Senin, 31 Agustus 2015

Article#459 - Tenggang


Kuhadapkan wajah pada semburat senja, saat ia bersiap mengucap jumpa pada dunia. Sinar kemerahannya menyorot temaram, memikat pantul awan silang menyiku. Seolah menyindir mereka yang banyak menggebu dalam apa yang tak perlu.
Sinarnya pun terus temaram dikekang malam. Membiarkan aku tertelan kelanjutan pikiran akan hidup yang tak menahu.

Kuhadapkan dekap pada wajah purnama, yang bersinar bangga dalam gulita. Sinarnya yang megah telah merajai awan, bahkan ketika malam belum sejenak berpijak. Seolah menyindir mereka yang banyak mencari pembenaran untuk tidak bertindak.
Sinarnya pun terus benderang membelenggu malam. Membiarkan aku menjaring cercah yang tak menentu.

Bersemayam dalam jejaring rangka bangunan, aku yang menanti kelanjutan tidak akan menyatakan bahwa aku sedang datang kembali pada kenyataan. Atau pergi dari kenyataan. Karena kenyataan ada pada setiap hela nafas kita, setiap denyut nadi kita. Apa yang menyertai sepanjang hayat, dan di sebagian besarnya kita kesampingkan. Atau kita nafikan keberadaanya.

Pada akhirnya, kenyataan tetap menjerat kita semua. Terlepas apapun sikap kita terhadapnya. Terlepas dari bagaimana ia menjadikan kita nantinya.

Kini
Di sanubari Bumi yang terjurai temaram Matahari
Ada sebagian kita yang bicara kenyataan tanpa tahu pasti
Dan kini
Di serambi Bumi yang oleh rembulan terbingkai 
Ada sebagian kita menjalin masa kini untuk masa nanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...