Jumat, 30 Desember 2011

Article#30 - Senukil Catatan Tentang....

.....Tentang apa ayo? Penasaran kan. *nggak* Peduli amat, yang penting saya di sini kembali memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan bagi anda sekalian dalam acara berikut...#salahacara. Oke biasa saja, saya hanya ingin berbagi hasil penelusuran saya pada Jum'at lalu. Seperti yang mungkin anda belum ketahui, saya senang berselancar dan menelusur. Tetapi di dunia maya, alias internet. Biasanya saya lakukan kalau saya sedang bosan berseluncur di dunia nyata dan berputar diatas gelombang lautan karena terlalu lama berinternet ria, jadi... yah, lupakan saja dan segera bahas apa yang sebenernya akan dibahas di sini.

Di sini, saya akan membahas mengenai sindrom Savant. Kata 'savant' sendiri berasal dari kata Prancis savior yang artinya 'mengetahui', yang merujuk kepada kemampuan otak yang dimiliki oleh pengidap sindrom ini. Sindrom ini termasuk dalam salah satu sindrom yang amat langka, dan juga adalah satu topik yang paling menakjubkan dalam pembicaraan dunia psikologi. Biasanya pengidap sindrom Savant ditandai dengan beberapa atau banyak ketidakmampuan fisik atau mental, tetapi memiliki kemampuan yang luar biasa dalam bidang tertentu. Atau kalau saya sebutkan dalam frase yang lain, 'menukar' banyak hal biasa dengan beberapa hal luar biasa.

Yang dimaksudkan dari penjelasan diatas mengenai Savant, yaitu bahwa seorang Savant umumnya tidak dapat melakukan berbagai hal yang umum dilakukan orang seusianya. Misalkan, ada seorang Savant yang tidak bisa makan sendiri, tidak bisa mengikat tali sepatunya, bahkan tidak bisa berbicara dengan baik, tapi mereka memiliki kelebihan luar biasa layaknya seorang manusia super. Ada seorang Savant yang diketahui dapat menghafal dengan baik jadwal bus di kota tempat tinggalnya, bahkan juga dimana masing-masing bus berada pada tiap waktu tertentu. Mengenai sindrom Savant ini sendiri, seorang psikolog Amerika Serikat, Dr. Darold Treffert, dalam salah satu jurnalnya menuliskan beberapa hal mengenai Savant, seperti berikut:
  1. Savant memiliki kedekatan tertentu dengan autisme, tetapi tidaklah sama.
  2. Savant lebih banyak diderita laki-laki.
  3. Pengidap sindrom ini memiliki kemampuan spesial yang biasanya berkisar pada 5 bidang, yaitu keahlian musik, seni, penghitungan kalender, matematika, dan mekanikal atau kemampuan spasial.
  4. Pengidap Savant memiliki daya ingat luar biasa.
  5. Savant dapat diperoleh sejak lahir, atau dari peristiwa tertentu yang terjadi setelah lahir, seperti kecelakaan atau sejenisnya.
  6. Kelebihan khusus yang dimiliki seorang Savant ini tidak akan hilang, tetapi dapat menjadi lebih baik jika dilatih dengan baik.
Hingga saat ini, masih banyak misteri yang melingkupi topik psikologi yang satu ini. Kemampuan seorang Savant seolah tampak terpendam dalam otak manusia dan perlu pemicu untuk muncul. Bahkan, munculnya sifat Savant seringkali diiringi dengan beberapa ketidakmampuan fisik atau mental, mengesankan seolah ada 'transaksi' yang dilakukan untuk mendapat kemampuan luar biasa dengan mengorbankan beberapa kemampuan 'biasa'. Tetap saja ada pengecualian untuk hal ini, seperti pada Daniel Tammet (akan dijelaskan dibawah), seorang Savant autistik yang tak tampak mengalami ketidakmampuan fisik yang berarti.
Jadi, pada artikel ini, akan dijelaskan 10 orang pengidap Savant, yang dinilai paling menakjubkan dari para pengidap Savant yang ada oleh situs neatorama.com, sampai-sampai disebut 'berkemampuan manusia super'. Berikut mereka:
1. Laurence Kim Peek (1951-2009)

Laurence Kim Peek terlahir dengan berbagai kerusakan otak yang parah. Dengan tiadanya corpus callosum, yang adalah penghubung antara belahan otak kanan dan otak kiri, dokter yang menangani Peek kala itu pun menyarankan ayah Peek untuk mengirim Peek ke panti asuhan dan melupakan segala hal tentangnya. Tentunya, sebagai seorang ayah saran dokter itu tak dia dengarkan.

Hingga akhir hayatnya, Kim tidak mampu melakukan berbagai gerakan motorik normal, bahkan sulit berjalan. Ketidakmampuan motorik ini diduga adalah akibat dari rusaknya sebagian otak besarnya. Dalam test IQ normal pun, Kim mendapat nilai di bawah rata-rata, 87.
IQ boleh kecil, namun apa yang dapat dia lakukan sungguh luar biasa. Hingga tahun 2008, tercatat Kim telah membaca lebih dari 12.000 buku, dan memahami dengan baik keseluruhan buku-buku tersebut. Ia mampu membaca buku dengan begitu cepat–2 halaman dibaca dalam 3 detik–dan memahami nyaris semua dari apa yang baru ia baca. Yang unik, kedua matanya membaca halaman yang berbeda. Dan hebatnya lagi, Kim menguasai lebih dari 15 disiplin ilmu–dari sejarah, geografi, hingga olahraga, serta dapat menyebutkan berbagai fakta-fakta unik yang seringnya diabaikan oleh orang biasa. Ia juga bisa menentukan hari dari sebuah tanggal dengan segera, dan juga mengingat dengan baik setiap musik yang pernah ia dengar. Ia disebutkan sebagai seseorang yang akan menginterupsi sebuah pertunjukan musik hanya untuk mengatakan bahwa 'nada trombonnya terlalu tinggi dua nada'.

Sosok Kim Peek ini pernah dijadikan model untuk sebuah film berjudul "Rain Man", yang menceritakan seorang autistik dengan kemampuan mirip sebagaimana Kim–meskipun Kim sendiri tidak termasuk pengidap autistik. Dan dengan diluncurkannya film tersebut, Kim jadi makin terbuka dengan dunia luar, dan makin senang berada di tengah-tengah masyarakat. Kim meninggal pada akhir tahun 2009 karena serangan jantung.
2. Leslie Lemke (1952-...)

Leslie Lemke dilahirkan di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat pada tahun 1952 dengan diagnosis glaukoma dan otak yang lumpuh akibat terlahir prematur. Dengan berat hati, dokter ketika itu terpaksa mengambil matanya dalam operasi. Ibunya sendiri telah menyerah mengenai pengasuhannya, dan bayi ini diadopsi seorang perawat bernama May Lemke, yang saat itu sedang mengadopsi 5 anak lain.

Ketika bayi, si kecil Leslie Lemke tak bisa menelan makanannya sendiri, dan sang ibu adopsi terpaksa mendorong makanan ke dalam kerongkongannya supaya Leslie kecil bisa makan. Ia baru bisa mengunyah makanan sendiri pada usia setahun, dan dalam enam tahun berikutnya tida menunjukkan perkembangan yang signifikan. Leslie kecilpun baru bisa berdiri pada usia 12 tahun, dan dia tidak bisa berjalan hingga 3 tahun setelahnya.

Sampai disini cerita perjuangan berat membesarkan Leslie kecil. Hingga pada usia 16, Leslie yang belum pernah mengenal alat musik sekalipun, mengejutkan ibu adopsinya dengan memainkan Tchaikovsky's Piano Concerto no.1 di tengah suatu malam. Dia memainkan lagu itu setelah mendengarkannya sekali saja.
Sejak itu, Leslie dilatih untuk memainkan lagu-lagu klasik dengan pianonya dalam rentang genre yang luas. Seperti yang pertama, Leslie hanya perlu mendengarkan lagu satu kali untuk mengulangnya dengan sempurna. Sejak tahun 1980, Leslie sering mempertunjukkan keahliannya memainkan piano dalam berbagai konser di kancah internasional. Konser terakhirnya diadakan tahun 2007, sebelum kesehatan Lemke yang memburuk menghentikannya dari mengadakan konser lebih lanjut.
3. Alonzo Clemons (1956-...)
Pernah mengalami kecelakaan ketika bayi, Alonzo Clemons kehilangan banyak kemampuan dasar, dan pertumbuhannya pun terhambat. Tidak bisa makan sendiri, tidak bisa mengikat tali sepatu, nilai IQnya berkisar 40-50, tetapi dia bisa memahat. Yang hebat adalah, dia mampu memahat setelah melihat modelnya hanya sepintas, dan mampu membuat model 3 dimensi yang sempurna dari sebuah gambar 2 dimensi yang ia lihat, tepat serupa bahkan ke otot-otot modelnya. (Alonzo seringkali membuat pahatan hewan, daring seringkali adalah kuda.)

Sejak kecil, kemampuan memahatnya yang luar biasa terus ia latih dengan membuat berbagai pahatan. Bahkan dalam keadaan dimana ia tidak mampu mendapat tanah liat atau lilin untuk memahat, biasanya ia akan mencari di lingkungan sekitar, bahan yang bisa dipahat untuk model barunya. Sejak munculnya film 'Rain Man' sebagaimana yang disebutkan sekilas diatas, Alonzo memiliki semangat lebih untuk mendapat pengakuan dari dunia internasional akan kelebihannya, dan juga keinginan kuat untuk sukses sebagai seorang pemahat. Hasil pahatannya dinilai banyak orang luar biasa karena sangat mirip, diselesaikan dalam waktu yang amat singkat, dan terlihat realistis. Ia juga dikenal pernah memahat patung tiga anak kuda sesuai ukuran aslinya, dikenal sebagai 'Three Frolicking Foals'. Jika ingin melihat beberapa hasil pahatannya, kalian dapat kunjungi situs ini.
 4. Gottfried Mind (1768-1814)
 Terlahir dengan kondisi fisik yang lemah, Gottfried Mind terinspirasi untuk menggambar hewan-hewan dari seorang pelukis bernama Legel, yang dikenalnya di masa kecil. Setiap hari, ketika ayahnya bekerja, Mind kecil mengamati pekerjaan Legel yang menggambar bangunan dan hewan ternak sepanjang waktu. Sejak itu Mind tertarik untuk menggambar juga. Ayahnya, yang adalah seorang tukang kayu, menganggap hanya kayulah yang berguna untuk kehidupan, dan ia tak pula menganggap menggambar sebagai sesuatu yang berguna. Setiap kali Mind meminta kertas pada ayahnya untuk menggambar, ayahnya melempari Mind dengan sepotong kecil kayu; ini membuat Mind berusaha untuk membuat miniatur hewan dari potongan-potongan kayu itu. Hasilnya cukup bagus, bahkan domba serta kambing kayu buatannya pun terpajang di atas perapian di beberapa rmah di desanya. Mind juga pernah mencoba mengukir pada kayu, gambar anak petani di desanya, namun gagal.

Pada usia delapan tahun, Mind dimasukkan ke sebuah akademi seni untuk orang kurang mampu. Gurunya menggambarannya sebagai 'amat lemah, tidak mampu melakukan kerja keras, penuh bakat menggambar, makhluk aneh, berpikir layaknya seniman, juga amat nakal'. Tidak diketahui berapa lama ia tinggal di akademi itu, berikutnya ia diketahui mendatangi seorang pelukis bernama Sigmund Hendenberger. Dari sang mentor, Mind belajar seni menggambar dan melukis dengan cat air. Pendidikan Mind sendiri kebanyakan berkutat pada bidang seni, ia selalu kesulitan menulis namanya sendiri, bahkan nyaris tidak bisa apa-apa dalam aritmatika.

Keahlian Mind dalam menggambar dibangkitkan dengan sebuah kejadian. sang mentor Sigmund Hendenberger sedang menggambar seekor kucing, ketika sang murid berkata dengan lantangnya, "Itu bukan kucing!". Sang mentor pun menantang Mind untuk menggambar kucing yang lebih bagus, dan hasil gambarnya begitu nyata sampai-sampai Hendenberger menyalin gambarnya itu. Sejak itu ia dikenal sebagai Raphael of Cats karena keahliannya dalam menggambar kucing yang tampak begitu mirip aslinya.
5. Gilles Tréhin (1972-...)
Gilles Tréhin hidup paruh waktu di sebuah kota bernama Urville, diatas pulau Côte d'Azur, yang terletak di antara Cannes dan St. Tropez. Belum pernah mendengarnya? Memang, Urville hanya ada di pikirannya.
Ia mulai menggambar sejak usia 5 tahun. Ia mengaku, sejak kecil ia selalu dibuat terpesona oleh kota besar dan pesawat. Bahkan, kata pertama yang ia ucapkan adalah 'avion'–pesawat dalam bahasa Prancis. Ia berkunjung ke New York bersama orangtuanya pada usia 12 tahun, dan sejak itu, Gilles mulai mendesain sebuah kota imajiner yang dinamainya Urville, berasal dari "Dumont d'Urville", nama sebuah pusat penelitian Prancis di Antartika.

Gilles sendiri memulai rancangan kota imajinernya dengan membangun bandara besar dari lego, dan dengan mengumpulkan pesawat mainan, jadilah sebuah bandara besar dari lego yang ia rancang di kamar tidurnya. Karena bandara besar pastilah berada dekat suatu kota besar, maka mulailah Gilles membangun kota Urville dengan legonya. Namun, pada usia 15 tahun, Gilles melakukan revolusi besar dengan menggantikan lego yang selama ini menjadi mitranya, dengan menggambarkannya diatas kertas.

Urville in bukan sekedar khayalan belaka–Gilles telah membuat 250 lebih gambar detail mengenai segi-segi kota Urville, bahkan telah membuat sebuah buku yang menjelaskan tentang kota imajiner ini. Kini ia tinggal di Cagnes-sur-Mer, dekat kota Nice, Prancis.
 6. Jedediah Buxton (1707-1772)
Cukup ironis sebenarnya kalau membaca masa kecil Jedediah Buxton, karena meskipun ayahnya adalah guru di sebuah paroki, dan kakeknya seorang pendeta, pendidikan Buxton telah begitu diabaikan, hingga ia tidak bisa menulis, dan pengetahuannya, kecuali angka, sangatlah terbatas. Tidak diketahui dengan pasti bagaimana Buxton mulai mempelajari angka-angka, tapi perhatiannya selalu terpaku pada hal-hal semacam ini, dan ketika ia membicarakan sebuah objek, seringkali ia mengacu pada angka-angka yang berkaitan dengannya. Ia mengukur luas desa kelahirannya, Elmton cukup dengan berjalan menelusurinya, dan bahkan memberitahukan luasnya kepada orang lain, tidak hanya dalam satuan acre, tetapi bahkan dalam inci persegi.

