Minggu, 18 November 2012

Article#112 - Idealisme Seorang Mahasiswa Rusak

Tulisan kali ini adalah hasil pergulatan pikiran saya yang beberapa hari ini terus dipaksa bergulat hingga akhirnya kelelahan dan beristirahat. Dan, juga dikombinasikan oleh jiwa yang dirusak oleh kebebalan pikiran, dan menuntut sebuah perbaikan. Tulisan ini, diketikkan oleh sebuah jiwa kacau yang berkeliling dunia maya untuk mencari kebenaran, bukan pembenaran, meski pikiran dan emosinya terkadang masih sibuk berusaha membenarkan atau menyalahkan hal yang ia terima melalui panca inderanya.
Sudahlah.

Beberapa pekan terakhir, saya sering mendapati berita-berita yang beredar di dunia maya, yang terkadang seolah mengetuk-ngetuk pintu idealisme saya yang kadang begitu sensitif, tetapi di waktu lain begitu pekak. Berdasar berita-berita yang sering saya jelajahi (khusunya di bagian komentarnya, karena disanalah suara rakyat sesungguhnya berada), terpampang nyata bagaimana dunia ini dipenuhi konflik yang seolah tiada berujung. Berita mengenai pemerintahan yang korup, kemiskinan yang ironisnya melingkupi kantong-kantong kekayaan, adu ego dalam ideologi, politik, bahkan yang paling baru, agresi Israel atas Gaza yang kembali diluncurkan dalam label Operation Pillar of Defense (Pilar Pertahanan). Selain waktu pelaksanaan agresi yang—anehnya—hampir tepat 4 tahun setelah operasi agresi Israel, "Operation Cast Lead" pada era pergantian tahun 2008-2009, keduanya sama-sama ditengarai ada hubungannya dengan pemilu parlemen Israel, yang dulu berlangsung di Februari 2009 dan akan diadakan lagi di akhir Januari 2013. Terlepas dari semua kontroversi yang ada, Israel terus berlindung di balik alibi 'membalas serangan' dari Gaza, memposisikan Hamas sebagai teroris yang mengganggu keamanan warga Israel selatan, sementara fakta menyatakan sebaliknya.

Dimana-mana muncul berbagai reaksi sehubungan serangan ini. Banyak mengutuk agresi tersebut, yang 'tidak berperikemanusiaan', sementara yang mendukung 'upaya pertahanan diri' Israel pun tak kalah banyaknya. Banyak orang di seluruh dunia berdemo, beramai-ramai menyatakan kebencian mereka atas serangan tersebut, di seluruh dunia.

Lalu saya berpikir. Apakah bisa, memberi kontribusi lebih untuk menghentikan sebuah kejahatan kemanusiaan? Apakah menyatakan bahwa 'saya tidak setuju' benar-benar akan membuat pengaruh?
Kemudian saya lihat para pemimpin, yang kebanyakan mereka terbuai dalam gelimang kekuasaan dan harta. Apa yang mereka lakukan? Kebanyakan, sama saja, hanya 'menyesalkan terjadinya hal tersebut', dan lalu selesai. Mereka memiliki kuasa untuk mengambil sikap tegas, tetapi mereka hanya duduk diam dan menonton, seolah itu bukanlah urusan dan kepentingan mereka. Atau ada pemimpin yang ingin bertindak, tetapi tangan-tangan kekuasaan bayangan mencegahnya dari melakukan hal tersebut.
Dan di saat tertentu, diamnya mereka membuat saya sungguh heran.

Tetapi buat apa memperhatikan para pemimpin itu, yang kadang nampak seperti 'boneka' pemerintahannya sendiri? Mari perhatikan diri sendiri dahulu dan lingkungan.

Ada yang merasa benci karena merasa dia tak bisa melakukan apa-apa. Yang ia mampu lakukan hanya duduk dan berdoa. Ingin rasanya melakukan apapun yang baik untuk dilakukan, asalkan agresi tersebut bisa berakhir dan rasa kemanusiaan di sanubari tak lagi terusik. Tetapi rasanya tiada daya untuk berbuat. Ingin rasanya bisa mempengaruhi dunia, dan seperti idealnya seorang idealis, menjadikan semua keadaan baik, makmur dan sentosa. Apakah itu akan terwujud, entahlah.

Namun, di sekitar, generasi muda terbuai oleh ilusi dunia, yang sebagaimana pernah penulis sebutkan di beberapa edisi artikel sebelumnya. Sering didapati, di jejaring sosial mikroblogging Twitter, topik populer berupa fanatisme atas sebuah figur, yang bahkan sebenarnya tak cocok jadi panutan. Mereka jumlahnya begitu banyak, namun alih-alih menjadi 'pohon-pohon kehidupan' yang memberikan nafas segar menuju masa depan yang sehat, mereka justru menjadi buih-buih lautan yang tiada orang peduli, apakah ia menghilang, apakah ia pergi, apakah ia kembali. Hanya terombang-ambing di tengah lautan. Memang ada yang menyiapkan petisi untuk menyurati para petinggi-petinggi di bumi ini untuk menghentikan agresi tersebut. Namun, selama itu pula, yang lain hanya bermalas-malasan, berleha-leha.

Terkadang tak habis pikir, memikirkan bagaimana sebagian generasi muda masih sibuk atas penghambaan mereka atas figur-figur yang tidak memberi manfaat apapun. Ketika ada saudaranya yang butuh bantuan, bahkan mereka belum tentu mendengarkan.
Ayo, ada saudara kita yang lagi berjuang.
Meskipun kau memiliki kewajiban untuk tetap menuntut ilmu di tempat perjuangan masing-masing, mari sempatkan untuk melakukan apa yang bisa dilakukan. Walaupun terasa kecil dan tak berarti, minimal kau sudah berkontribusi. Berdoalah untuk kebaikan dan keamanan bagi mereka yang tertindas. Beritakanlah kebenaran pada dunia.

~satu lagi tulisan dari seorang pemikir rusak tanpa jiwa yang bersuara sumbang. Yang mendambakan kebaikan tanpa yakin cara mewujudkannya.

1 komentar:

  1. Sori, pengen komen tapi males nulis ulang sesuatu yang udah berkali2 ditulis, jadi gua kopas dari status aja ya hahaha:

    signed an online petition against (just another) attack on gaza. i knew it would be futile without real action. and the real action is not resisting an already acknowledged state who own the combination of media hegemony, political influence, solid financial support and far advanced weaponry with smuggled mortars and old riffles. such things would simply only corner us even further. it is hard to speak about retaliation when we had retaliated to the wrong place. especially when we do not have mainstream mass media on our side.
    *and still, accidentally killing children and civilian is still BAD, even if it is a response to decades of occupation and anytime-available airstrikes.

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...