Minggu, 25 November 2012

Article#115 - Kutipan Hari Ini

"Jangan menunggu menjadi pribadi yang sempurna untuk menebar kebaikan, karena tiada manusia yang sempurna. Alih-alih mengejar kesempurnaan, lebih baik kalau membiasakan penyempurnaan. Karena yang pertama mengisyaratkan akhir, dan yang kedua mengisyaratkan proses. Nah sekarang, mana yang akan kau utamakan, akhir atau proses?"
dikutip dari Saw Werr, pada 25 November 2012, 23:23 (UT+9).


Lanjutkan baca »

Sabtu, 24 November 2012

Article#114 - What Kind of Contest is This?

Not sure if it's a stupid contest, or just smart. Just, have a nice time reading.

Lanjutkan baca »

Selasa, 20 November 2012

Article#113 - What A Small Act Can Do

After all those 'heavy' yet 'silly' stories I've input this crazy blog with, I decided to 'put up' some 'new color' here with this story below. I won't talk type much, maybe, just go straight to the story.
(Click here to visit the source)
Lanjutkan baca »

Minggu, 18 November 2012

Article#112 - Idealisme Seorang Mahasiswa Rusak

Tulisan kali ini adalah hasil pergulatan pikiran saya yang beberapa hari ini terus dipaksa bergulat hingga akhirnya kelelahan dan beristirahat. Dan, juga dikombinasikan oleh jiwa yang dirusak oleh kebebalan pikiran, dan menuntut sebuah perbaikan. Tulisan ini, diketikkan oleh sebuah jiwa kacau yang berkeliling dunia maya untuk mencari kebenaran, bukan pembenaran, meski pikiran dan emosinya terkadang masih sibuk berusaha membenarkan atau menyalahkan hal yang ia terima melalui panca inderanya.
Sudahlah.

Beberapa pekan terakhir, saya sering mendapati berita-berita yang beredar di dunia maya, yang terkadang seolah mengetuk-ngetuk pintu idealisme saya yang kadang begitu sensitif, tetapi di waktu lain begitu pekak. Berdasar berita-berita yang sering saya jelajahi (khusunya di bagian komentarnya, karena disanalah suara rakyat sesungguhnya berada), terpampang nyata bagaimana dunia ini dipenuhi konflik yang seolah tiada berujung. Berita mengenai pemerintahan yang korup, kemiskinan yang ironisnya melingkupi kantong-kantong kekayaan, adu ego dalam ideologi, politik, bahkan yang paling baru, agresi Israel atas Gaza yang kembali diluncurkan dalam label Operation Pillar of Defense (Pilar Pertahanan). Selain waktu pelaksanaan agresi yang—anehnya—hampir tepat 4 tahun setelah operasi agresi Israel, "Operation Cast Lead" pada era pergantian tahun 2008-2009, keduanya sama-sama ditengarai ada hubungannya dengan pemilu parlemen Israel, yang dulu berlangsung di Februari 2009 dan akan diadakan lagi di akhir Januari 2013. Terlepas dari semua kontroversi yang ada, Israel terus berlindung di balik alibi 'membalas serangan' dari Gaza, memposisikan Hamas sebagai teroris yang mengganggu keamanan warga Israel selatan, sementara fakta menyatakan sebaliknya.

Dimana-mana muncul berbagai reaksi sehubungan serangan ini. Banyak mengutuk agresi tersebut, yang 'tidak berperikemanusiaan', sementara yang mendukung 'upaya pertahanan diri' Israel pun tak kalah banyaknya. Banyak orang di seluruh dunia berdemo, beramai-ramai menyatakan kebencian mereka atas serangan tersebut, di seluruh dunia.

Lalu saya berpikir. Apakah bisa, memberi kontribusi lebih untuk menghentikan sebuah kejahatan kemanusiaan? Apakah menyatakan bahwa 'saya tidak setuju' benar-benar akan membuat pengaruh?
Kemudian saya lihat para pemimpin, yang kebanyakan mereka terbuai dalam gelimang kekuasaan dan harta. Apa yang mereka lakukan? Kebanyakan, sama saja, hanya 'menyesalkan terjadinya hal tersebut', dan lalu selesai. Mereka memiliki kuasa untuk mengambil sikap tegas, tetapi mereka hanya duduk diam dan menonton, seolah itu bukanlah urusan dan kepentingan mereka. Atau ada pemimpin yang ingin bertindak, tetapi tangan-tangan kekuasaan bayangan mencegahnya dari melakukan hal tersebut.
Dan di saat tertentu, diamnya mereka membuat saya sungguh heran.

Tetapi buat apa memperhatikan para pemimpin itu, yang kadang nampak seperti 'boneka' pemerintahannya sendiri? Mari perhatikan diri sendiri dahulu dan lingkungan.

Ada yang merasa benci karena merasa dia tak bisa melakukan apa-apa. Yang ia mampu lakukan hanya duduk dan berdoa. Ingin rasanya melakukan apapun yang baik untuk dilakukan, asalkan agresi tersebut bisa berakhir dan rasa kemanusiaan di sanubari tak lagi terusik. Tetapi rasanya tiada daya untuk berbuat. Ingin rasanya bisa mempengaruhi dunia, dan seperti idealnya seorang idealis, menjadikan semua keadaan baik, makmur dan sentosa. Apakah itu akan terwujud, entahlah.

Namun, di sekitar, generasi muda terbuai oleh ilusi dunia, yang sebagaimana pernah penulis sebutkan di beberapa edisi artikel sebelumnya. Sering didapati, di jejaring sosial mikroblogging Twitter, topik populer berupa fanatisme atas sebuah figur, yang bahkan sebenarnya tak cocok jadi panutan. Mereka jumlahnya begitu banyak, namun alih-alih menjadi 'pohon-pohon kehidupan' yang memberikan nafas segar menuju masa depan yang sehat, mereka justru menjadi buih-buih lautan yang tiada orang peduli, apakah ia menghilang, apakah ia pergi, apakah ia kembali. Hanya terombang-ambing di tengah lautan. Memang ada yang menyiapkan petisi untuk menyurati para petinggi-petinggi di bumi ini untuk menghentikan agresi tersebut. Namun, selama itu pula, yang lain hanya bermalas-malasan, berleha-leha.

Terkadang tak habis pikir, memikirkan bagaimana sebagian generasi muda masih sibuk atas penghambaan mereka atas figur-figur yang tidak memberi manfaat apapun. Ketika ada saudaranya yang butuh bantuan, bahkan mereka belum tentu mendengarkan.
Ayo, ada saudara kita yang lagi berjuang.
Meskipun kau memiliki kewajiban untuk tetap menuntut ilmu di tempat perjuangan masing-masing, mari sempatkan untuk melakukan apa yang bisa dilakukan. Walaupun terasa kecil dan tak berarti, minimal kau sudah berkontribusi. Berdoalah untuk kebaikan dan keamanan bagi mereka yang tertindas. Beritakanlah kebenaran pada dunia.

~satu lagi tulisan dari seorang pemikir rusak tanpa jiwa yang bersuara sumbang. Yang mendambakan kebaikan tanpa yakin cara mewujudkannya.
Lanjutkan baca »

Sabtu, 17 November 2012

Article#111 - Kutipan Hari Ini

"Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: 'dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan'. Tanpa itu semua maka kita tidak lebih dari benda. Berbahagialah orang yang masih mempunyai rasa cinta, yang belum sampai kehilangan benda yang paling bernilai itu. Karena itulah yang membuat kita masih menjadi manusia sesungguhnya."
~dikutip dari kutipan milik Soe Hok Gie (1942-1969), seorang aktivis mahasiswa Indonesia, dengan sedikit perubahan.

Lanjutkan baca »

Jumat, 16 November 2012

Article#110 - Wawancara Yang Tak Terlupakan

Seorang manajer mengaku, dari sekian banyak pengalamannya mewawancarai calon karyawan, dia mendapati kebanyakan calon karyawan tersebut mau enaknya saja. Kalau istilahnya, usaha minimal dan hasil maksimal. Tetapi, ia mengakui, dari seluruh pengalamannya itu, ada seorang karyawan yang menjawab pertanyaannya sedemikian rupa. Perusahaan tersebut (perusahaan jasa konsultasi pendidikan) menerapkan wawancara berupa tes skolastik lisan, berisi soal-soal pengetahuan umum. Penasaran bagaimana akhirnya kisah sang calon karyawan? Berikut isi wawancara tersebut.

***

Manajer: Silakan duduk, mohon perkenalkan dulu siapa nama Anda.
Calon karyawan: Nama saya Sugeng Albertus Rajiman Ahmad Purwanto.
Manajer: Wah, panjang sekali. Nama panggilan?
Calon karyawan: Dari dulu teman saya manggil saya 'Sarap'. Inisial saya.
Manajer: (sedikit terkejut) ...Wah, benar juga. Jadi, saudara Sarap, siap untuk tes wawancara?
Calon karyawan: Tentu saja pak.

Manajer: Oke, pertanyaan pertama. Pada perang yang mana Kapten Pattimura wafat?
Calon karyawan: Perang terakhirnya, pak.

Manajer: Baiklah. Pertanyaan kedua, dimanakah naskah Proklamasi RI ditandatangani?
Calon karyawan: Di bagian bawah, pak.

Manajer: Baiklah. Pertanyaan ketiga, penyebab utama kematian itu apa?
Calon karyawan: Jantung berhenti berdenyut, pak.

Manajer: Hmm. Lalu, pertanyaan keempat, kalau begitu, apa penyebab utama perceraian?
Calon karyawan: Pernikahan, pak.

Manajer: Oke. Pertanyaan kelima, apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan?
Calon karyawan: Ujian, pak.

Manajer: Hmm. Pertanyaan keenam, makanan apa yang tak boleh dimakan sebagai sarapan?
Calon karyawan: Makan siang dan makan malam, pak.

Manajer: Hhh, oke. Pertanyaan ketujuh, apa yang akan terjadi jika sebuah batu merah dilempar ke laut yang berwarna biru?
Calon karyawan: Jadi basah, pak.

Manajer: Baiklah. Pertanyaan ketujuh, bagaimana cara menghentikan seekor anjing supaya tidak kencing di jok belakang?
Calon karyawan: Taruh di jok depan, pak.

Manajer: Oke... Lalu, pertanyaan kedelapan. Benda apakah yang terlihat seperti separo apel?
Calon karyawan: Paroan lainnya, pak.

Manajer: Hah, oke. Pertanyaan kesembilan, bagaimana cara seseorang bisa tidak tidur dalam 8 hari?
Calon karyawan: Dia tidur malam, pak.

Manajer: Haahh.. oke. Pertanyaan kesepuluh, bagaimana cara mengangkat gajah dengan satu tangan?
Calon karyawan: Gajah tidak punya tangan, pak.

Manajer: Hmmm... Pertanyaan kesebelas, jika Anda memiliki 3 jeruk dan 4 apel di tangan kiri, serta 3 apel dan 4 jeruk di tangan kanan, apa yang Anda dapat?
Calon karyawan: Tangan yang sangat besar, pak.

Manajer: Bah. Ya sudahlah, pertanyaan keduabelas, jika diperlukan 16 orang untuk membangun rumah dalam 12 hari, berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh 6 orang untuk membangun rumah tersebut?
Calon karyawan: Tidak ada, rumahnya sudah jadi, pak.

Manajer: Hahh... sudahlah. Pertanyaan ketigabelas, bagaimana cara menjatuhkan telur ke atas lantai beton tanpa pecah?
Calon karyawan: Lantai beton susah pecah, pak.

Manajer: Oke, pertanyaan keempatbelas. Bagaimana bisa 5 orang berdiri di bawah sebuah payung, tetapi tidak ada yang kehujanan?
Calon karyawan: Saat itu tidak hujan, pak.

Manajer: Oke, baiklah. Sepertinya saya akan memberi satu pertanyaan lagi. Mana yang lebih dahulu ada, siang atau malam?
Calon karyawan: Tentu saja siang, pak!
Manajer: Mengapa begitu?
Calon karyawan: Wah tak bisa pak, tadi bapak bilang hanya satu pertanyaan. Saya tak mau bekerja di bawah pimpinan yang tak konsisten.

Manajer: (terkejut) T-t-t-tunggu dulu..!
(Apa daya, sang calon karyawan segera meninggalkan ruang wawancara.)
Lanjutkan baca »

Rabu, 14 November 2012

Article#109 - Permohonan Kepada Jin

Suatu hari yang berawan di kota Sukasuka. Sebuah rombongan berisi seorang pengusaha, penjudi, pencuri, karyawan, kyai dan kolektor seni sedang bersama-sama mendengarkan ocehan sang pemandu wisata mengunjungi lokasi wisata, sebuah gua di arah barat kota Sukasuka. Mendadak, tanpa permisi (jelaslah..), salah satu bagian dinding gua runtuh, menutupi pintu keluar gua.
Panik, rombongan itu segera berlarian pontang-panting ke sana kemari, tetapi karena mereka sedang berada di dalam gua yang gelap, pada akhirnya mereka hanya tergelincir dan bertabrakan ke sana kemari. Dan, lagi-lagi tanpa permisi, muncul segulung awan diatas mereka, yang kemudian mewujud sebagai jin, layaknya jin-nya Alladin.
Jin langsung tertawa, "HOHOHOHO!! Kalian baru sa.." namun dipotong.
Rupanya sang kyai protes, "Oi jin, kalau mau mampir izin dulu kek, ucapin salam kek! Main serobot aja!"
Si jin jadi kesal dan berseru, "DIAM LU KAKEK TUA! Tenang, hari ini saya lagi baik, soalnya saya baru nikahan. (Orang-orang hanya saling pandang) Kalian minta apa, saya kasih! Tapi masing-masing hanya bisa minta sekali."

Pengusaha pun langsung maju dengan bersemangat, "Saya minta modal buat usaha baru saya, siomay goreng tepung... 200 juta doang. Nanti abah jin saya traktir deh."
Si penjudi tak kalah semangat, "Lebih baik uangnya buat saya aja, saya bakal menang 3 kali lipat dari itu! Nanti uangnya bisa buat abah jin pokoknya, sip kaan?"
Karyawan pun ikut bersemangat, "Saya pengen jadi direktur! Supaya saya nggak dihujat terus!"
Kyai yang daritadi hanya diam pun ikut berseru, "Sudah jin! Mereka pasti bakal korupsi! Saya pengen minta modal 5 milyar! Saya bakalan buat pesantren, supaya anak-anak kota Sukasuka suka beribadah dan beramal!"
Sekarang sang kolektor seni berseru, "Bawakan pada saya koleksi seni terhebat di dunia, abah jin! Dari lukisan Leonardo hingga pahatan prasasti raj Syailendra! Saya akan kaya raya, hahahaha!!!"

Tapi sang pencuri diam saja, duduk memandangi yang lain. Setelah beberapa saat, sang jin pun baru tersadar bahwa sang pencuri belum mengajukan apapun. Maka jin mendekati sang pencuri dan bertanya, "Apakah kau tidak menginginkan sesuatu, pencuri?"

Pencuri hanya menjawab sederhana, "Saya tak butuh harta. Yang saya butuhkan hanya alamat mereka semua."

Lanjutkan baca »

Minggu, 11 November 2012

Article#108 - Belajar Agama dari Seorang Atheis

Atheis. Julukan yang disematkan untuk mereka yang menafikan keberadaan Tuhan maupun pengaruh-Nya di alam semesta. Jangan disamakan dengan agnostik (mempercayai bahwa bukti objektif keberadaan Tuhan tidak dan tak akan mencukupi), atau deisme (mempercayai bahwa Tuhan sebagai pencipta, tetapi tidak percaya wahyu dan mukjizat, sekaligus pula tak percaya agama). Walaupun atheis cenderung tak mendapat tempat di Indonesia, tetapi mereka tetap ada, sekelompok orang yang mempertanyakan dengan pemikiran yang kadang dalam, tetapi kadang konyol, tentang eksistensi Tuhan, dan keberadaan-Nya di alam semesta.

Santai saja, saya (sebenarnya) tak berniat membahas hal 'kontroversial' semacam ini disini. Kontroversial? Yah, pada nyatanya, pengakuan atas atheisme memang tidak ada dalam undang-undang, karena memang Indonesia mendasarkan kenegaraannya pada ketuhanan, yang pernah disebut oleh pembicara dalam salah satu acara debat terbuka di televisi sebagai 'satu-satunya di dunia selain Israel'. Kalau Anda adalah warga Indonesia yang baik budiman, pastilah   kalimat sila pertama masih bisa terngiang di kepala, "Ketuhanan yang Maha Esa". Tentu saja, sebagai sebuah negara dengan berbagai komunitas yang teguh menjalankan ajaran agama, atheisme terdengar janggal dan tak masuk nalar. Selain 'kejanggalan' itu sendiri, atheis identik dengan komunisme, sebuah paham yang pernah mewarnai kancah politik Indonesia sekian lama dan menyisakan bekas negatif, terutama dari pemberontakan di Madiun tahun 1948, dan kudeta yang jauh lebih terkenal 17 tahun setelahnya, yang mengawali runtuhnya rezim Soekarno yang telah memimpin lebih dari 2 dekade. Dan di beberapa tempat, bahkan mereka membentuk komunitas orang atheis Indonesia, yang beberapa diantaranya pernah dilaporkan karena menyalahi undang-undang tentang larangan menyebarkan atheisme di Indonesia. Apalagi beberapa pihak mengkhawatirkan munculnya provokasi dan lalu perpecahan akibat keberadaan para atheis, yang dinilai masyarakat sebagai sesuatu yang meresahkan.

Sudah jelas, membahas topik yang berkaitan dengan atheisme di Indonesia—misalkan, mempertanyakan eksistensi Tuhan— masih cenderung dianggap tabu, karena budaya agama yang berakar amat kuat di Indonesia. (Bukan bermaksud pro-atheis, tetapi memang begitu kenyataan umumnya) Tetapi, di negara Eropa dan Amerika sana, yang memang cenderung lebih 'liberal', topik semacam ini bisa terjadi di mana saja, bahkan di forum sosial. Melalui liburan panjang saya yang menjadi ajang pelampiasan melalui banyaknya artikel yang saya sumbangkan untuk blog aneh ini, saya juga mendalami berbagai pelosok dunia internet (tepatnya hanya 9GAG), dan menyelidiki komentar-komentar yang terkadang 'sensitif', dan biasanya disanalah terjadi debat panjang. Bisa tentang berbagai hal, sebagaimana yang pernah saya bahas sedikit dulu di artikel 63, tetapi karena ini artikel tentang atheisme (meskipun disini saya tak akan mengkritisinya secara langsung, mungkin di lain kesempatan), yang akan dibahas tentunya debat bertema eksistensi Tuhan.

Disana, cukup menarik menyaksikan bagaimana perseteruan yang seolah tanpa akhir antara para theis (orang yang memercayai adanya Tuhan) dengan atheis, mengamati bagaimana ada atheis yang menyusun argumen yang menunjukkan perenungan mereka atas makna hidup dan eksistensi Tuhan selama ini, dan ditanggapi oleh theis yang kebanyakan hanya berlindung di balik keimanannya, tak bisa memberikan argumen yang lebih masuk akal dan bisa membantah omongan sang atheis (karena, meskipun indah dan ilmiah, seringkali argumentasi atheis itu lemah. Tetapi saya memutuskan hanya menonton). Dan akhirnya mereka, para atheis, memnuculkan kalimat pusaka mereka, yang kira-kira berbicara tentang 'bagaimana para agamis dibutakan oleh fanatisme mereka, sehingga menolak untuk berpikir'.

Disini saya tak akan mengomentari argumen-argumen tersebut. Tidak juga menyatakan siapa yang benar dan siapa yang salah di antara mereka. Yang ingin saya tekankan adalah keadaan ketika si theis terpojok dan berlindung di balik alibi keimanan-nya, yang sama lemahnya (atau bahkan lebih lemah) dari argumen sang atheis, karena ia hanya bisa berkata 'Tuhan melarang ini', 'Tuhan menyuruh itu'. Ketika ditanya mengapa, mereka justru berkelit.
Pemahaman agama mereka terbatas pada 'tahu', belum 'paham'. Dan, karena sebagian besar penganut agama 'mendapatkan' agama tersebut dari warisan orangtuanya, kebanyakan hanya manggut-manggut, menjalankannya begitu saja. Mungkin pula, sebagian besar umat beragama mengerjakan ibadah rutin, menjalankannya tanpa pemahaman. Tanpa dasar. Tanpa jiwa. Sekadar menggugurkan kewajiban. Padahal, dalam hadits sendiri diungkapkan sebuah kalimat yang terkenal, "Sesungguhnya, amal itu berasal dari niat." Tanpa pemahaman yang baik terhadap apa yang dijalani, tentu tidak akan pernah dilakukan secara maksimal. Prinsipnya akan memakai 'Yang penting jadi'.

Pikiran saya selalu terngiang hal tersebut tiap kali saya melihat debat antara theis-atheis. Betapa banyak orang beragama yang menjalankan ibadah setiap hari, tanpa pernah tahu untuk apa mereka melakukannya. Banyak yang memberi larangan atas sesuatu, tetapi mereka tidak paham mengapa itu dilarang.
Mari ingat-ingat lagi, apakah selama ini kita telah melaksanakan ajaran agama dengan sebaik-baiknya? Memahami segala sesuatunya? Ketika kau berbuat baik, meninggalkan suatu hal, dan beribadah, sudahkah kalian memahami esensi dari semuanya? Mengapa kau harus melakukan kebaikan itu? Mengapa kau harus tinggalkan hal buruk itu? Mengapa ibadah itu harus kau lakukan dalam tata cara itu dan frekuensi tertentu? Perkuat dasarnya, karena jika tidak, sesungguhnya keyakinan tanpa pemahaman itu layaknya bangunan tanpa fondasi. Mungkin iman adalah dasar agama, tetapi jika kau beriman tanpa dasar yang memadai, layakkah ia disebut 'iman'?

Sepertinya saya juga jadi sedikit memojokkan para atheis, entahlah. Tetapi, tujuan tulisan ini hanya untuk mengingatkan supaya, ketika kau menganut suatu prinsip, pahamilah dengan baik dan jiwailah dengan sepenuh hati. Banyak mantan mahasiswa yang bersuara idealisme di masa kuliah, tetapi kemudian terlena oleh gelimang harta. Banyak orang yang berjuang demi kebaikan, setelah berhasil justru kemudian besar kepala. Banyak orang yang memperbanyak ibadah ketika dirundung lara nestapa, namun ketika rejeki mengucur deras, ia langsung mengesampingkan ibadahnya. Dan ada pula orang yang mengaku agamis tulen, tetapi sekali atheis bertanya, ketidakmampuan ia menjawab mengantarkannya pada atheisme sendiri.
Dan pada akhirnya, belajar bisa dari banyak hal, bahkan dari para pembenci pelajaran itu sendiri. Yang terpenting adalah bagaimana pelajaran itu diterapkan. (:g)

Sebagai penutup, saya akan tampilkan gambar berikut:
Lanjutkan baca »

Selasa, 06 November 2012

Article#107 - Kutipan Hari Ini

"Masa kini merupakan resolusi dari apa yang kita lakukan pada masa lalu. Bagaimana cara kita menanggapi masa kini, akan kau dapati nanti sebagai masa depanmu. Jika ingin menjadi orang yang luar biasa, hiduplah secara luar biasa. Jadikan masa lalu sebagai pelajaran, masa depan sebagai tujuan, dan masa kini sebagai perjuangan."

~disarikan dari berbagai kutipan dunia oleh penulis, pada Selasa, 6 November 2012, 20:07 (UT+9)


Lanjutkan baca »

Senin, 05 November 2012

Article#106 - Catatan Seorang Pujangga Sumbang

Kawan, apa kalian pernah tahu tentang pujangga sumbang?
Kadang mereka memukaumu dengan pengetahuan yang dalam dan tak terduga,
Kadang mereka jemawa dan merasa tahu segalanya.

Kawan, apa kalian pernah mendengar tentang pujangga sumbang?
Meskipun nada lantunan mereka merdu dan menyejukkan hati,
Mereka semua tak pernah ada yang menyadari.

Kawan, apa kalian pernah melihat bagaimana pujangga sumbang bertutur kata?
Kata-kata gubahan mereka seolah mampu mewarnai langit,
Sementara jiwa mereka sendiri lupa mereka warnai.

Kawan, apa kalian pernah mengagumi seorang pujangga sumbang?
Padahal, meskipun mereka sering dipuji orang-orang,
Jarang sekali mereka bisa memuji diri sendiri.

Kawan, apa kalian pernah tahu cita-cita seorang pujangga sumbang?
Mereka seringkali bercita demikian tinggi menembus langit,
Sementara kaki mereka lupa untuk tetap berpijak di bumi.

Kawan, apa kalian pernah mencoba menyelidiki seorang pujangga sumbang?
Ia mungkin bisa melantunkan kepada orang-orang ratusan nasihat,
Namun pengaruh semua itu ke dalam dirinya, tiada terlihat.

Apa kalian pernah ingin menjadi seorang pujangga sumbang?
Tak perlu takut meskipun kau merasa suaramu tak menarik,
Yang penting kau menyampaikan dengan maksud baik.

Tahukah kalian, siapa gerangan sang pujangga sumbang itu?
Walaupun kau selama ini tak pernah sadari,
Ia ada dalam dirimu masing-masing.

Terkadang dalam jiwamu sendiri, ada sekelumit jiwa 'pujangga sumbang' tersebut. Jiwa yang berusaha berkontribusi dengan memberi kata-kata nasihat, kata-kata bijak, atau motivasi kepada orang-orang yang terhadapnya kau peduli. Jiwa yang kau sendiri merasakan ia terlalu rusak, terlalu hina, padahal di luar sana, banyak orang yang menuai berbagai manfaat dari berbagai kata-kata yang pernah kau tabur. Meskipun kau sendiri bahkan mungkin belum terlalu meresapi kata-kata yang kau tulis sendiri.
Tidak perlu merasa hina, meskipun kau belum banyak mengoptimalkan untaian kata yang selama ini kau taburkan ke orang di sekitarmu. Kau bisa melakukan keduanya bersama-sama, terus menebar kata-kata untuk kebaikan, seraya terus mengevaluasi diri atas semua yang telah kau katakan.
Jangan menunggu menjadi pribadi yang sempurna untuk menebar kebaikan, karena tiada manusia yang sempurna. Mungkin kata 'sempurna' terdengar indah, tetapi 'penyempurnaan' jauh lebih baik. Karena yang pertama mengisyaratkan akhir, dan yang kedua mengisyaratkan proses. Nah sekarang, mana yang akan kau utamakan, akhir atau proses?

Yah, lagi-lagi 'pujangga sumbang' yang satu ini mengalirkan kata-kata dengan mudahnya. Sdahlah, ambil sisi positifnya saja. (:g)

Hari 6419, di tengah alunan melodia dan keramaian dunia maya.
Dimulai pada Senin, 5 November 2012, 12:52 (UT+9)
38°15'36.21"N, 140°50'58.31"E

Catatan: Tulisan ini bukan merupakan refleksi langsung akan diri penulis yang mengaku di bio-nya sebagai 'pujangga sumbang'. Tetapi tulisan ini (saya harap) dapat menjadi refleksi jiwa kita semua. (tsaah gayanya)
Lanjutkan baca »

Minggu, 04 November 2012

Article#105 - The Fear of God

Once upon a time, in a far, far away land.. [scratching record noise]. Okay, enough with this nonsense. In a Renaissance era village, there were these two brothers, who were always up to some mischief. If somebody had been locked up in his house or if somebody's dog had been painted green, one always knew who the culprits were — the brothers.
Tired of these two brothers' mischievous actions over time, one day the villagers went to the boys' house. They urged the boys' mother to get rid of those detrimental act of the boys'. Agreed, the next day, the boys' mother asked a priest to talk to her sons and put the fear of God in them so that they would mend their ways. The priest asked her to send her sons to him one at a time.
When the younger boy, a lad of thirteen, came, he made him sit and asked him:
"Where is God?"
The boy had no idea what to answer, so he was just remained there in silence.
The priest asked again, in a louder voice: "Where is God?"
The boy remained silent. This time, got impatient enough, the prist asked (almost yelled) the same question: "WHERE IS GOD?"
In a sudden, the boy jumped up and ran away. The priest could do nothing, since the boy ran a tremendous speed.
He went straight to his brother.
"We're in big trouble!" he gasped.
"What's wrong?" asked the older boy, warily, wondering which of their sins had caught up with them.
"God is missing," said the youngster, "and they think we have something to do with it!"
Lanjutkan baca »

Sabtu, 03 November 2012

Article#104 - Ayam Berkaki Tiga

Sepasang suami istri tengah berkendara melintasi jalanan desa. Dengan udara yang sejuk tanpa asap knalpot dan derum kemacetan, memang jalan di pedesaan merupakan salah satu penyegaran diri terbaik. Tetapi semua penyegaran itu hilang mendadak, ketika mereka mendapati seekor ayam berkaki tiga menyeberang jalan. Saking cepatnya, hingga selama si suami berkata 'Wow!', si ayam sudah melesat menyeberangi jalan. Tenang, tidak akan ada berbagai macam jawaban untuk pertanyaan klasik 'Mengapa ayam menyeberang jalan?' disini.

"Wow!", kata si suami sekali lagi. "Kamu lihat kan, betapa cepatnya lari ayam tadi!". Istrinya hanya menggeleng dengan muka teler, rupanya dia baru saja bangun. Tetapi, tak lama kemudian, seekor ayam berkaki tiga lain melesat menyeberangi jalan dengan kecepatan yang sama dahsyatnya. Sang istri, terkejut, langsung berseru, "Cepat sekali ayam itu! Dan, suamiku, dia punya tiga kaki!"

Semua kejadian itu membuat mereka penasaran, dan segeralah mereka berkendara mengikuti jalan yang dilalui ayam berkaki tiga tadi. Ada beberapa ayam berkaki tiga lagi yang mereka temui, sampai mereka tiba di sebuah kompleks peternakan. Pasangan itu terkejut melihat betapa banyaknya ayam berkaki tiga di kompleks tersebut. Mereka berlarian ke sana kemari, memperebutkan pakan yang diberikan oleh si pemilik peternakan. Tak lama, sang pemilik peternakan tersenyum dan mendatangi pasangan muda yang masih menyimpan keheranan akan semua ayam tersebut.
Sang suami bertanya, "Bagaimana bisa ayam-ayam itu memiliki tiga kaki semuanya?"

Dengan terkekeh, si pemilik peternakan menjelaskan, "Begini, di keluarga saya ada tiga orang, saya, istri saya dan anak kami. Dan setiap kali kami ingin makan ayam, kami semua berebut paha ayam. Akhirnya kami memutuskan untuk mengembangkan jenis ayam berkaki tiga, supaya ketika kami makan ayam, masing-masing bisa makan paha ayam!"

Sang istri berujar, "Wah, hebat! Pasti sudah lama ya anda beternak semua ayam berkaki tiga ini?"
"Begitulah, sekita 2 tahun." jawab sang peternak.
"Lalu bagaimana rasanya? Apakah sama enaknya dengan ayam pasaran?" selidik si suami yang penasaran.

"Yah", sang peternak menghela nafas, "masih ada masalah - kami belum pernah bisa menangkap satupun!"
Lanjutkan baca »

Kamis, 01 November 2012

Article#103 - Emak, Minta Uang: Refleksi di Awal Bulan

Setelah saya menghabiskan berbagai waktu saya berkutat dengan mengulas berbagai macam artikel dan fenonema sosial dari sudut pandang satirikal, gramatikal ataupun konikal, saya harus sedikit ganti gaya. Mengapa? Tanya kenapa? Sudahlah, untuk apa dipikirkan. Mulai saja yah...
***

Hari ini adalah 1 November. Awal bulan yang baru, yang menandai telah berlalunya lima per enam dari tahun 2012. Dan juga hari yang ditandainya dengan terbitnya matahari dari ufuk timur (iya lah, emangnya mau kiamat, terbit di barat). Tentunya sebagai bocah-bocah perusak kesenangan orang lain dengan iler yang membanjir ke kamar tetangga, bulan November akan dimaknai sebagai bulan yang baru datang (jangan disalahartikan dengan datang bulan), yang menawarkan sejuta kesempatan, sejuta harapan, meski sayangnya nggak termasuk sejuta piring cantik. Serasa undian di suatu mall terkenal di daerah metropolitan Ibukota. padahal lumayan kan kalau dapat piring cantik, selain bisa dipake makan dengan tenang dan damai, juga bisa dipeluk-peluk dengan kasih sayang, terutama buat para jomblowan... Eh salah. Tetap saja, sebagaimanapun berjuta-juta barang tak jelas tadi ditawarkan dan dipajang layaknya koleksi hewan piaraan Pak Bonar, rupanya bocah-bocah perusak kesenangan itu harus segera bangun, mengelapi ilernya yang berleleran dan segera bersiap. Tetap ada kuliah, walaupun mata kebanyakan mahasiwa telah terbuai dengan iming-iming harapan libur. Emang sial yah si universitas, masa' kagak boleh libur sedikit sih para mahasiswa, kan capek dari Senin ampe Jum'at kuliah mulu. Pengen istirahat, maen atau tidur gituh. Ironisnya, ucapan tadi dikoarkan oleh salah satu mahasiswa bernama Bam*ang (nama disamarkan), yang selama kuliah pun yang disumbangnya bukan pertanyaan atau duit (mimpi kali ya, berharap mahasiswa menyumbang ke universitas), tapi hanya air dan nada-nada melodia. Tepatnya, air liur dan melodia dengkuran. Pengen juga sih rasanya memukuli itu anak biar sadar dikit ama hidupnya, tapi memukuli diri sendiri susah ternyata.

