekali.

Jangan meninggalkan dzikir karena ketidakhadiran hati. Kelalaianmu dari zikir lebih buruk daripada kelalaianmu saat berdzikir.

Jangan meninggalkan tilawah karena tak tahu maknanya. Ketidaktahuan makna dalam tilawah masih lebih baik daripada ketidakmauan membaca firmanNya.

Jangan meninggalkan dakwah karena kecewa. Kesabaranmu bersama orang-orang shalih lebih baik daripada kesenanganmu bersama orang-orang yang tidak shalih.

Jangan meninggalkan amanah karena berat. Beratnya amanah yang kau emban sebanding dengan beratnya timbangan amal yang akan kau dapatkan.

Jangan meninggalkan medan juang karena terluka. Kematian di medan juang lebih baik daripada hidup dalam keterlenaan.

Jangan meninggalkan kesantunanmu karena lingkungan kasar. Santunmu saat dikasari hanya akan menambah kemuliaan dan mengundang simpati.

Jangan meninggalkan kesetiaan karena dikhianati. Setia kepada janji selalu lebih baik daripada mengkhianati orang yang mengkhianati.

Jangan meninggalkan cinta karena cemburu. Kecemburuan dalam cinta jauh lebih indah daripada kegersangan jiwa tanpa cinta."

~dikutip dari kultwit (kuliah twitter–pen.) akun @bersamadakwah, yang pengutip temukan di akun fesbuk. Dikutip pada Senin, 23 September 2013, 23:27 (UT+7)

sumber gambar
Lanjutkan baca »

Article#210 - 60000 pengunjung..!

Seiring tergeretnya saya pulang untuk sejenak menghirup udara libur yang lezat, saya ikut menaburkan butir-butir pengalaman, saus kekonyolan dan seduhan teh keceriaan yang seru. Sebagian darinya sedikit saya tuang dalam beberapa tulisan yang saya sertakan di laman blog aneh ini.
Malam ini mencatat bagaimana timnas merah putih yang baru saja melewati 'umur' mencatatkan diri sebagai juara regional Asia Tenggara. Dalam malam yang sama ini, juga ditandai dengan peristiwa astronomi, ekuinoks musim gugur, tepat ketika tulisan ini diluncurkan ke dunia maya. Dan di malam sebelumnya, Ahad, 22 September 2013, 00:38 (UT+7), laman blog gila ini menorehkan angka 60.000 kunjungan. Sebuah peningkatan, karena pencapaian kali ini ditorehkan dalam waktu 52 hari, lebih cepat dari napak tilas sebelumnya yang membutuhkan waktu 61 hari. Angkat topi bagi mereka yang telah rela mampir, dan bagi mereka yang kegerahan.
gambar dari sini
Nantikan tulisan selanjutnya, nanti, tentu saja.
(:g)
Lanjutkan baca »

Sabtu, 21 September 2013

Article#209 - Membahas (Legenda) Waktu

Jam berapa sekarang?
Eh, sekarang tanggal berapa?
Pertanyaan semacam ini acapkali kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tidaklah mengherankan mengingat waktu memang sebuah elemen yang tak bisa dipisahkan dari perjalanan kehidupan. Posisi waktu yang amat penting ini menjadikan manusia menyusun waktu dalam satuan-satuan tertentu untuk mempermudah manusia dalam berkomunikasi ketika harus menyinggung unsur waktu. Dalam kenyataannya, inilah salah satu pembeda utama dari bahasa 'sesungguhnya' yang digunakan manusia untuk berkomunikasi, dengan 'bahasa' yang digunakan oleh hewan tertentu, misalnya simpanse dan lumba-lumba. 

Tetapi kita tidak akan bicara mengenai perbedaan bahasa manusia dan hewan disini.

Kembali ke topik, mungkin beberapa dari kalian pernah memikirkan, bagaimana kita bisa sampai ke sistem waktu yang saat ini dipakai.
sumber
Untuk membayangkannya dengan lebih asik, mari simak penggambaran berikut.
Akan diperkenalkan seorang yang hidup di zaman dimana belum dikenal yang namanya tanggal, bulan, bahkan tahun. Sebut saja dia Emit. Sila bayangkan ia berkelana menyusuri daratan pegunungan, menghadang teriknya matahari musim panas, deru angin musim gugur, hembus salju musim dingin, dan warni bunga musim semi. Oke, baiklah, dengan sudut pandang tropis, anggap ia berkelana menghadang debu panas musim kemarau, dan genangan banjir musim hujan.

Emit memperhatikan bahwa musim ini datang secara teratur. Maka ia sebutlah periode antar musim yang sama ini sebagai satu 'tahun'. Dan ia perhatikan pula, bahwa Matahari terbit dan terbenam secara teratur. Maka Emit menyebut proses terbit-terbenamnya Matahari ini sebagai 'hari'.

Tak lama, muncul masalah baru. Emit kebingungan ketika ingin menandai satu 'hari' tertentu dalam satu 'tahun' yang tadi. Setelah mengamati langit, Emit mendapati bahwa 1 tahun terdiri dari lebih dari 360 hari. Emit kesulitan untuk menghitung hingga 300, karenanya ia merenungkan, bagaimana satu 'tahun' ini harus dibagi supaya lebih enak digunakan ketika ingin menunjukkan waktu. Ia menengok langit malam, yang dihiasi Bulan purnama. Ia tersadar, jika kenampakan (fase) Bulan senantiasa berubah dari waktu ke waktu, dan waktu antara Bulan purnama ke Bulan purnama berikutnya adalah hampir 30 hari. Akhirnya, Emit menandai periode ini sebagai satu 'bulan'.
Dan rupanya 360 dibagi 30 hasilnya adalah 12. Girang sekali Emit, dan ia buat sistem penanggalan dengan satu tahun terdiri dari 12 bulan, yang secara keseluruhan adalah 360 hari.

Emit adalah makhluk sosial, sehingga ia perlu berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Emit menyampaikan gagasannya kepada masyarakat sekitar. Syukurlah, masyarakat menyambut dengan antusias ide tersebut. Emit pun mulai terkenal di desanya, dan perlahan mulai masyhur namanya, antar padang rumput, antar pegunungan.

Tetapi ada satu pihak yang protes. Mereka ini, sang pemrotes, memuja benda langit, dan mereka perhatikan bahwa sistem buatan Emit ini tidak mengakomodasi kepercayaan mereka. Akhirnya mereka mengajukan untuk membagi tahun dalam kelompok-kelompok hari. Mereka hitung jumlah sesembahan mereka, benda langit yang mereka lihat bergerak perlahan di langit hari demi-hari. Ada Matahari, Bulan, dan planet-planet Mars, Merkurius, Jupiter, Venus, Saturnus. Semuanya ada tujuh, dan mereka ajukan sebuah periode selama tujuh hari untuk membagi hari dalam setahun menjadi satu kelompok. Mereka beri nama periode ini, satu 'pekan' atau 'minggu'.
Karena Emit tidak ingin memicu permusuhan, maka diterimanya pengajuan itu, dan ia gabungkan kedalam sistem buatannya tadi. Sehingga satu tahun tetap terbagi menjadi 12 bulan, dan juga terbagi menjadi kelompok-kelompok 'pekan', yang jumlahnya sampai lebih dari 50 dalam satu tahunnya. 50 dibagi 12 hasilnya sedikit lebih dari 4, dan mereka seragamkan dengan mengatakan bahwa satu bulan terdiri dari kurang lebih 4 pekan.

Emit pun kian terkenal, dan ia pun mulai rajin menerima kunjungan dari orang di seantero benua. Biasanya ia mendidik, berdiskusi, atau sekadar beramah-tamah dengan pengunjungnya. Tetapi, lama-lama ia kebingungan, karena seringkali pengunjungnya datang pada waktu yang bersamaan. Akibatnya ia terpaksa menjamu mereka sekaligus. Emit merasa bahwa jamuan berjamaah ini kurang mendekatkannya kepada masing-masing pengunjung, sehingga ia memutuskan untuk membagi satu hari menjadi satuan yang lebih kecil. Tapi apa acuannya? Emit bingung. Ia mempertimbangkan pembagian antara siang dan malam, tetapi panjang siang dan malam tidak tetap seiring berjalannya satu tahun. Emit memutuskan untuk membicarakannya dengan para pengunjung suatu hari. Rupanya, seorang dari Mesir, peradaban maju itu, mengusulkan pembagian dengan 12. Katanya, orang Mesir sudah terbiasa membagi siang dan malam, masing-masingnya menjadi 12 bagian. Mereka sepakat menamai satu bagian ini 'jam', dan supaya panjangnya tetap, Emit menyamakan panjang masing-masing bagian 'jam' siang dengan bagian 'jam' malam. Akhirnya didapatlah 24 jam sebagai panjang satu hari.
(Pembagian 24 jam menjadi 2 bagian mungkin menjadi asal mula adanya A.M.–ante meridiem, sebelum tengah hari; dan P.M.–post meridiem, setelah tengah hari–pen.)

Makin lama, makin banyak orang mengunjungi Emit tiap hari. Dan makin lama, pertanyaan yang diajukan makin detail dan sulit. Terkadang Emit kebingungan menjawabnya, dan ia meminta izin untuk beristirahat sejenak, menyegarkan pikiran. Tetapi berapa lama tepatnya? Emit bingung, karena bagaimanapun juga, satu jam terlalu lama untuk sekadar menyegarkan pikiran. Masa' saya harus bilang 'seperempat jam'? Emit berpikir, akan sangat baik jika satu jam dibagi menjadi beberapa bagian lagi, sekaligus untuk meningkatkan ketepatan sistem waktunya.
Beruntung sekali Emit ini, rupanya salah satu hadirin di rumahnya saat itu sedikit mengenal kebudayaan Babilonia. Disana, katanya, orang biasa menggunakan perhitungan dengan basis 60, maka bukankah bagus jika 1 jam juga dibagi menjadi 60 bagian? (Saat ini kita menggunakan perhitungan berbasis 10–pen.)
Tanpa perlu banyak-banyak berpikir, Emit menyanggupi usul itu. Lagipula 60 mudah dibagi dengan 2, 3, 4, 5, 6 dan seterusnya. Maka ia buatlah satu jam terbagi menjadi 60 bagian, masing-masing bagian ia beri nama 'menit'.