Ketajaman penghitungannya diuji pada 1754 oleh Royal Society ketika ia sedang bepergian ke London, dimana Buxton teruji mampu menghitung dan mengkalkulasikan angka hingga sebesar 39 digit. Selama kunjungannya ke metropolitan London, ia dibawa untuk melihat drama Richard III yang dipentaskan di teater Drury Lane, tetapi seluruh pikirannya dipusatkan untuk menghitung banyaknya kata-kata yang diucapkan oleh David Garrick. Demikian pula, dia memfokuskan dirinya untuk menghitung jumlah tapakan kaki para penari, dan ia menyatakan bahwa begitu banyaknya bunyi-bunyian yang dihasilkan oleh instrumen musik telah membuatnya bingung tak terkira.
 7. Orlando Serrell (1969-...)
 Terlahir beberapa waktu sebelum negara asalnya, Amerika Serikat membukukan pencapaian besar dalam sejarah dengan mendaratkan manusia untuk pertama kalinya di Bulan, Orlando Serrell hanyalah seorang anak biasa tanpa bakat istimewa, hingga usia 10 tahun. Sebagaimana anak-anak seusianya, Orlando suka bermain olahraga, terutama bisbol. Pada hari yang ditentukan itu, 15 Januari 1979, Orlando sedang bermain bisbol ketika sisi kiri kepalanya terhantam bola bisbol cukup kuat. Meksipun hantamannya cukup kuat, ia tetap melanjutkan permainan dan tidak memberitahu orangtuanya perihal cederanya.

Perlahan, cedera akibat bola bisbol itu menghilang, namun Orlando mendapati ia memiliki kemampuan baru: ia mampu melakukan kalkulasi kalender yang rumit, dan ia juga mengingat dimana ia berada, apa yang ia lakukan, dan bagaimana cuaca yang ia amati sejak hari dimana kepalanya terhantam bola bisbol. Yang unik dari kemampuan Orlando adalah, ia hanya seorang bocah biasa hingga kepalanya terhantam bola bisbol, dan hantaman itu seolah mengaktifkan sisi kecerdasannya yang menakjubkan itu. Ini mengesankan, seolah, ada kunci menuju kecerdasan luar biasa itu, unci yang belum pernah bisa digenggam manusia.
8. Stephen Wiltshire (1974-...)
Stephen Wiltshire adalah seorang tunawicara di masa kecilnya. Masa kecilnya, sebagaimana Kim Peek atau Leslie Lemke, tidaklah begitu mulus–ia didiagnosis mengidap autisme, dan di tahun yang sama ayahnya tewas dalam kecelakaan motor. Pada usia lima tahun, Stephen disekolahkan di Queensmill School di London, dimana ia menunjukkan ketertarikannya pada seni menggambar. Untuk masa selanjutnya, karena kondisinya, ia mengekspresikan apa yang ia inginkan melalui gambar. Dibantu gurunya, ia belajar berbicara sejak usia sembilan tahun. Kata pertamanya sendiri adalah "paper"–kertas.

Di usianya yang kesepuluh, Stephen menggambar sederetan objek wisata di London, satu untuk tiap huruf alfabet, yang kemudian ia namai London Alphabet. Dan sejak itu, ia sudah membuat serangkaian buku yang berisikan gambar-gambar karyanya.
Yang membuat Stephen menjadi terkenal adalah kemampuannya yang luar biasa untuk menggambar panorama sebuah kota besar hanya dari sebuah penerbangan singkat menggunakan helikopter. Pertama kalinya Stephen melakukan hal ini adalah saat menggambar panorama kota Tokyo pada sebuah kanvas sepanjang 3 meter selama seminggu, setelah mengamati dari penerbangan selama setengah jam dengan helikopter. Sejak itu ia telah menggambar berbagai kota lain seperti Roma, Hong Kong, Frankfurt, Madrid, Dubai, Jerusalem dan London pada kanvas panjang, semuanya berbekal ingatannya. Dalam kasus gambar kota Roma, Stephen menggambarnya dengan begitu detail, bahkan ia menggambar dengan tepat jumlah tiang pada Pantheon. Gambar panorama terakhir yang ia buat sejauh ini adalah panorama kota New York sepanjang 5,5 meter, yang diselesaikan Stephen dalam waktu 5 hari pada Oktober 2009.

Atas sumbangannya yang besar dalam dunia seni, pada tahun 2006 Stephen dianugerahi gelar MBE (Member of the Order of the British Empire), yang tentunya diberikan oleh Kerajaan Inggris. Proyek terbarunya adalah membuat panorama panjang kota New York sepanjang 76 meter, yang dipasang di terminal kedatangan Bandara John Fitzgerald Kennedy, New York. Panorama itu dibuatnya dalam kerjasama dengan bank Swiss UBS, yang menjadikan gambar panorama itu sebagai bagian iklan mereka, menganalogikan ketelitian dan ketekunan Stephen dalam menggambar dengan UBS dalam melayani nasabahnya. Kalian dapat mengunjungi situs Stephen Wiltshire yang berisi galeri karya-karyanya, yang juga dipajang di museum galeri miliknya di London.
9. Ellen Boudreaux (1957-...)
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, seorang wanita dengan Savant amat sedikit dibandingkan lelaki, dan Ellen hanyalah salah satu contohnya. Bahkan, hanya dialah wanita yang dimasukkan oleh neatorama.com ke dalam daftar ini. Tidak percaya, perhatikan saja daftarnya.

Terlahir prematur, Ellen mengalami kebutaan akibat mata yang belum berkembang sempurna dalam kandungan, serupa dengan apa yang terjadi pada Leslie Lemke. Meskipun ia buta, telinganya tetaplah hebat, dan pada usia 6 bulan, saudarinya memergoki si bayi Ellen sedang bernyanyi, mengikuti alunan musik "Lullaby" karya Johannes Brahms. Sejak itu, Ellen telah mendengar banyak lagu yang populer di masa itu, dan mengingatnya dengan begitu baik hingga ketepatan terkecil.

Pada usia 7 tahun, Ellen dibelikan sebuah piano oleh orangtuanya. Dari piano itu ia mengulang berbagai lagu yang ia dengarkan, dan Ellen terkadang memainkannya dengan gaya genre tertentu. Bahkan, ia merancang sendiri melodi untuk 'menemani' alunan yang ia dengar. Ellen jga belajar gitar, menghabiskan berjam-jam untuk menghafalkan konfigurasi antara nada suara yang dihasilkan dengan posisi jarinya, dan ia mulai belajar memainkan lagu-lagu yang ia dengar dari radio. Ellen diketahui membentuk sebuah band lokal bernama 'The Diremakers' pada tahun 1994, dengan Ellen menjadi pemain utama. Band itu sendiri telah mengadakan pertunjukkan di berbagai negara bagian di Amerika Serikat. Koran Sacramento Bee mendeskripsikan Ellen sebagai 'seorang yang mampu mendengar sebuah lagu, menyimpannya di memorinya, dan memainkannya bertahun-tahun kemudian, dengan ketangkasan dan ketepatan yang luar biasa'.

Selain kemampuannya dalam bidang musik, Ellen juga memiliki kelebihan lain. Sang ayah menyadari bahwa sejak kecil Ellen, terlepas dari kebutaannya, tidak pernah menabrak barang-barang di rumahnya, bahkan tidak pernah menabrak satu pohonpun ketika berlari di hutan. Kemudian dketahui bahwa Ellen mengembangkan sendiri kemampuan ekolokasi, yaitu kemampuan untuk mendeteksi gema dari suara yang ia keluarkan sendiri pada benda-benda di sekitarnya, yang kemudian 'memberitahu' Ellen akan adanya sesuatu di sana. Kemampuan ini juga dikembangkan oleh kelelawar dan lumba-lumba.

Yang lebih mengesankan dari kemampuan Ellen adalah ketepatannya menentukan waktu. Ellen sendiri tentunya tak pernah melihat jam, dan ia juga tak pernah diberitahu mengenai sistem penentuan waktu yang berlaku. Semuanya berawal saat negara api menyerang ibu Ellen memperdengarkan kepada Ellen bunyi perekam waktu otomatis selama 10 menit, yang seolah memunculkan sebuah jam di dalam benak Ellen. Ketika waktu (pada jam) menunjukkan waktu 1:59:59, Ellen langsung menyahut, 'Jam dua'. Ellen setiap hari juga selalu mendengarkan acara TV favoritnya–tanpa sedikitpun terlewat.
10. Daniel Tammet (1979-...)
 Daniel Tammet, meskipun kini dipanggil dengan nama itu, dilahirkan dengan nama Daniel Paul Corney, sebagai anak tertua dari 9 bersaudara. Di masa kecilnya, ia sempat mengalami epilepsi yang cukup parah, yang akhirnya dihilangkan dengan pengobatan medis. Dan tampaknya penyakit itulah yang 'mendatangkan' padanya kemampuan luar biasa. Sejak kecil, ia suka menghitung, dan kini ia bahkan bisa menghitung akar pangkat tiga dari suatu bilangan lebih cepat daripada kalkulator. Juga, yang membuat ia menjadi terkenal adalah saat ketika ia menyebutkan fraksi dari rasio paling terkenal, π, hingga bilangan desimal ke-22.514. Dimana sebagian besar orang yang pernah berurusan dengan π hanya menghafalnya hingga dua desimal, yaitu 3,14; bayangkan saja jika dihafal hingga desimal ke-22.514. Dia memegang rekor untuk daerah Eropa untuk hal ini. Tapi, tunggu dulu. Orang Amerika pernah membuat lelucon yang kira-kira bunyinya begini, 'No matter how hard you try, there will always be an Asian who made it better'. Rupanya, lelucon itu berlaku pula dalam daftar pemegang rekor penghafal angka desimal π. Di sana tercatat Tammet menempati posisi ke-6, dan di puncak adalah Lu Chao dari China yang memegang rekor dunia resmi Guinness untuk menghafal angka desimal π, hingga angka desimal ke-67.890.

Kembali ke laptop Daniel, masa kecilnya dihabiskan dengan mempelajari angka. Dia juga mengembangkan kemampuan sinestesia, kemampuan yang membuatnya mampu melihat 'warna dan citra' tersendiri dari tiap-tiap angka. Dengan kemampuan sinestesia ini, ia mampu 'melihat' apakah sebuah bilangan merupakan bilangan prima atau bukan.
Selain kemampuan menghitung yang unik, Daniel juga memiliki kemampuan lebih dalam bahasa–ia mampu berbicara dengan baik dalam bahasa Inggris, Jerman, Spanyol, Prancis, Estonia, Finlandia, Esperanto, dan Islandia. Bahasa yang terakhir ia pelajari dalam seminggu dalam tantangan untuk wawancara di televisi lokal Islandia. Dan ia berhasil–wawancara itu berhasil dilakukan sepenuhnya dalam bahasa Islandia. Kini, Daniel pun merancang bahasa buatannya sendiri, Mänti, yang dikatakannya menunjukkan hubungan antara dua hal yang berbeda. Ia mencontohkan, 'ema' yang berarti ibu, disebutnya sebagai sumber dari 'ela'–kehidupan. Nama belakang barunya pun, Tammet, diambilnya dari bahasa Estonia tamme–pohon ek.

Yang membuat Daniel begitu istimewa di mata para ilmuwan peneliti Savant, adalah kenyataan bahwa ia, tak seperti kebanyakan Savant lainnya, mempu menjelaskan bagaimana kemampuan Savantnya bekerja. Seperti ketika ia menjelaskan seperti apa 'citra' dari angka-angka di dalam benaknya, ia mampu menjelaskan seperti apa ia melihat angka 5, 333 bahkan 6943. Seorang profesor menyatakan bahwa Daniel dapat menjadi 'batu Rosetta'–batu kunci–untuk memahami yang terjadi pada para Savant.

Di samping semua kemampuannya, ia juga menulis buku; yang pertama berjudul Born on The Blue Day, menceritakan pengalaman hidupnya sebagai seorang autistik pemalu yang didiagnosis mengidap sindrom Asperger, sindrom yang ditunjukkan dengan kesulitan penderitanya untuk berinteraksi dalam kehidupan sosial, dan ketertarikannya pada suatu subjek tertentu. Buku ini dipasarkan pada tahun 2006, dan laku terjual di dunia internasional, termsuk diterjemahkan ke dalam 20 bahasa. Buku keduanya, Embracing the Wide Sky, disebut oleh majalah Prancis L'express sebagai 'buku paling laris di tahun 2009'. Ia diketahui pernah bertemu dengan Kim Peek, inspirasi utama film 'Rain Man' yang juga menyadarkan Daniel akan kondisinya sebagai seorang savant. dari pertemuan dengan Kim, Daniel menjadi lebih terbuka dalam kehidupan sosial, dan ia juga ikut memasarkan bukunya ke berbagai negara, dan juga berpidato di beberapa tempat.


Epilog: Hahh, capek. Setelah menulis semua ini, saya betul-betul tersadar bahwa benarlah kata seseorang yang pernah saya dengar, "Kebanyakan manusia tidak pernah menggunakan otaknya kecuali hanya sebagian kecil, amat kecil". Terlepas dari kekurangan mereka, mereka memiliki kemampuan yang luar biasa, yang sebenernya masing-masingnya bisa dilatih–meskipun sulit sekali. Dengan ini sebenarnya saya ingin mengajak kalian semua para pembaca, bahwa kita memiliki potensi amat besar yang tersimpan dalam otak. Mau memaksimalkannya atau tidak, itu tergantung anda. Kalau kata Yohannes Surya, "Menurut prinsip saya, tidak ada anak yang dilahirkan bodoh". Menurutnya semua anak dilahirkan dengan kecerdasan yang setara, yang mempengaruhi kelanjutan kecerdasannya hanyalah pada seberapa besar potensi otak itu ia maksimalkan.

Mungkin kata orang, semakin banyak kita belajar, semakin banyak yang kita tak tahu. Tetapi, menurut saya yang benar adalah: semakin banyak kita belajar, semakin sadar kita akan banyaknya hal yang kita tak tahu. Karenanya, janganlah takut untuk terus belajar, karena belajar adalah salah satu proses dan jiwa kehidupan. Jangan persempit makna belajar dalam kehidupan sekolah belaka; belajar bisa dilakukan dimana saja, kapan saja, dan dari mana saja. Saya pun akan senang kalau kalian bisa belajar setelah membaca artikel ini. Mari berjuang bersama! (:g)
Lanjutkan baca »

Jumat, 23 Desember 2011

Article#29 - Quote for Today

"Before you ask someone why they hate you, ask yourself why you even care."
~quoted from 9GAG, around Thursday-Friday, 22th-23th December, 2011, uncertain time

source

Lanjutkan baca »

Article#28 - Bahasa Indonesia yang Terbuang..

Ups, mungkin judulnya terlalu provokatif. Akan tetapi, trik psikologis berupa 'provokatif' lah yang digunakan media massa dalam menyebarkan informasi, dan selama ini trik ini terbukti nyata berhasil memberangus kebutaan informasi di seluruh dunia.... Ah, lupakan. Bukan itu yang akan kita bicarakan. ke, tidak perlu berbasa-basi sebagaimana banyak orang Indonesia biasa lakukan, segera ke topik.

Lupakan soal artikel, karena yang akan saya tulis disini nyaris murni opini. Jika kalian mengamat dari posisi pengamat percakapan di seantero Indonesia, kalian akan mendapat bahwa, meskipun diagung-agungkan sebagai bahasa pemersatu Indonesia yang terdiri dari ratusan suku bangsa dan bahasa daerah, yang juga memiliki sederet fakta menakjubkan lainnya, bahasa Indonesia secara utuh mulai kehilangan tempatnya di hati rakyat Indonesia. Baik melalui penggunaan kata yang salah, bahkan yang mengarah ke 'malu berbahasa Indonesia'.
Pertama, berkaitan dengan 'kurang dihormatinya' bahasa Indonesia. Dicontohkan saja , seperti gambar di bawah.
perhatikan tulisan inggrisnya. kacau betulan.
Entah apa maunya orang Indonesia, banyak sekali plang di Indonesia yang seolah 'memaksakan' untuk mencantumkan bahasa Inggris. Bahkan seringkali dengan penggunaan bahasa Ingggris tersebut, bahasa Indonesia malah dihilangkan dari plang. Sering kan kalian mendapati plang bertuliskan 'EXIT', atau 'EMERGENCY'. Ini di Indonesia, ey! Malukah warga Indonesia menggunakan istilah dalam bahasanya sendiri?

Terserah kalian mau setuju atau tidak. Tidak ada alasan untuk tidak tahu ini, semua bukti nyata kini sudah tersebar luar di mana-mana. Jika kau tak mengetahuinya, saya katakan anda menutup mata terhadapnya. Inilah alasan mengapa saya sebut bahasa Indonesia mulai 'terbuang' di tengah masyarakat. Inilah alasan pernah munculnya gerakan menjadikan bahasa Indonesia sebagai 'bahaa tuan rumah di negeri sendiri', yang meskipun telah lama menghilang dari permukaan berita, masih ada jiwa jiwa cerah yang berusaha menghidupkannya. Kalau melihat pepatah 'Bahasa menunjukkan bangsa', saya merasa paham mengapa Indonesia belum sukses-sukses. Bahasanya saja, yang katanya jadi identitas nasional, malah makin dinomorduakan. Yang dipikirkan hanya perut, logikanya 'asal hidup tenang'. Kalau hanya berharap, tanpa perbuatan, harapan hanya akan menguap sebagai sebatas mimpi belaka. Mau jadi apa negeri ini.

Saya ucapkan selamat bagi yang sdah mau meluangkan waktunya membaca sejauh ini, karena, permasalahan lingustik negeri kita tak habis disini. Masalahnya sudah seperti rembesan air laut yang muncul saat kau menggali lubang di pasir pantai. Tak peduli sesering apa kau menguras air dari lubang itu, selalu ada air baru yang muncul. Kembali ke topik, rupanya masih ada topik lain yang tak kalah memprihatinkan, yaitu bagaimana mayoritas orang Indonesia masih setengah-setengah dalam berbahasa. Saya cukup yakin kalian sering mendengar kalimat-kalimat semacam ini terlontar, bahkan (mungkin) dari lidah kalian sendiri.
"Tolong di-save filenya dong.."
atau semacam ini..
"Disana environment-nya bagus sekali..."
ada juga yang seperti ini...
"Kemarin acaranya cool banget.."
Dalam beberapa tahun belakangan, kalimat semacam ini makin umum terdengar di berbagai wilayah di Indonesia, terutama di kota-kota besar. Dan banyak orang yang mengucapkannya dengan lugas dan lapang. Padahal, dengan membiasakan penggunaan kalimat sejenis itu, mereka tanpa sadar sudah mulai mengikis rasa bangga berbahasa Indonesia sendiri.

Dan diantara orang-orang yang mulai terkikis rasa kebanggaannya berbahasa Indonesia itu adalah mereka yang sudah membaca sampai ke bagian ini, tetapi masih belum menemukan apa yang akan dibicarakan disini. Masih belum tahu juga? Baiklah, saya beritahu kalau begitu. Yang akan saya sampaikan berkaitan dengan ketiga kalimat diatas adalah bahwa ketiga kalimat diatas setengah-setengah dalam berbahasa. Maksudnya? Tenangkan pikiran, dan coba pahami sebelum lanjut membaca.

Pada kalimat-kalimat diatas, kesemuanya mengandung satu kata dari bahasa Inggris. 'Budaya' salah kaprah ini tampaknya makin menjamur seiring merebaknya era globalisasi. Sebenarnya sih, pemakaian istilah bahasa asing (tak peduli dalam bahasa Inggris [contoh: cool], atau bahasa Arab [contoh: alim], bahasa Hokkien [contoh: goceng] dan lainnya) dalam bahasa Indonesia tetap diizinkan (di bahasa Inggris juga sering memakai istilah Latin kok), asalkan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku (serasa di kuis saja). 
(Untuk selanjutnya, dibawah ini akan lebih mencermati masalah pemakaian istilah asing dari bahasa Inggris, karena inilah gejala krisis kebahasaan Indonesia paling kronis saat ini. Lagipula sebagian besar kosakata bahasa Indonesia adalah serapan bahasa asing, yang paling umum dari bahasa Inggris, Arab, Sanskerta, Belanda, Portugis dan dialek Hokkien. Tetapi, yang akan dibahas selanjutnya adalah penggunaan istilah asing (bukan serapan) yang mulai menggeser bahasa Indonesia yang asli, baik bahasa baku maupun tak baku.)

Ketentuan (selanjutnya disebut pedoman saja) tersebut adalah:
  1. Istilah bahasa asing digunakan untuk menyebut atau menamai benda atau konsep baru yang belum ada di Indonesia seperti kata-kata di bidang kedokteran.
  2. Istilah bahasa asing digunakan untuk memberikan makna yang lebih 'halus'
  3. Istilah bahasa asing digunakan untuk menyebutkan sesuatu dalam kebudayaan atau kehidupan masyarakat asing.
  4. Istilah bahasa asing digunakan untuk frase-frase tertentu yang lebih dikenal dalam bahasa asing daripada padanan aslinya dalam bahasa Indonesia. Seperti kata tissue yang umum dipakai karena lebih terkenal dari kata padanannya dalam bahasa Indonesia, selampai.
  5. Istilah bahasa asing hanya digunakan ketika benar-benar diperlukan, jika ada padanannya yang umum dikenal dalam bahasa Indonesia
(disadur dari artikel Bahasa Menunjukkan Bangsa, karya Mukodas Arif Subekti, 15 Desember 2011, 15.11 WIB dengan penambahan dan pengubahan seperlunya)
Yap, intinya, untuk menggunakan istilah asing, perlu diperhatikan rambu-rambu yang sudah saya bagikan diatas, atau paling tidak rambu-rambu lain yang relevan dan sesuai.
Wah, salah, bukan rambu yang ini.
Lupakan dan kembali ke pokok bahasan. Mengapa saya sebut 'setengah-setengah dalam berbahasa', ialah karena mereka yang mengucapkan kata-kata tersebut terkesan tidak konsisten dalam menggunakan bahasa. Mau bicara pakai bahasa Indonesia ya konsisten, jangan pakai istilah-istilah Inggris terus. Dinilai oleh sebagian pihak, mengenai penggunaan ini ada kaitannya dengan doktrin sebagaimana yang pernah saya tuliskan di artikel sebelumnya, bahwa Barat dianggap lebih baik dalam hampir segala bidang. Karenanya, rakyat Indonesia menilai, "dengan meniru Barat, saya akan tampak lebih baik".

Berlomba-lombalah orang orang malang itu (jangan disalahartikan dengan kota Malang) dalam menyerap dan mengimplementasikan budaya Barat dalam keseharian mereka, termasuk, yang menjadi bahasan utama di sini, bahasa. Dan, berkembangnya pola pikir semacam ini ikut mendorong munculnya doktrin kedua, bahwa dengan mengucapkan istilah bahasa Inggris, seorang akan dianggap 'intelektual', 'cerdas' dan 'terpelajar'. Padahal, tanpa mereka sadari, jati diri nasionalisme mereka luntur secara bertahap dengan kebiasaan tersebut. Tengoklah presiden Indonesia saat inipun, Susilo Bambang Yudhoyono atau populer sebagai SBY, kerapkali menggunakan istilah asing yang dirasa tak perlu dalam banyak pidatonya. Sampai-sampai ada yang mengolok gaya pidato SBY dengan pidato 'gado-gado', menyindir penggunaan bahasa Inggrisnya yang berlebihan.
Khusus untuk bagian ini, sengaja saya kutip sebuah catatan dari Roy Thaniago, seorang peminat kebudayaan dan kesenian muda Indonesia, yang dipasang di Facebook pada 12 Desember 2010.
"Seorang kawan yang baru lulus kuliah ditolak di mana-mana ketika melamar pekerjaan. Kesalahannya cuma satu, Ia terlalu bangga memakai bahasa Indonesia. Tidak seperti kebanyakan pelamar lain yang berfoya-foya dalam bahasa Inggris, kawan tadi memakai bahasa Indonesia dalam surat lamarannya.

Jumlah alasannya memakai bahasa Indonesia pun sama dengan kesalahannya itu, cuma satu, yakni, ia melamar pada perusahaan yang ada di Indonesia, yang masyarakat, rekan kerja, dan pimpinannya berbahasa Indonesia. Perusahaan yang pekerjaanya bisa dikerjakan dalam bahasa Indonesia.

Sialnya, kawan tadi lupa, kalau perusahaan di Indonesia merasa hebat ketika berhasil mengaudisi karyawannya dalam bahasa Inggris. Biar sedikit intelek, bro!

Dari perusahaan dengan banyak istilah asingnya – meeting, outing, order, customer, owner, break event point, part time, office boy – mari beralih ke bidang lain. Dalam pemerintahan, kebanggaan meminjam istilah Inggris juga amat mengenaskan – kalau tidak mau disebut mengesalkan atau memuakkan.

Tampak sekali kalau para pejabat kewalahan untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia sepenuhnya, sehingga merasa perlu meminjam istilah asing. Tengoklah istilah seperti impeachment, smart card, voting, sampai yang paling tolol, busway.

Entah, tulah apa yang menelanjangi identitas kebangsaan kita. Kenapa kata-kata asing bertaburan dalam percakapan sehari-hari? Bahasa Indonesia seakan tak mampu bersolek dengan anggun bila tidak menggandeng bahasa Inggris. Orang paling bodoh sekali pun diatur gaya berbahasanya agar fasih melafal tengkyu, sori, serprais, sekuriti, syoping sebagai syarat penduduk berwawasan global – walau pengetahuan dan nalarnya tidak diajak mengglobal.

Tidak ketinggalan – dan ini yang paling menyakitkan – institusi publik yang seharusnya mendidik masyarakat, malah melayani kekeliruan berbahasa tersebut. Kita lihat bagaimana sekolah-sekolah berbangga dengan mengganti namanya dengan bahasa Inggris. Universitas mengiklankan dirinya di media dengan istilah Inggris seperti admission, free laptop, the leading university, faculty of management, dan seterusnya.

Padahal target pemasarannya adalah orang-orang yang sehari-hari berbahasa Indonesia. Media cetak maupun elektronik juga melayani semua kekenesan ini. Simak saja kata-kata yang mondar-mandir di halaman mata kita. Ada Today Dialogues, Woman of the Year, Sport, Headline News, dan sebagainya.

Pada SINDO, sebuah media massa nasional, yang logikanya adalah sebuah media yang turut bertanggungjawab terhadap budaya berbahasa, pun bersikap demikian. Coba periksa koran ini pada tiap edisinya. Di halaman depan, mata pembaca sudah dihadang dengan rubrik ‘news’ dan ‘quote of the day’.

Usaha meng-inggris ini belum usai, karena disusul di lembar-lembar berikutnya: rubrik ‘financial revolution’-nya Tung Desem Waringin, rubrik ‘people’, rubrik ‘fashion’, rubrik ‘food’, rubrik ‘rundown’, atau cap ‘special report’ pada artikel tertentu. Jangan tersenyum geli dulu, karena bukan saja SINDO, koran-koran lainnya pun tak luput dari gaya-gayaan berbahasa ini.

Mau contoh lain? Tak usah pergi jauh, karena cukup sambil duduk menggenggam halaman ini, bayangkanlah segala sesuatu di sekitar anda: merek permen, keterangan dalam bungkus mie instan, nama restoran, keterangan dalam gedung (exit, toilet, emergency), dan seterusnya, dan sebagainya, yang kalau dituliskan semua, artikel kali ini hanya akan memuat daftar ‘dosa’ tersebut. Dan tentunya memanjangkan rasa jengkel.

Lalu, menjadi sehebat Inggris atau Amerika-kah bangsa ini ketika berhasil mengadopsi bahasa mereka? Apakah dengan serta merta ekonomi negara menjadi seciamik mereka? Apakah dengan begitu terlihat cerdas karena berhasil mensejajarkan diri dengan bangsa Barat?

Sampai sebegitu jijiknyakah kita terhadap bahasa Indonesia sehingga pada kata ‘peralatan kantor’ perlu ditemani kata dalam kurung ‘stationery’, ‘nyata’ ditemani kata dalam kurung ‘real’, atau ‘kekuatan’ yang ditemani ‘power’? Seakan mata kita lebih karib dengan kata di dalam kurung ketimbang kata dalam bahasa Indonesia-nya.

Masih cukup waraskah kita ketika menertawakan seorang artis muda yang ber-Inggris ria, “hujan..beychek..ojhek”, yang padahal adalah cermin dari ketidakberpribadian diri kita sendiri? Atau celakanya, latah pun kalau bisa dibuat-buat agar yang keluar secara spontan adalah kata, ‘oh my god’, ‘monkey’, ‘sh*t’, ‘f**k you’, atau ‘event organizer’.

Pada kasus lain kita temukan bagaimana sikap sok inggris ini tidak diimbangi dengan pengetahuan memadai. Contoh paling fatal, juga paling tolol, ada pada isitilah ‘busway’ yang tidak mengindahkan aturan bahasa, terlebih logika. Mana ada frase, “ke Blok M naik ‘jalanan bis’ sangat nyaman”.

