Kamis, 30 April 2015

Article#414 - Bulan Juga Berputar

Kita terbiasa menyaksikan Bulan yang senantiasa menghadapkan wajah yang sama. Yah, tidak selalu juga, sih.
Padahal, sebenarnya seperti inilah rupa Bulan jika diamati dari arah Matahari. Tetap berputar pada porosnya, sebagaimana Bumi dan banyak benda langit lainnya. Kenapa berputar? Sila cek tautan ini.


Udah itu aja yah.
Sila simak juga video berikut.

Lanjutkan baca »

Minggu, 26 April 2015

Article#413 - Rattles and Rubbles

It was a bustling Saturday noon, at the valley that serves as a melting pot among the abode of snows. The ever vibrant city of temples, house to just over a million inhabitants, continued to sustain its warm, welcoming nature even during the weekends. This, among other things related to the abodes, has attracted millions of curious tourists, travelers, and the proud youngsters of the village, taking part in a developing, lively culture.

They were about halfway done in their activities at the day. It was initially a slow movement, yet sure; silently crept as the working people started to hear their stomaches crying for lunch.
And then there was the temblor.

It never takes its time too long for a strike - minutes at the longest. As faults and fractures failed to hinder the massive charade of the earth no further, the ground trembles, shook everything in its wake.
Those who withstood the trembles remained at their usual stance, while swiftly adjusted themselves to the rhythms of the terrestrial waltz. They stood still, and watched in awe as their weaker compatriots did not manage to cope with the rhythm, and crumbled onto each other.

It rattled. Leaving ruins behind.
There were rubbles of poorly designed buildings. There were crumbles of vanishing histories. There were shocks of worried relatives. There were collapses of trust to governmental policies. There were statements of concerning countries. But, most importantly, there are survived people trying to recover their hopes and dreams.

It may have been inevitable for the city of temples to be struck by such quakes, once in a while. After all, the driving force of the earth's charade is what have given rise to the mesmerizing presence of the abode of snows. The force that give rise to the prominence of the city's rich cultural heritage.
It may have been the force that brought the country into this unprecedented fallout. But, as it has always been, it will become the very force that helps the citizens to bounce back.
And they are not hesitate to continue looking forward.

image source
Lanjutkan baca »

Rabu, 22 April 2015

Article#412 - Kopi Internet


"Saya tidak pernah takut pada kopi darat. Dalam posisi apapun, yang namanya good old kopi darat lebih sering membawa output positif. Yang saya agak takut adalah kopi internet—apalagi social media. Kebanyakan penduduk dari bangsa yang sedang ‘Akil Baliq Internet’ ini rupanya gak sadar bahwa dirinya sedang akil baliq. Punya anak remaja? Atau masih ingat masa remaja? Ketika segala macam kita tabrak. Meja ditabrak, pintu dibanting, aturan diinjak. Pokoknya ‘gue’ adalah central of the universe. What I think is what matter. What you think doesn’t matter.

Inilah yang terjadi dalam ‘kopi internet’. Sering banget kan kita menemukan komentar-komentar kasar di internet tuh. Paling parah adalah kometar di media-media komersial yang paling suka mengadu domba pembacanya. Satu-satunya hal yang lebih buruk daripada beritanya adalah kolom komentarnya yang beramai ramai ‘memukuli si pesakitan’—kasar dan tidak punya arah.

Kebiasaan berkomentar keras dan menyakitkan ini sudah bukan eksklusif milik media komersial, tapi sudah mulai masuk ke wilayah privat kita: di wall Facebook kita, di timeline Twitter kita, dan entah di mana lagi. Kita ini sudah menjadi bangsa yang melakukan katarsis—dengan cara menyakiti orang lain menggunakan keyboard."


"Cara kita memberikan kritik kadang sudah kayak orang yang lupa bahwa semua manusia punya hati. Percaya deh prinsip ini: “Kitik positif pun akan berasa seperti racun ketika yang disasar adalah hatinya—bukan tindakannya.” Prinsip di atas ternyata sudah banyak dilupakan oleh kita ketika kita mengkritik seseorang—apakah itu bawahan, atasan, pemimpin—apalagi orang yang kita tidak kenal. Apalagi di social media.

Tarik nafassssss ..... ffffffffff.
Sahabat-sahabatku fellow Indonesians, saya langsung ingat jawaban Kang Emil tahun lalu ketika saya memberikan kritik pada metodenya..

“Saya tuh sekarang sebenarnya lagi belajar ilmu yang sulit. Ilmu Ikhlas. Ternyata itu sulit sekali ......”
Wah... rupanya di jaman akil baliq internet, kehidupan seperti inilah yang dialami oleh Kang Emil, Pak Ahok, Pak Jokowi, Bu Risma dan Pak Prabowo setiap hari, setiap detik.

Jadi malu, jangan-jangan kita ini tidak lebih dari rakyat yang menuntut pemimpin yang santun mengayomi, sementara kita, sopan pun tak kenal, apalagi santun.

Akhirnya, menjelang kepala 4 ini saya baru bener-bener mengerti apa maksud surat Al Ashr “.....sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati dalam kesabaran.”"

Disadur dari https://benwirawan.wordpress.com/2015/03/28/sayang-bandung-sabar-dan-ilmu-ikhlas/

sumber gambar
Lanjutkan baca »

Minggu, 19 April 2015

Article#411 - Pertanyaan

Menjawab pertanyaan?
Mempertanyakan jawaban?

Mungkin, memilih di antara dua opsi ini akan memberikan keleluasaan yang demikian dahsyatnya bagi mereka yang bersedia. Ada sekian banyak asumsi untuk dipertukarkan, sekian banyak sudut pandang untuk disangkutpautkan, sekian banyak paradigma untuk dicampurbaurkan.
Beberapa dari kita akan memilih asumsi yang biasa berlaku dalam kehidupan sosial, untuk memperbandingkan dan menimbang antar kedua opsi yang ada. Memilah tiap aspek yang ada, yang paling layak diserap dalam keseharian.

Saya sendiri sudah memilih untuk menggabungkan keduanya, sesuai koridor di mana mereka menggeletak. Menjawab pertanyaan yang diterima. Mempertanyakan jawaban yang didengar. Mempertanyakan jawaban yang diucapkan. Menjawab pertanyaan yang terpikirkan.

Bagaimana denganmu?

sumber

Lanjutkan baca »

Kamis, 16 April 2015

Article#410 - Bahasa Semesta (Bagian 2)

Matematika, secara sederhana adalah bahasa yang dipakai sebagai naskah bagi perancangan alam semesta. Naskah yang disalahkaprahi sebagai simbol-simbol tanpa bantah, alih-alih ditanggap terjemah.
Mudah-mudahan sederetan animasi di bawah dapat membantu menerjemahkan "bahasa semesta" ini dalam gambaran yang mudah dicerna. Selama kamu tidak memakannya, tentu saja.
(Sumber: distractify.com)




The Miura Fold consists of tessellated parallelograms and is used in the solar panels of satellites.

Source: reddit.com
Source: chzbgr.com
Lanjutkan baca »
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...