Emit sekarang memiliki sistem waktu yang begitu rinci, mulai dari tahun sampai menit. Sistem waktunya pun sudah cukup banyak dipakai oleh orang-orang di sekitarnya. Atas pertimbangan ketelitian ini, Emit menambahkan lagi satuan waktu dengan membagi satu menit menjadi 60 bagian, sebanding dengan satu jam yang dibagi menjadi 60 menit. Bagian-bagian hasil pembagian dari satu menit ini dikenal dengan nama 'detik'. Berhubung durasi satu detik sudah sangat 'cepat', Emit tidak berencana untuk membubuhkan satuan lagi untuk membagi detik. Sudahlah, kalau nanti ada yang ingin memperbarui sistem ini, silakan saja.

***
 Cerita diatas mungkin bisa mewakili apa yang kira-kira menjadi cikal-bakal dari sistem waktu yang biasa kita pakai saat ini. Meskipun begitu, perlu diketahui bahwa sistem waktu yang ada ini tidak terbentuk dari satu kebudayaan saja. Sistem ini berkembang di berbagai kebudayaan yang saat itu sudah cukup maju untuk menyadari pentingnya sistem waktu, dan seiring bertemunya tiap-tiap kebudayaan ini, sistem yang mereka gunakan perlahan membaur. Pembauran antarsistem ini terus terjadi sampai sebuah kesepakatan meresmikan salah satu kombinasi dari sistem yang sudah ada itu, sebagai sistem waktu yang mereka pakai dalam keseharian mereka. Penggunaan standar waktu jam-menit diduga sudah dikenal oleh bangsa Romawi, dan di menara jam abad pertengahan, orang sudah mulai menyertakan jarum detik. 
Sekali lagi, sistem waktu ini tidak terbentuk hanya di satu lokasi statis sebagaimana mungkin tergambar diatas, apalagi disusun oleh satu orang bernama Emit. Karena nama 'Emit' sendiri berasal dari 'Time' (waktu) yang dibaca terbalik.
Untuk bacaan tambahan, dipersilakan mengunjungi laman berikut:
http://askville.amazon.com/concept-time-created-60-seconds-minute-minutes-hour-24-hours/AnswerViewer.do?requestId=5859031
http://www.scientificamerican.com/article.cfm?id=experts-time-division-days-hours-minutes
http://science.howstuffworks.com/science-vs-myth/everyday-myths/time2.htm
http://mathcentral.uregina.ca/QQ/database/QQ.09.01/andy1.html

Merasa kenal jam ini? Sila cek sumber

Sekarang, ayo ditelusuri lebih jauh:

Tahun: Sebagai salah satu besaran yang standarnya dapat ditentukan dengan baik secara astronomis, tahun ada banyak macamnya. Ketika kita membicarakan tahun dalam pemaknaan periode (bukan dalam penanggalan), maka akan kita dapati istilah seperti 'tahun sideris', 'tahun tropis' dan seterusnya.
Tahun sideris mewakili perjalanan Bumi melintasi satu orbit penuh mengelilingi Matahari. Lama satu tahun sideris ini sekitar 365,2564 hari.
Sementara tahun tropis mewakili lama 'perjalanan' Matahari di langit, yaitu durasi antara dua konfigurasi yang sama (misalnya, antara titik balik musim panas ke titik balik berikutnya). Lama satu tahun tropis rata-rata adalah 365,2422 hari, dan durasi inilah yang dijadikan acuan pendekatan dalam merumuskan kalender Gregorian pada tahun 1582. Lebih lengkap mengenai kalender bisa disimak di sini.
Ketika bicara penanggalan, maka paling tidak ada dua jenis kalender yang digunakan secara luas: 
  • Kalender dengan dasar Matahari seperti kalender Gregorian, atau 
  • Kalender dengan dasar Bulan seperti kalender Islam. 
Untuk kalender Matahari, panjang tahun disesuaikan dengan periode tahun tropis. Sementara untuk kalender Islam, panjang tahun adalah total durasi 12 bulan, dimana satu bulan menandai periode antara fase bulan baru ke bulan baru berikutnya. Jika dihitung, satu tahun kalender Islam akan memiliki durasi rata-rata sebesar 354,3671 hari.

Bulan: Meskipun penentuan satu bulan selama sekitar 30 hari diyakini berkaitan dengan selang waktu antara dua fase bulan baru, dalam perkembangannya 'bulan' dalam kalender Matahari menjadi sebatas pembagi. Daftar berikut ini pun dapat menunjukkan bagaimana bulan-bulan di kalender Matahari, dalam hal ini, Julian, menjadi ajang pengukuhan reputasi oleh sang kaisar Julius dan sepupunya Augustus. Nama mereka berdua masih terabadikan di kalender yang terpajang di mana-mana, mulai dari warung Tegal hingga kantor pak menteri. 
  1. Maret/Martius (diambil dari nama dewa perang Romawi, Mars)
  2. April/Aprilius (diambil dari kata Latin, aperire, yang artinya 'membuka')
  3. Mei/Maius (diambil dari nama dewi pertumbuhan Romawi, Maia)
  4. Juni/Junius (diambil dari nama dewi Romawi, Juno)
  5. Juli/Julius/Quintilius (nama aslinya diambil dari kata Latin quinque, lima; Caesar Julius mengganti nama bulan tersebut sesuai namanya sendiri)
  6. Agustus/Augustus/Sextilius (nama aslinya diambil dari kata Latin sex, enam; Caesar Augustus mengikuti jejak pamannya Julius dengan menamai nama bulan dari namanya)
  7. September/Septembris (nama aslinya diambil dari kata Latin septem, tujuh)
  8. Oktober/Octobris (nama aslinya diambil dari kata Latin octo, delapan)
  9. November/Novembris (nama aslinya diambil dari kata Latin novem, sembilan)
  10. December/Decembris (nama aslinya diambil dari kata Latin decem, sepuluh)
  11. Januari/Januarius (diambil dari nama dewa penjaga pintu gerbang Olympus, Janus)
  12. Februari/Februarius (diambil dari nama dewa pemurnian Romawi, Februus)
Daftar ini pernah disertakan di artikel 40.

Pekan: Beberapa negara menyandang nama dewa-dewi yang diwakili oleh Matahari, Bulan dan kelima planet sebagai pengisi nama-nama hari. Berikut asal usul nama hari dalam bahasa Inggris:
  • Monday/Moon's Day, yaitu Hari Bulan.
  • Tuesday/Tiw's Day, dimana Tiw dalam mitologi Romawi ekuivalen dengan Mars.
  • Wednesday/Woden's Day, dimana Woden/Odin dalam mitologi Romawi ekuivalen dengan Merkurius.
  • Thursday/Thor's Day, dimana Thor dalam mitologi Romawi ekuivalen dengan Jupiter
  • Friday/Frigg's Day, dimana Frigg/Freyta dalam mitologi Romawi ekuivalen dengan Venus.
  • Saturday/Saturn's Day, yaitu Hari Saturnus
  • Sunday/Sun's Day, yaitu Hari Matahari.
Negara seperti Jepang dan Korea mengadopsi penamaan hari yang mirip dengan Inggris, hanya saja di kedua negara, nama hari dan nama planet yang diwakilinya diasosiasikan dengan elemen (berurutan: bulan, api, air, kayu, emas, tanah, matahari). Sebagai contoh, Jumat (金曜日, kin'youbi/금요일, geumyoil) diwakili oleh planet Venus (金星, kin'sei/금성, geumseong; bintang emas). Cocok dengan penamaan Friday atau hari Venus untuk hari Jumat.
Negara seperti Arab dan China justru menggunakan penamaan yang lebih sederhana.
Di Arab, hari Ahad/Minggu ( الأحد) berarti hari pertama, selanjutnya Itsnain/Senin atau hari kedua ( الإثني), seterusnya sampai Sabt/Sabtu hari ketujuh ( السَّبْت). Pengecualian ada di hari 'keenam', yaitu hari Jum'ah/Jumat ( الجُمْعَة).
Untuk China, penghitungan dimulai dari hari Senin sebagai hari pertama (星期一) sampai Sabtu sebagai hari keenam (星期六), dengan hari ketujuh disebut sebagai hari ibadah (星期日 atau 星期天). (Menurut situs ini, hari ibadah ditempatkan sebelum hari pertama [Senin] hingga keenam [Sabtu].)
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia mengadopsi nama-nama hari dalam bahasa Arab, dari الإثني Itsnain menjadi Senin, dari الأَرْبعاء Arba'a menjadi Rabu, dan lainnya. Pengecualian ada di hari الأحد Ahad, yang di Indonesia lebih umum dikenal sebagai Minggu. (Dalam prakteknya, orang Indonesia seringkali juga menggunakan istilah 'minggu' semakna dengan 'pekan'.) Nama Minggu sendiri adalah serapan dari nama Portugis Domingo, yang pada gilirannya berasal dari bahasa Latin Dominic (berarti Lord/Tuhan). Nama serapan yang ini umum dikenal di negara berbahasa Roman, seperti Spanyol, Italia, Prancis, atau Romania.
Sementara itu, negeri jiran, Malaysia, mengadopsi nama Arab untuk hari-hari secara penuh, termasuk penggunaan nama Ahad, alih-alih Minggu. Perbedaan gaya penyerapan hanya tampak kentara pada Isnin (Malaysia) dan Senin (Indonesia).
Lebih lengkapnya sila menyimak laman ini.

Sistem Waktu Harian: Dalam sistem waktu yang digunakan mayoritas penduduk Bumi saat ini, pergantian hari terjadi pada tengah malam. Dulunya, pergantian hari dijadwalkan pada tengah hari, berhubung lebih mudah untuk mengamati apakah Matahari sudah mencapai tinggi maksimumnya atau belum. Tetapi muncul keluhan dari orang-orang yang merasa bahwa pergantian hari di tengah aktivitas terasa merepotkan, sehingga kemudian pergantian hari digeser menjadi tengah malam. Perbedaan lain ada di sistem waktu Islam dan Yahudi yang menggunakan terbenamnya Matahari sebagai indikator pergantian hari.
Pembagian zona waktu per 20 September 2011.
Sebagai sistem yang akan digunakan secara global, diperlukan keseragaman dalam penentuan waktu disana-sini. Nyatanya, sampai akhir abad ke-19, warga dunia masih menyetel jamnya masing-masing tanpa standar tertentu. Melihat ini, seorang bernama Sir Sandford Fleming mengusulkan pembagian zona waktu menjadi 24 bagian, masing-masing mewakili satu jam dan wilayah selebar 15 derajat bujur. Totalnya akan menjadi 360 derajat. Sistem yang bagus? Masalah kemudian muncul di penentuan bujur acuan. Karena bujur acuan ini bisa ditetapkan dimana saja, sesuai dengan kesepakatan, maka berbagai negara berlomba mengajukan garis bujur nol yang melewati negara mereka. Salah satu yang terkenal mungkin adalah Garis Mawar yang dipopulerkan Dan Brown di novelnya The Da Vinci Code.
Akhirnya, bujur nol dihibahkan kepada Royal Observatory di Greenwich, dekat London, Inggris, dengan argumen bahwa mayoritas peta navigasi yang beredar menggunakan Greenwich sebagai bujur nol. Ketetapan ini diberlakukan mulai tahun 1884 di International Meridian Conference, dan perlahan diadopsi oleh negara-negara sampai tahun 1972, ketika diperkenalkan konsep Universal Time (UT), dan detik kabisat. Untuk bacaan lebih lanjut mengenai detik kabisat, bisa membaca laman ini.

Sejak 1972, sistem waktu yang digunakan di seluruh dunia relatif telah mencapai keseragaman, dengan diperkenalkannya jam atom internasional (Temps Atomique International, TAI) yang memanfaatkan periodisasi dari atom cesium-133 untuk meningkatkan akurasi penghitungan detik. Sekarang, kebanyakan penelitian yang berskala global (misalnya pengamatan komet) dicatatkan dengan menyebutkan waktu UT alih-alih waktu lokal.

Wah, cerita yang tadi sudah berlalu begitu jauh, rupanya.
Mungkin demikian penjelasan sederhana tapi rumit yang bisa penulis berikan. Semoga bisa dinikmati.
Sampai jumpa di tulisan selanjutnya, nanti!
(:g)
Lanjutkan baca »

Jumat, 20 September 2013

Article#208 - Kutipan Hari Ini

"Do not raise your children the way [your] parents raised you, they were born for a different time."
– Didiklah anakmu dengan cara yang berbeda dengan orangtuamu mendidikmu, anakmu akan hidup di zaman yang berbeda.

~dikutip dari kutipan milik Ali bin Abi Thalib, r.a., salah satu tokoh Islam sekaligus menantu Rasulullah Muhammad s.a.w. Bahasa asli dalam bahasa Arab. Dikutip pada Jumat, 20 September 2013, 23:31 (UT+7)

sumber
Lanjutkan baca »

Kamis, 19 September 2013

Article#207 - Guru Bangsa Kecil-kecilan

sumber
Bung Karno maunya serba-lekas. Kalau nuruti dia, pengin sejajar Amrik, sekarang juga kita bisa bangkit sejajar. Logika Bung Hatta lain lagi. Perlahan tapi pasti. Pendidikan menjadi jalurnya.

Artinya, sekarang kita baru mulai siap-siap. Didik anak-anak untuk tidak bermental rendah diri. Kita mulai bikin kokoh mental mereka sejak usia dini untuk kelak merasa semartabat Washington, Beijing, London, Singapura, Tokyo dan lain-lain.

Kita ajarkan bahwa bangsa Indonesia tak DIJAJAH Belanda 350 tahun, tapi 350 tahun BERPERANG melawan Belanda. Kita insyafkan sejak usia dini bahwa selama ini kita ditipu oleh sejarah yang data-datanya dipasok oleh asing. Faktanya, yang bertaklukan cuma kraton-kraton karena rusaknya mental raja. Tapi pemberontakan rakyat terus terjadi di seluruh penjuru Nusantara bahkan sampai menjelang 1945.

Kita tempakan sejak usia dini bahwa bangsa Indonesia dulu-dulunya kreatif. Semua hal dari luar tak pernah ditampik, tapi sekaligus juga tak pernah ditelan bulat-bulat. Semuanya dicerna dalam metabolisme kearifan lokal. Maka sepatu menjadi selop. Trompet dan trombon menjadi pengiring tanjidor. Musik Portugis menjadi keroncong. Padi masuk dari India menjadi sistem persawahan yang tak persis dengan di India. Ritme diksi dari Afrika menjadi dangdut. Dan sebagainya.

Bayangkan setelah 15 tahun pertumbuhan anak-anak akan matang berkarakter. Daya mereka di berbagai bidang sejak IT, manajemen, hukum, kedokteran, biologi, kelautan dan lain-lain tidak dihambakan untuk tuan asing. Mereka tak memakai kemahirannya untuk menjadi jongos asing mengeruk batubara, sawit, gas dan kekayaan Nusantara lainnya.

Saya dan rata-rata orang berusia pembaca Area sudah telat ...Sudah salah didik sejak kanak-kanak. Contoh-contoh kecil saja. Kita misalnya sejak bocah sudah terlanjur dididik bahwa tangga nada itu ya do re mi fa sol. Tertanam lengketlah dalil itu sampai sekarang. Tanpa sadar, kita selalu bernyanyi dan bersenandung cuma atas dasar tangga nada itu. Padahal Jawa punya tangga nada, Sunda, Minang, Madura... masyakarat Flores dan lain-lain.

Di bidang-bidang lainnya, misalnya hukum, mudah dipastikan kita tak tahu hukum-hukum adat. Tahunya cuma hukum asing yang kita serap mentah-mentah tanpa metabolisme kreatif dengan norma, nilai maupun etika nenek-moyang sendiri yang pernah muncul di berbagai daerah di Nusantara.

Dengan kata lain, saya sedang ingin mengajak pembaca Area yang punya kepedulian untuk kecil-kecilan menjadi guru. Tak harus guru formal yang berdiri di depan kelas, tapi Gur-u' dalam bahasa Sansekerta yang bermakna "mengandung tujuan mulia untuk dijalarkan pada sesama."

Ah, begitu banyak anak kecil di sekitar kita yang bisa kita jalari kehormatan sebagai bangsa.

Jangan lupa. Bung Hatta itu dasarnya pendidik. Sama halnya dengan Soedirman, Djuanda, Mohammad Natsir, Tan Malaka, Sutan Syahrir dan lain-lain. Yang mereka ajarkan kadang juga tak seyem-seyem seperti berhitung, sejarah, bahasa Belanda. Ketika dibuang ke Bandaneira misalnya, Hatta "cuma" ngajari bocah-bocah mengecat perahu dengan warna Merah dan Putih.

Karena pentingnya guru, seorang teman malah mengingatkan saya, sebutan Guru Bangsa cuma ada di Indonesia. Di tempat-tempat lain, George Washington dan Thomas Jefferson disebut Founding Fathers. Bukan Guru Bangsa.

~dikutip dari Guru Bangsa Kecil-kecilan, tulisan Sujiwo Tejo yang dimuat di Majalah AREA edisi 97. Dikutip dari situs sujiwotejo.com pada Kamis, 19 September 2013, 17:34 (UT+7)
Lanjutkan baca »

Rabu, 18 September 2013

Article#206 - When You Think About It.. - 3

Yiiihaaa. Another life cycle, another piece of food (?), and here it is, another comic post for this silly blog. The previous two comic posts posted here in this blog have been taken from the same source, that is, zenpencils.com. This one is taken from the same site as well. And, yeah, they share the similar post title in this blog. Enjoy,
Re-inspired by the 9gag post. Courtesy to zenpencils.com
Quotes by Alan Watts (1915-1973), an English philosopher and writer who was renowned for publishing numerous books on Zen and Eastern philosophy, particularly during his stay in US.
This one is good to help ourselves reflect about the past decisions, in my opinion.

And hey, this zenpencils.com site is one great place to learn.
Lanjutkan baca »

Kamis, 12 September 2013

Article#205 - Habis Terang Terbitlah Gelap

Sepercik ramai sambangi malam
Melebur hidup dalam temaram
Mengajak hati lupakan kelam
Berkelana menyusur masa silam
Selalu ada tersimpan dalam
Desiran cerita terus teredam
Selayaknya bara dalam sekam
Tetapi yang ini, ia api hitam
Yang terasa seperti pahit geram

Hei dunia, akankah kaubiarkan dirimu diam?
Kami semua telah jenuh akan asam garam
Masa depan dan kenangan kami masih saja buram
Terus saja berharap, tak akan terus bungkam

Mari simak naskah mereka yang bersandar
Berusaha tetap teguh dalam guncangan alam sadar
Pagi dicemil dengan getir, siang diseduh sabar
Dan dibiarkan malam mengering, berbumbu kelakar
Kepada cerita, mereka menatap nanar
Dan kepada lahir, mereka setia mengakar

Hei kawan, amatilah gejolak yang perlahan terungkap
Lupakan getar, bawalah cahaya meski tak lengkap
Karena ketika habis terang, akan terbit gelap
Tetapi dalam tiap gelap, harap takkan menguap

Matinya harap berarti hilangnya cerlang
Padahal gelap ada karena tiadanya terang
Mari kita belajar dari kunang-kunang
Yang cahayanya dalam malam tak jua lekang
Kami terbungkam, bukan berarti kami kalah menghilang
Karena setelah malam tergelap akan silaulah terang siang

Terhatur salam dari kami, kaum lagak durjana
Kaum yang sadar, tiada guna meratap dunia fana
Kami akan selalu setia menanti akhirat sana
Namun, selama kami disini, perjuangan takkan sirna
Kami ucapkan selamat tinggal bagi mereka yang terlena
Dituntun manis diri menuju gelap bencana
Karena yang penting bukanlah lebih dulu gelap atau terang
Mana yang bisa kau pertahankan yang akan menentukan

sumber

Hari 6730, ditemani deru malam yang lelah.
Terhatur dalam hening yang tak sepenuhnya nyata,
Senin, 9 September 2013, 23:14 (UT+7)
6°53'01.63"S, 107°36'51.51"E
Lanjutkan baca »

Selasa, 10 September 2013

Article#204 - Kutipan Hari Ini

"How lucky I am to have something that makes saying goodbye so hard."

~quoted by Alan Alexander Milne (1882-1956) as a quote of his work of Winnie the Pooh. Quoted at 10th September, 2013, 10:10 (UT+7)

source



Lanjutkan baca »

Article#203 - Bukan Konsumsi Publik

Awalnya penulis kebingungan dan tak punya ide untuk membuat tulisan khusus dalam rangka menyemarakkan ultah angkatan 15 MAN Insan Cendekia Serpong, Gycentium Credas Disorator, ini.
Namun semua berubah saat negara api menyerang banyaknya dinamika hidup dalam 4 hari terakhir berhasil menyumbangkan cukup ide untuk penulis untuk ikut meramaikan pada acara ultah kali ini. Lah kan telat? Ya, tahu, iyaa, tahu iya, tahu? Tak apa kan ya.
(Re: Kata 'ultah' disini digunakan untuk tanggal Masehi 6 September, dan kata 'milad' disini digunakan untuk tanggal Islam 16 Ramadhan. Alasannya? Meningkatkan efisiensi penulisan, yang pada akhirnya tetap saja lamban.)

Sedikit kilas balik,
6 September 2010 M, ultah pertama angkatan. Saat itu, yang menjadi pusat pembahasan terkait ultah adalah sebuah post di grup fesbuk angkatan, yang 'dihadiahi' begitu banyak komentar. (penulis lupa mencatat sampai berapa banyak komennya saat itu)
Jadinya berapa banyak komentar ya waktu itu?
16 Ramadhan 1431 H, milad pertama angkatan. Tak banyak rekaman saat itu yang masih tersimpan, kalaupun ada, ada yang ingat, ngapain aja saat itu?

Lanjut tahun kedua, 6 September 2011 M. Kalau tak salah saat itu adalah beberapa hari menuju selesainya libur Idul Fitri 1432 H. Bagi penulis, kasusnya serupa dengan milad pertama: Tak cukup dokumentasi.

16 Ramadhan 1432 H, milad kedua angkatan. Nah yang satu ini diperingati dengan cukup meriah, dokumentasinya pun cukup banyak. Sayangnya jiwa pengumpul data yang penulis punya kurang berkelas, akhirnya tak banyak arsip yang berhasil dikumpulkan. Tetap saja, silakan berkelana menelusuri masa.
(Doumentasi tertulis salah satunya ada di sini. Dipersilakan yang punya tautan ke dokumentasi lain, untuk membagikannya.)
Dekor yang asik seperti biasa. sumber
Trio gitaris gaul kita, apalagi yang paling kanan, super gaul lah, sampe nengok entah kemana. Lengkapnya ada disini dan disini
Lanjut,
6 September 2012 M, ultah ketiga angkatan. Kali ini, berhubung perayaan digelar setelah kelulusan, maka massa angkatan menggelarnya terpisah-pisah, dengan konsentrasi terbesar di Depok, Bandung dan Jogja. Terpisah jauh? Ayolah, ini sudah abad ke-21, jarak seharusnya bukan lagi soal. Jangan tersinggung ya yang lagi LDR. Dalam perayaan yang ini pun, diadakan korespondensi antar massa yang berkumpul di Depok, Bandung, Jogja, bahkan di Padang. Sekali lagi, penulis punya jiwa pengumpul data yang lemah, jadi hanya mampu menemukan tautan ini sebagai kumpulan dokumentasi. Lagi, dipersilakan bagi yang punya tautan lain untuk menyumbangkan tautannya.

Kue buatan Gycen JKT 49, detailnya silakan ditanyakan ke pihak terkait. Terutama kalau mau minta resep (?)
Lumayan buat pelepas lapar, khususnya lapar mata
16 Ramadhan 1433 H, milad ketiga angkatan. Lagi-lagi, penulis tak berhasil menemukan cukup banyak dokumentasi untuk yang ini. Lagipula, sepanjang ingatan penulis, milad yang ini memang tak begitu ramai diperingati. Ada yang ingat?

Supaya alurnya kembali runtut, untuk edisi tahun 1434/2013 akan diurutkan berdasar pada waktu pelaksanaan.
16 Ramadhan 1434 H, milad keempat angkatan. kali ini, sudah ada sedikit gembar-gembor di grup fesbuk untuk meramaikannya dengan tagar  pada tanggal terkait, yang juga bertepatan dengan 25 Juli 2013 lalu. (gcd merujuk ke inisial nama angkatan, 4 merujuk ke usia angkatan, 15 merujuk ke nomor angkatan di almamater.) Entah di fesbuk (yang beberapa waktu sebelumnya 'mengizinkan' penggunanya untuk leluasa bertagar ria) atau di twiter, beranda akun warga angkatan dipenuhi oleh tagar terkait dimana-mana. Ribut? Media sosial tidak bersuara. Rusuh? Tentunya. Asik? Apalagi.
Salah satu gambar yang muncul dengan tagar yang sama. Terimakasih untuk si Abang yang telah ikhlas mencarikan.
Yang ini bikinan Mamah Ifah
Dan yang paling mutakhir, adalah ultah keempat angkatan, yang baru berlangsung empat hari yang lalu. Sebagaimana yang terjadi pada ultah ketiga, pada ultah keempat ini massa angkatan yang berdomisili di tiap-tiap kota, utamanya Jakarta, Bandung dan Jogja. Tetapi, sejauh ini penulis belum berhasil menemukan dokumentasi perayaan ultah dari Gycen Jakarta. Yang berhasil penulis temukan hanyalah ini, ini dan ini.
Ultah ketiga (kiri), ultah keempat (kanan), dari massa Gycen Jogja. Jadi penasaran, siapa yang membuat kedua kue ini?
Tetapi, penulis merasa sedikit banyak cukup memahami agenda perayaan ultah keempat ini dari pihak massa Gycen Bandung Ceria (GBC, meski kepanjangan yang bener bukan gitu kayaknya). Sebagai tamu tak diundang yang mendadak muncul pada sore hari 6 September 2013 di kandang kelinci kontrakan para lelaki GBC, penulis berkesempatan untuk mencicipi sedikit bagaimana perayaan yang masih disempatkan para massa Bandung di tengah persiapan penyambutan anggota baru IAIC Bandung dari angkatan Foranza, esok harinya.

Terlihat sangat sibuk
...Apa itu yang di tengah
...Daan masih saja sadar kamera
Yak, kilas baliknya cukup sampai disini saja. Disini akan penulis sampaikan ucapan ulang tahun yang diberikan dengan persetujuan penuh dari beberapa anak angkatan. 
P.S.: Kutipan merupakan pertanggungjawaban penuh tiap-tiap pencetusnya. Nama, wajah, NIM dan suara disamarkan. 

Iskandar 
"Selamat ulang tahun gycen!!! Moga cpet lulus kuliah cepet kawin, terus cepet nikah, tetap waspada, waswas pada dada"

Awi 
"gyceeennn slamat ulang tahun, jangan lupa kabar-kabar kalo ada kabar gembira dari kalian, entah apapun itu, nikah, sunatan anak, ataun apalah gak penting yang penting 'langsung dah'"

Irfan 
"gradiator semoga bisa berubah bukan cuma mikir makan apa hari ini, seenggaknya buat besok, klo bisa mikirin makan anak orang"

Ibnu
"semoga nanti tahun 2020 ada yang merayakan ultah gycen berdua bareng gue"

Pimgi 
"selamat hari milad buat gycen. semoga jodohnya lancar."

Hilmy
"slmet milad gycen semoga jangan tua" (?)

Faqih
"Semoga di surga pun kita bisa reuni :)"

Nah, kutipannya bagus-bagus kan? Penulis merasa kumpulan kutipan yang begitu beragam ini layak dijadikan gambaran sebuah angkatan yang penuh warna. Dan penuh rusuh tentunya. Karena untuk kanvas hidup yang lengkap, diperlukan kombinasi warna yang asik. Tetapi tak apa kan ya, jika kutipan diatas nggak diwarnai. Biarlah hati kalian yang mewarnainya. (eaa)

Untuk hidangan menjelang penutup, saya persilakan mengunjungi laman berikut untuk dosis keseruan ekstra.
GIF (Gambar Idup File) Gycen oleh bung Muhammad Irfan
Video MGCD4 oleh bung Ahmad Faiz
Lagu "Oh Gradiator" oleh bung Alam Afif "Black30" Makarim cs.

"I'm ending up better for this in the end
You'll get a letter addressed to a friend
A friend who's like no friend that I've ever known
"

Sebelum penulis akhiri tulisan ini, akan diucapkan pula mohon maaf kepada abang-abang dan mbak-mbak BPH angkatan, karena aye tak menulis sesuatu sesuai dengan tema yang diminta. Yang 15 tahun ke depan itu, biarlah diwakili oleh kawan yang lain. Cukup disini ditebar sedikit kerusuhan, lagipula disini darah melanggar peraturan kadang-kadang menggelegak begitu kuatnya.
Akhir kata, kalau dari tadi penulis mengutip kata orang lain terus, kini giliran penulis untuk tebar pesona kutipan.
"Teruslah Cerdas, Berkarya dan Berguna!"
(:g)
Lanjutkan baca »

Kamis, 05 September 2013

Article#202 - Merombak Pemikiran Sejenak

Ada saat-saat dimana kita merasa bahwa pendapat yang kita kemukakan begitu hebat, tak terbantahkan dan tak mungkin salah.
Ada juga saat dimana kita begitu yakin dengan apa yang dipercaya, sampai gelap mata akan pendapat yang mencoba menyanggah.
Tetapi apa yang akan kaulakukan, jika apa-apa yang kaukemukakan itu terbukti salah?
Apa yang akan kaulakukan, jika ternyata apa yang kau yakini itu harus dirombak?

.
..
...
Wahwahwah, saya tak akan memberi serangkaian kata-kata berderet a la motivator gadungan disini. Saya hanya akan memberikan sederetan contoh mengenai pola pikir yang berbeda, yang sering disalahkan karena tak mematuhi prosedur yang seharusnya, padahal ia hanyalah produk dari kesepakatan yang berbeda.

Matematika bisa dijadikan sebagai contoh sebuah cabang ilmu yang disebut 'pasti'. Se-'pasti' apakah matematika? Silakan amati pada contoh di bawah ini.
Apa yang ditampilkan disini bisa benar, bisa salah, tergantung sudut pandang pembaca sekalian.
Selamat menikmati.
Mari berdansa a la matematika
"Jelaskan bentuk grafik." 



Mari bersikap realistis.

Hayo Profesor, yang konsisten...

Tak ada maksud mengejek kalian, para gadis.
Seperti sedikit saya tulis diatas, meski sering dilabeli 'ilmu pasti', matematika dan perhitungan di dalamnya sarat dengan kesepakatan yang dibentuk pada awal perkembangannya. Sama dengan berbagai cabang ilmu lainnya, yang dibangun dari fondasi kesepakatan yang kuat, lantas disusun dalam suatu konstruksi kokoh ilmu.
Mari diuji kekokohannya.
Cukup sekian, mungkin. Selamat merombak pemikiran! (:g) (gambar diambil dari serakan di dunia maya)
Lanjutkan baca »

Senin, 02 September 2013

Article#201 - Kutipan Hari Ini

"Jangan sering-sering menoleh masa lalu kalau ingin menuju masa depan, nanti hatinya tersangkut."

~dikutip dari kata-kata Tere Liye (Darwis), penulis Indonesia. Dikutip pada Selasa, 27 Agustus 2013, 07:10 (UT+7)

sumber

Lanjutkan baca »
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...