***
Sepanjang perjalanan hidup, kalian tentu sudah bertemu dengan begitu banyak orang. Yang secara unik diciptakan, tanpa satupun yang persis sama. Bahkan anak kembar identik, yang katanya bagai pinang dibelah dua itu, masih memiliki banyak sekali perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Alih-alih pinang dibelah dua, saya lebih suka menganalogikannya dengan uang kertas dibelah dua (yang sudah barang tentu tidak bisa sembarangan kita lakukan). Kebiasaan di lingkungan sekitar kebanyak orang mengajarkan untuk memberikan kesan awal yang positif kepada orang yang baru saja dikenal (meskipun, pada akhirnya, banyak juga yang membelot dan acuh akan kebiasaan tersebut). Dan dari sinilah, kebanyakan orang (bahkan termasuk sebagian diantara anda-anda sekalian) membentuk kebiasaan berupa pembentukan citra diri yang baik.
Tentu saja, hal ini sangat lumrah, bahkan yang tak melakukannya mungkin akan dipertanyakan tingkah lakunya. Namun situasi berubah, saat
Di sekitar kalian tentu banyak orang-orang 'bertopeng semu' itu, mondar-mandir mengurusi berbagai hal yang menjadi kesibukan mereka diatas permukaan bumi. Para penjilat, dengan topengnya yang menawan berusaha memukau sedemikian banyak orang yang berlalu-lalang di sekitarnya. Para penipu, dengan topeng kejujuran yang dihias begitu indah, berkeliling menawarkan kepercayaan dalam bentuk ilusi kepada orang-orang. Para pemalu yang tragis, yang tak ingin terlalu banyak orang mewarnai wajah hidupnya, memakai topeng terbesar, yang menyembunyikan mereka dari dunia luar. Dan banyak yang lainnya.
Ilusi Dua Wajah |
Banyak orang yang sudah menjadi budak ilusi dunia. Menghalalkan segala macam ilusi, apapun jua, demi mengejar ilusi dunia selanjutnya, yang kemudian membuat mereka mengejar ilusi dunia lebih lanjut lagi. Banyak yang lain, melapisi diri dengan ilusi dunia, demi meraih popularitas semu, kepercayaan semu, bahkan kebaikan semu. Dan mereka tak pernah sadar, ketika membentuk identitas semu, orang yang berbuat baik padanya hanya berbuat baik pada identitas semu itu, seperti pernah penulis singgung di artikel 62. Pada akhirnya, semua kebahagiaan yang ia terima, tragisnya, tetaplah ilusi belaka. Bagai lingkaran setan, semua ilusi ini seolah menutupi dunia dengan kabut yang pekat dan menyesatkan. Memang ada, tetapi orang tidak sadar saking pekatnya ilusi di segala arah. Mereka kira ilusi itulah langit yang sesungguhnya, dunia yang sesungguhnya.
Sadarlah, ilusi ada dimana-mana. Ada pada perjalanan yang sepi di pagi hari, ada pada seorang bapak-bapak kantoran yang mengepulkan asap layaknya kepundan, ada pada uang yang beredar tiap rekening demi rekening, ada pada seorang disana yang kau damba, bahkan ada jauh didalam dirimu sendiri. Pernah sadarkah engkau, ketika kau mengejar sesuatu yang sebenarnya ilusi namun kau mengejarnya seolah itu nyata? Pernah sadarkah engkau, bahwa ketika kau melapisi diri dengan ilusi, yang kau dapatkan sebagai ganjarannya juga hanya ilusi? Ketika kau sadar, pernahkah kau merenungi betapa dunia ini berselimut ilusi? Dan pernahkah kau berusaha untuk menemukan cahaya pencerah yang akan menuntunmu, tidak hanya di dekatmu, tetapi juga di dalam hatimu? Karena, kalau kata orang, hati nurani tak pernah bisa bohong.
Bahkan, mungkin semua tulisan ini hanya ilusi tambahan dari seorang yang terlalu lama berkubang dalam ilusi. Tetapi, bahkan seorang yang terjebak kabut ilusi bisa menemukan cahayanya, bukan? (:g)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar