***
Pernah memperhatikan pesawat terbang atau menumpanginya? Saya yakin para pembaca sekalian hampir semua pernah melakukan paling tidak salah satu dari hal tadi. Entah yang ini,
sumber |
"I looked up in utter disbelief at the four-hundred-ton monster that had just wafted me across the Atlantic Ocean at an altitude of more than five miles (eight kms) above Earth's surface".
Terkadang memang sulit untuk membayangkan, bagaimana bisa sebuah bongkahan logam seberat empat ratus ton dapat membawamu terbang di udara selama berjam-jam pada ketinggian rata-rata 10 kilometer.Tetapi jelas-jelas itu bisa teradi, dan, ia terjadi tiap hari. Tidak perlu bingung, segera akan dijelaskan bagaimana.
Dari buku yang sama itu, saya mengutip penjelasan yang akan saya sampaikan. Sekarang mulai serius. Pejamkan mata Anda...eh maksudnya ingatlah, di pelajaran sekolah sudah banyak membahas mengenai penjelasan di balik terbangnya pesawat. Masalahnya, seringkali, kalau bukan selalu, para pelajar diarahkan untuk mempercayai begitu saja bahwa pesawat dapat terbang dikarenakan sebuah prinsip yang dikenal dengan julukan Prinsip Bernoulli. Prinsip ini, seperti sudah jelas dari namanya, dirumuskan oleh seorang matematikawan Swiss bernama Daniel Bernoulli (1700-1782), yang merumuskan persamaan fluida dinamis dalam persamaan berikut.
Adanya perbedaan tekanan menyebabkan adanya gaya tekan udara, yang totalnya mengarah ke atas. Inilah yang diklaim oleh para pendukung teori Prinsip-Bernoulli-Menyebabkan-Pesawat-Terbang, dan sebenarnya teori tersebut hampir semuanya benar, kecuali untuk satu hal: asumsi waktu transit sama hampir tidak berlaku pada kenyataan sebenarnya. Tidak ada alasan penting bagi udara yang terpecah ke atas dan ke bawah sayap untuk kembali bertemu dalam waktu bersamaan. Sehingga, meskipun mungkin aliran udara di bagian atas sayap memang mengalir lebih cepat daripada di bawah sayap, perbedaan kecepatan yang ada tidak akan sanggup bahkan untuk mengangkat pesawat ketika hanya prinsip Bernoulli yang diperhitungkan. Supaya perbedaan kecepatan itu bisa cukup besar, sayap pesawat harus dibuat sedemikian melengkung layaknya punggung paus, dan bahkan sayap yang seperti itu akan membebani pesawat lebih lagi, sehingga jauh lebih sulit untuk sekadar mengangkat pesawat.
Lalu, kalau bukan hanya karena Prinsip Bernoulli, lantas apa faktor utama yang menyebabkan pesawat bisa terbang? Sekarang serahkan tampuk penjelasan kepada Isaac Newton (1642-1727). Newton, sebagaimana banyak orang ketahui, terkenal terutama atas ketiga hukumnya mengenai gerak, dan juga karena hukum gravitasi. Ketiga hukum Newton ini amat berguna karena dapat diaplikasikan pada hampir semua kondisi di alam semesta, selama tidak terlalu ringan (lebih ringan dari sebuah elektron) atau tidak bergerak terlalu cepat (mendekati kecepatan cahaya).
Lalu, bagaimana hukum Newton diaplikasikan pada sayap pesawat terbang? Sabar dulu, begini. Rancangan sayap yang telah disebutkan diatas, selain membuat aliran udara yang sedikit lebih cepat di bagian atas sayap daripada di bagian bawah, ternyata juga menghembuskan udara yang dibelahnya ke bawah. Kok bisa? Ini semua bermula dari kenyataan bahwa sebuah fluida yang mengalir di permukaan sebuah benda lengkung akan cenderung untuk mengikuti bentuk lengkung benda–meskipun pada akhirnya akan menyimpangkan arah laju fluida–sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan. Efek ini dikenal dengan nama Efek Coandă, merujuk kepada ahli aerodinamika Henri-Marie Coandă (1885-1972). Sekarang bayangkan udara yang mengalir diatas dan di bawah sayap pesawat. Sayap pesawat membelah aliran udara menjadi ke atas dan ke bawah, dan sesuai dengan efek Coandă, udara yang mengalir di sayap pesawat akan mengikuti bentuk lekukan sayap tersebut. Disinilah kuncinya: Bentuk sayap yang sedemikian rupa membuat udara yang mengalir di atas 'diarahkan' sehingga secara umum lebih banyak udara yang dihembuskan ke arah bawah. Dan, sesuai hukum 3 Newton, dengan adanya udara yang dihembuskan ke bawah oleh sayap, udara di bawah pesawat akan 'balas mendorong' pesawat. Nah! Inilah gaya angkatnya!
Ah, ada satu faktor lagi. Jika kalian melihat penampang melintang sayap pesawat, akan kalian dapati bidang sayap pesawat tidaklah sejajar dengan tubuh pesawat, tetapi agak miring di bagian depan dengan sudut sekitar 4 derajat. Dengan bentuk seperti ini, udara yang dilintasi pesawat akan sedikit 'tertahan' di bagian bawah sayap, yang akhirnya mendorong sayap ke atas. Efek serupa dapat kalian jumpai jika merentangkan tangan keluar kaca jendela mobil yang melaju, dan menaikkan sisi yang menghadap arah angin sedikit. Akan ada dorongan yang cukup kuat ke atas. Ketiga faktor inilah–dengan sedikit kontribusi Bernoulli–yang menjadi faktor utama dibalik terbangnya sebuah pesawat. (:g)
(disadur dari buku Kalau Einstein Lagi Cukuran, Ngobrolin Apa Ya? Lebih Banyak Penjelasan Ilmiah untuk Peristiwa Sehari-hari, halaman 19-21 dengan banyak perubahan)
canggih
BalasHapus