Coba perhatikan, bagaimana kita melafal ‘AC’ (Air Conditioner) dan’HP’ (Hand Phone). Bukankah kita menyepel a-se untuk ‘AC’ dan ha-pe untuk ‘HP’? – padahal kalau sok Inggris layaklah dieja ei-si dan eitch-pi. Tapi tidak pada ‘VCD’ (Video Compact Disc) dan ‘PC’ (Personal Computer), karena kita menyepel vi-si-di dan pi-si. Konyolnya, ‘Media Nusantara Citra’ (MNC), dieja dengan em-en-si, bukan em-en-ce.

Yang paling menyedihkan, justru yang menghargai budaya (bahasa) Indonesia adalah orang asing. Mungkin kita sudah bosan mendengar bagaimana bertaburnya kelompok musik gamelan Jawa di Amerika. Di Eropa, beberapa konservatori musik malah menyediakan jurusan musik karawitan atau gamelan bali.

Tengoklah yang terdekat, misalnya di Erasmus Huis, sebuah pusat budaya Belanda di Kuningan, Jakarta Selatan. Dalam program bulanan kegiatan yang dicetak di atas brosur, bahasa Indonesia-lah yang didahulukan, kemudian baru disusul dengan bahasa Belanda kemudian Inggris. Bila ada pementasan pun, buku acara, bahkan kata sambutannya pun – walau terbata-bata – mendahulukan bahasa Indonesia. Gilanya, hal ini justru terbalik bila artis Indonesia yang tampil.

Pada konser Nusantara Symphony Orchestra yang berkolaborasi dengan Tokyo Philharmonie Orchestra di Balai Sarbini, 10 Juni 2008 lalu, sebagai perwakilan dari Indonesia, Miranda Goeltom yang orang Indonesia memberi sambutan, tentunya dalam bahasa Inggris. Lalu, sebagai perwakilan Jepang, kata sambutan dari ‘Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Jepang untuk Republik Indonesia’, Kojiro Shiojiri menyusul.

Shiojiri yang asli Jepang ini, yang tidak ada untungnya karena memakai bahasa Indonesia, malah dengan pede-nya berpidato dalam bahasa Indonesia, meski terbata. Sudah cukup muakkah membaca kenorakan kita di atas? Memang, bahasa yang hidup adalah bahasa yang dinamis dan terus dirusak. Tidak seperti bahasa yang sudah mati seperti bahasa Latin.

Namun dalam konteks ini, sama sekali tidak menandakan bahwa masyarakat Indonesia sedang mengembangkan bahasanya secara sadar. Sebaliknya, masyarakat kita tidak mempunyai kemampuan untuk mengenali fenomena budaya yang menggigiti identitas bangsa. Tidak mampu mengatasi kekagokkannya sendiri terhadap budaya asing.

Mirip orang kampung yang merias berlebihan dengan segala pernak-pernik kota sepulangnya ke kampung halaman. Bangsa yang persoalan budaya-nya dianggap sepele bukan Indonesia sendiri. Tenang saja, kita ada kawan. Bangsa Romawi adalah kawan yang dimaksud.

Secara militer Romawi memang menjajah Yunani, tapi dalam hal kultural, Yunani-lah yang menjajah. Kalau kita, militer dijajah, budaya dijajah, ekonomi juga dijajah. Lalu apa yang bisa membuat bangsa ini tidak terjajah? Ketika tersinggung saat membaca artikel ini, begitu jawabnya.

Jadi, tersinggunglah!"

 Untuk epilog, saya ingin sedikit mengubah kata-kata Bung Karno, yaitu berikut ini, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai bahasanya". Sudah banyak bahasa daerah Indonesia yang terkikis sedikit demi sedikit karena makin langkanya penutur, dan hal yang hampir sama terjadi pula pada beberapa kesenian dan kebudayaan lokal, yang tergerus oleh kuatnya arus perubahan zaman. Alih-alih berusah mengembailkan semua itu seperti semula, kini giliran bahasa Indonesia yang kemurniannya dilunturkan. Yang dalam pengucapan dinomorduakan. Yang senantiasa dicampuradukkan. Ingatlah perjuangan pahlawan dahulu, yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu di seluruh Indonesia. Ingatlah lagi baik-baik baris ketiga naskah Sumpah Pemuda 1928. saat itu rakyat Indonesia yang berbahasa Belanda, Melayu, Jawa, dan lain-lain rela beralih bahasa menggunakan bahasa Indonesia dalam rangka mencapai tujuan bersama, sebuah identitas sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat secara utuh.

Nyatanya, rakyat Indonesia menomorduakannya kini. Hanya karena alasan remeh temeh yang tidak sebanding dengan kesediaan pahlawan pergerakan kemerdekaan dahulu dalam memantapkan penggunaan bahasa Indonesia. Ingin dianggap intelektual. Ingin dianggap modern dan gaul. Takut dibilang kampungan. Bahkan yang paling bebal, ikut-ikutan belaka. Memangnya, dengan memakai gaya bicara gado-gado tersebut, kalian akan terlihat pintar? Terlihat cerdas? Terlihat terpelajar? Terlihat modern? Kata saya, peduli amat dengan itu semua. Hanya orang yang tak mau berpikirlah yang mau diperdaya akan hal-hal semacam itu. Orang yang mau berpikir dengan baik, takkan peduli cara supaya dia terlihat 'lebih' di mata orang lain. Yang belum tentu sama menurut tiap-tiap orang. Yang akan dia lakukan hanyalah selalu memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik.
Kawan, mari mulai lestarikan bahasa Indonesia sebagai identitas nasional. Apa gunanya memiliki sebuah bahasa yang dikoar-koarkan sebagai bahasa persatuan, jika dengan hanya alasan 'kekerenan' semata, bahasa yang menjadi alat pemersatu itu kita kesampingkan.

Sebenarnya, melakukan hal ini mudah saja, asalkan tujuannya murni untuk memperbaiki diri dan untuk memajukan bangsa ini. Sebagai catatan, saya tidak pernah melarang penggunaan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari, justru, jujur saja, saya mendukung rakyat Indonesia untuk belajar bahasa Inggris. Kata ayah saya, ilmu itu semuanya baik, yang menjadikannya buruk adalah sang pemakai ilmu sendiri. Masalah muncul ketika orang termakan doktrin yang telah saya sebutkan sejenak diatas, dan lalu meminggirkan bahasa Indonesia demi kesan 'terpelajar' dan 'modern'. Saya sebut itu malu akan berbahasa Indonesia. Karena tidak ada bangsa yang baik secara menyeluruh, yang rakyatnya merasa malu akan identitas bangsanya. Dan, mengutip kata-kata Aa Gym, mulailah dari diri sendiri, mulailah dari hal yang kecil, dan mulailah dari saat ini. Tunggu apa lagi? Jika ingin berubah menjadi lebih baik, tak akan ada gunanya menunda. Selamat berjuang! (:g)
    Lanjutkan baca »

    Rabu, 21 Desember 2011

    Article#27 - Quote for Today

    "Humans are the only creature in this world who cut the trees, made paper from it, and then wrote: 'save trees' on it."
    ~quoted from @HumorBook on Twitter, Wednesday, 21th December, 2011, 14.26 (UTC+7)

    Lanjutkan baca »

    Minggu, 11 Desember 2011

    Article#26 - Sekilas Mengenai Heboh Kiamat 2012 dan Kalender Bangsa Maya

    Yiihaa, koboi telah tiba. Lho? Oke, lupakan. Kali ini penulis akan membahas mengenai hal lain, yang menjadi pembicaraan hangat terutama dalam beberapa tahun terakhir, ketika topik mengenai kiamat kembali merebak di tengah masyarakat dunia, kali ini mengenai kiamat 2012. Yap, inilah dia...
    Apa?! Leluhurnya ayam pedas? Inikah..?
    Eh, tentu saja bukan itu. Inilah dia...
    Bukan, ini bukan pizza zaman dulu, ini pahatan kalender bangsa Maya (katanya).
    Yang ini sebenarnya kalender Matahari milik Aztec, tetapi sering salah disangka sebagai milik suku Maya,
    Itulah yang disebut sebagai bentuk asli dari kalender bangsa Maya (Untuk membahas lebih lanjut mengenai perbedaan keduanya, baca ini), atau bahasa Bulgarianya Mesoamerican Long Count Calendar (bahasa Bulgaria..?), yang meskipun jauh lebih banyak diketahui rupanya dari dunia maya, tetaplah bukan sebuah benda yang maya. Oke, lanjut. Semua simbol dan pahatan yang terukir di benda sejenis koin raksasa itu menjelaskan sebuah bagian dari sistem penanggalan yang tersusun rinci, pencapaian yang fenomenal untuk sebuah bangsa di masa sekitar 1500-500 SM. Namun peradaban bangsa Maya yang bergelimang pengetahuan maju untuk masanya ini runtuh sekitar abad ke-10 dan 11 Masehi, dan peninggalan sejarah yang tersisa banyak yang hilang atau hancur sejak penjajahan Spanyol disana, sekitar abad ke-16. Walaupun begitu, keturunan bangsa Maya kini hidup sebagai suku Maya, dan bahasa yang mereka pakai pun tetap lestari hingga saat ini. Kalau mau bukti, periksa saja nama-nama berbagai daerah di Meksiko, banyak yang masih memakai bahasa Maya.
    Lah jadi ngomongin bangsa Maya. Kembali ke kalender, kalender itu dibuat dari susunan berbagai orde waktu, yang masing-masingnya mewakili jumlah hari tertentu. Langsung saja, berikut adalah orde-orde waktu yang digunakan dalam kalender Maya:
    • alautun, dengan 1 alautun=20 k'inchiltun
    • k'inchiltun, dengan 1 k'inchiltun=20 kalabtun
    • kalabtun, dengan 1 kalabtun=20 piktun
    • piktun, dengan 1 piktun=20 b'ak'tun
    • b'ak'tun, masing-masingnya 144.000 hari, dengan 1 b'ak'tun=20 k'atun
    • k'atun, masing-masingnya 7.200 hari, dengan 1 k'atun=20 tun
    • tun, masing-masingnya 360 hari, dengan 1 tun=18 winal
    • winal, masing-masingnya 20 hari, dengan 1 winal=20 k'in
    • k'in, ini setara dengan satu hari normal.
    (catatan: Untuk saat ini, siklus yang ada belum cukup lama untuk berganti piktun).
    Penggunaan dari kalender ini adalah sebagai berikut. Misalkan, untuk tanggal 11 Desember 2011, tanggal kalender Maya nya: 12.19.18.17.4, artinya 11 Desember 2011 berada pada b'ak'tun ke-12, k'atun ke-19, tun ke-18, winal ke-17, dan k'in ke-4, atau dengan kata lain merupakan hari ke-1.871.624 sejak mulainya kalender tersebut (tanggal 0.0.0.0.0), yang bertepatan dengan 12 Agustus 3114 SM.
    Mungkin sudah cukup pengetahuan mengenai kalender Maya. Lalu, apa hubungannya dengan kiamat 2012? Hubungannya adalah, bahwa dalam kalender Maya, menurut Wikipedia, pada tanggal tersebut, ketika putaran Kalender Maya yang ke-4 berakhir (mencapai tanggal 12.19.19.17.19),  kalender akan dilanjutkan dengan putaran ke-5 terhitung sejak 21 Desember 2012 (tanggal Maya 13.0.0.0.0). Dan, dari berbagai sumber yang tak tentu asalnya (tertera di bawah), media Barat membesar-besarkan isu ini sebagai ancaman kiamat. Dan berbagai pihak berhasil meraup keuntungan besar dari isu ini, seperti film 2012 yang disebut sebagai salah satu film fiksi ilmiah dengan efek spesial terbaik. Bahkan, mereka juga menyebutkan adanya serangkaian ramalan lainnya juga menyatakan mengenai terjadinya peristiwa besar/catastrophe, yang menurut interpretasi dari masing-masing ramalan tersebut, akan terjadi di tahun 2012. Inilah daftarnya:
    • Versi interpretasi catatan bangsa Sumeria, yang diinterpretasikan sebagai adanya planet-X atau Nibiru (lengkapnya baca ini) akan menabrak Bumi pada 2012. (kalau kembaran gelap kenapa namanya Nibiru ya.... bukannya 'Nigelap'..? #lupakan)
    • Versi interpretasi ramalan Cina Kuno, berasal dari buku I-Ching yang menyatakan adanya kiamat pada 2012.
    • Versi Interpretasi Kode, diambil dari analisis seorang penulis buku bernama Michael Drosnin terhadap Alkitab dalam bukunya The Bible Code, yang menurut Drosnin menyatakan adanya kode bahwa pada tahun 5772 akan datang sebuah komet yang menghantam bumi dan memusnahkannya. Menurut Drosnin, tahun 5772 adalah tahun Ibrani, yang mewakili tahun 2012 di penangggalan Masehi.
    • Versi Riset Ilmiah, mengenai siklus kenaikan aktivitas 11 tahunan Matahari, yang diprediksi akan mencapai puncak lagi pada tahun 2012.
    Dan banyak, banyak lagi.
    Terlepas dari fakta maupun ramalan yang disajikan diatas, saya tidak mengajak Anda sekalian para pembaca untuk mendukung ataupun menghujat prediksi kiamat tersebut. Meskipun begitu, pada kenyataannya sudah ada beberapa ramalan mengenai kiamat sebelum ini, namun semuanya terbukti salah, baik secara faktual ataupun tekstual. Bahkan ramalan mengenai Nibiru tadinya 'dijadwalkan' pada 2003, namun nyatanya tak terjad apa-apa. Kecuali mungkin, oposisi Mars pada 27-28 Agustus yang terkenal itu.
    Jadi... Ini semua karena itu??!
    Yah, begitulah. Bagaimana pendapat Anda? (:g)
    Lanjutkan baca »

    Rabu, 07 Desember 2011

    Article#25 - Quote for Today

    "The greatest mistake you can make in life is continually fearing that you'll make one."
    ~quoted from @TheIlluminati on Twitter, Wednesday, 7th December, 2011, 09.21 (UTC+7)
    Lanjutkan baca »

    Article#24 - Well, I'm back.

    After long and exhausting journey around this real world, at last I made it to be back and write newest article in da' blog again. Well, I don't intend to say anything at all in this newest article, justa' to inform y'all that, I'm back. Still unclear yet? Okay, I repeat. I'm back. Eh, no, I'm the writer of the blog.


    Why penguin babies? 'Cause I want to.
    Well, don't be fuzzy of reading those above, just read the others~
    (:g)
    Lanjutkan baca »
    Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...