Selain iming-iming harapan, rupanya bulan baru juga menawarkan yang lain. Mahasiswa, apalagi yang jauh dari rumah dan keluarga tercinta yang selalu setia dan penuh kasih sayang, hingga saking rindunya tiap pagi selalu tereak-tereak dengan nada alaynya, "BABEEEH!! NYAAAKEEH!! HUWEEE!! CIYUS NIH NACINYE BELON JADI NYAAK?", biasanya mendasarkan fondasi keuangan dan gizinya kepada warung nasi uduk sebelah yang rajin nyiapin uang sedekahan, ekstra seporsi nasi telor ayam (bukan nasi ditambah telor ama ayam, cukup nasi dan telornya ayam) yang entah kapan dimasaknya. Kadang telornya udah dapet ekstra protein dan serat dari zygospora. Lumayan lah, mahasiswa kan emang butuh gizi ekstra. Tapi kebanyakan mahasiswa justru beranggapan, masakan yang jelas-jelas ekstra gizi ini nggak baik bagi kesehatan. Mereka malah nyari makanan yang, udah bayar, mahal, dikit, nggak enak pula. Otomatis, mahasiswa yang belum/nggak mau kerja harus menerima anggaran keuangan hidup mereka dari ATM (Awak Tanggungan Mamak).

Disinilah masalah bermula. Demi menghindari jadwal padat sinetron yang biasanya berlangsung pada tengah-akhir bulan, atau promo minyak telon bayi yang kadang-kadang datang bersamaan dengan nikahan anaknya Pak Ajis, biasanya para sumber modal ATM mengirimkan uang yang ditujukan pada entah siapa, saudara, keponakan, atau anaknya tercinta yang sedang menempuh kuliah nan jauah di mato~ (maaf jadi nyanyi). Dan sayang sekali, di beberapa kampus, jadwal pengiriman uang untuk si bocah tengil tersayang ini bertepatan dengan pelaksanaan ujian tengah semester, yang keberadaannya saja kadang membuat mahasiswa panas dingin. Mungkin ujian nya mengandung virus flu, entahlah. Bayangkan posisi anda sebagai seorang mahasiswa yang dituntut untuk performa maksimal dengan pelumas top pertama.. sementara bahan bakar untuk memacu performa itu dihambat konsumsinya akibat kanker yang paling miris, kantong kering, atau dalam dialek Indonesia selatan, sering juga digunakan istilah 'kanker dompet'. Terkadang memang posisi ini menimbulkan dilema yang berkecamuk layaknya hurikan di hati beberapa mahasiswa. Ada yang menanti di gerai ATM, antri sejak sebelum Shubuh. Dengar-dengar juga beberapa dicegat sama orang siskamling, mungkin karena dandanan yang menor, tapi berpakaian necis dan makan buncis. Untungnya, sampai sekarang, belum ada laporan mengenai mahasiswa yang cukup setres sampai harus dibawa ke kliniknya Pak Ajis. Meskipun memang ada sih beberapa laporan mengenai mahasiswa yang bela-belain pergi ke luar kota untuk nonton konser girlband. Tapi sepertinya tujuannya minta dibikinin pe-er deh.

Nasib anak beasiswa juga nggak jauh beda. Digantung ama si emak empunya ATM, gara-gara uang nggak bisa ngalir. Iya lah, elu kira bandrek..? Terlepas dari apapun isi lirik lagu gantung-nya Melly Guslow, si bocah tengil yang tadinya berlagak selow ini cuman bisa jerit-jerit layaknya kuda terjepit, "Emaaak!! Minta uang emaak!". Saya pikir si emak akan langsung mendendangkan cuplikan lirik lagu Mawar Bodas, "Hoream teu sudi teuing..", lalu saya tersadar jika dia bukan orang Sunda. Sayangnya, dia ternyata berasal dari daerah lain yang terkenal dengan tradisi misuhnya yang luar biasa, yaitu kantor pemerintah. Tepatnya kantor camat, depan loket pengurusan KTP. Dan, akhirnya para bocah tengil kesal dan menimpuki si emak dengan surat, tentunya bukan surat cinta. Mata asli dan mata batin mereka masih cukup peka. Bahkan, setelah dipingpong dengan labilnya kiriman uang yang minta disetelin rekaman lagu Carly Rae Jepsen, baru saja malam ini bocah-bocah tengil yang bangun dengan iler berleleran tadi ditimpuki hujan es. Kecil sih memang, sebesar kacang hijau doang. Tapi namanya diberondong kan tetep aja sakit. (pukpuk sabar yaa bocah tengil)..

Dan sekarang para bocah tengil telah kembali di depan komputer mereka, menatap dunia maya. Meskipun banyak waktu kalian, termasuk pula saya, banyak dihabiskan di depan dunia maya, saya harap bulan ini tidak menjadi sesuatu yang maya, tegak, apalagi diperbesar. Berhasil dimanfaatkan dengan optimal saja sudah cukup. Semoga bulan ini tidak hanya datang dan pergi layaknya promo gelas cantik.

Sudah dulu mungkin, sampai jumpa lain waktu! Ini hadiah penutupnya:
ceritanya piring cantik...
Hati-hati di jalan, kalian semua!
Lanjutkan baca »
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...