Sebenarnya, saya sudah ada niat untuk memasang artikel tentang hal ini sejak beberapa bulan yang lalu (iya, bulan,), tetapi karena ide ini saya taruh di kolom 'ide untuk dipakai nanti' dalam pikiran saya, akhirnya saya tak jadi-jadi membahasnya. Dan akhirnya saya kembali mendapatkan secercah ide untuk kembali membuka tabir lama yang belum tersingkap (halah) dari arsip pikiran saya mengenai topik yang satu ini, ketika saya dan beberapa rekan seperjuangan terlibat obrolan yang lumayan 'berkualitas'. Cukuplah, lanjut saja..
Kata demi kata di artikel ini dirancang di tengah ramainya berita (di Indonesia) mengenai perseteruan (lagi) antara dua instansi pemerintahan di Indonesia yang (sejatinya) memiliki visi dan misi serupa dalam menegakkan keadilan dan memberantas penjahat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Istilah orang Indonesia, cicak vs buaya jilid 2.
Agak aneh rasanya, menyaksikan bagaimana kedua institusi yang seharusnya bekerja sama memperbaiki moral bangsa ini justru sekarang saling berseteru dan saling sikut. Seperti Tom dan Butch yang seharusnya bekerjasama menangkap Jerry, namun justru bertengkar gara-gara rebutan Toodles. Si cicak jatuh di kepala si buaya, lalu si buaya menangkap ekor si cicak karena sebuah cerita masa lalu. Terlihat seperti usaha di tengah kebaikan, yang dihambat lajunya oleh pihak yang berkepentingan dengan masalah tersebut.
Tentu saja, sebagaimana umumnya masyarakat bereaksi dalam menindaklanjuti sebuah perseteruan yang 'timpang' (baik secara kekuatan maupun secara keadilan), masyarakat beramai-ramai mendukung KPK yang sedang 'diganggu' ketika menjalankan tugas mereka memberantas korupsi (mudah-mudahan memang demikian adanya). Memang terlihat, bagaimana Polri kelabakan dan mencoba menghentikan KPK yang terus membongkar korupsi yang sudah mengakar di tubuh Polri, dengan menahan salah satu penyelidik KPK. Tapi saya tak akan bahas banyak mengenai masalah itu disini.
Yap, fokus saya disini bukan mengenai pertarungan antara yang 'besar' dan yang 'kecil'. Mau cicak vs buaya, Daud vs Jalut, Jerry vs Tom, apapun lah itu namanya. Tetapi, sekali lagi bukti nyata menunjukkan bahwa akan selalu ada pihak antagonis terhadap sebuah kebaikan. Sebaik apapun dirimu bagi orang lain di sekitar, akan selalu ada yang tidak senang, sekecil apapun itu. Sepanjang manusia memiliki dan mendayagunakan hawa nafsunya, sisi antagonisme ini akan selalu ada. Karenanyalah, seorang Bill Cosby pernah mengatakan, "I don't know the key to success, but the key to failure is trying to please everybody." jangan menyibukkan diri dalam usaha menyenangkan orang lain jika itu mengubah kepribadian aslimu. (Lihat artikel 62)
Seorang pebisnis yang sukses, jujur dan dermawan, akhirnya tetap akan tidak sepenuhnya disukai oleh pesaingnya. Seorang jenderal yang tangguh mungkin akan mendapatkan beberapa rasa ketidaksukaan dari musuhnya. Dan lainnya. Terutama, bagaimana keberhasilan suatu pihak dalam memperbaiki kehidupan dirinya dan orang di sekitarnya akan dibenci oleh pihak lain yang ingin mempertahankan kondisi semula supaya ia tetap bisa menguasainya. Mirip dengan banyak hal yang terjadi di dunia nyata sekarang. Bahkan mungkin juga salah satu tangan-tangan tak terlihat dari kekuasaan itu sedang menggenggammu tanpa kau sadari, saat ini juga. (jangan mikirin hal yang mistis dulu...)
Bicara soal kekuasaan, benda yang satu ini, bersama dengan harta dan wanita (tanpa bermaksud merendahkan para 'calon' wanita mulia pembaca laman ini), memang terbukti menjadi alat-alat ampuh yang mengendalikan sebuah kebudayaan, bahkan juga mengatur laju sejarah. Unik bukan, melihat bagaimana orang berebut mendapat kursi yang diidentikkan dengan jabatan tinggi dan kemuliaan, padahal mereka sendiri tak lebih hanyalah sekerat manusia yang serupa dengan orang yang mereka pikir mereka kuasai. Nyatanya, orang-orang yang haus kekuasaan tetap berlomba-lomba melebarkan sayapnya, berusaha menangkap sebanyak mungkin harta kesenangan dunia. Mereka tak sadar, semua yang mereka dambakan, yang mereka kejar, yang membuat mereka menghalalkan segala cara demi meraihnya, hanyalah sesuatu yang nantinya pun juga akan hancur, rusak dan terlupakan seiring berlalunya sejarah, sama seperti diri mereka sendiri. Bahkan mungkin bisa dibilang, semua itu ilusi belaka. Satu demi satu harta dunia mereka caplok, bahkan saling berbut kepentingan sedemikian rupa hingga akhirnya tokoh di belakang layar yang bertindak, menghabisi semua yang menghalangi jalan. Padahal benda itu sendiri belum tentu benar-benar berguna bagi diri mereka sendiri. Persis layaknya pria botak yang berebut sisir.
Mereka berebut mendapatkan satu keping harta dunia, mendapatkannya, lalu tak puas dan menambah lagi. Bahkan ada yang katanya ingin menjadikan dunia dibawah kepemimpinan mereka. Pilihan Tuhan lah, paling cerdas lah, paling hebat lah. Padahal, apa artinya kecerdasan dan kehebatan ketika tak ada lagi jiwa di dalamnya? Apa artinya segala macam gelimang dunia ketika kau bahkan tak bisa lagi menggunakannya?
Yah, memang, banyak manusia telah dikelabui ilusi dunia. Artinya, sehebat apapun mereka merasakan akan diri mereka, sebenarnya mereka masih lemah. Cukup lemah untuk bisa ditipu oleh sebuah efek yang muncul dari kehidupan dan kebudayaan manusia sendiri. Sebuah ironi yang tragis, yang melingkupi makhluk yang dikatakan paling sempurna dan paling maju.
Lupakah mereka, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain? Bukan yang mengumpulkan harta sebanyak mungkin?
Yah, jika kalian masih rela membaca sampai sini, saya rasa kalian cukup tahu apa yang sebaiknya kalian lakukan. Bertindaklah segera, meskipun mungkin tindakan itu kecil dan remeh. Karena jika tidak memulai, maka tak akan ada yang kaudapat. (:g)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar