Melanjutkan kehidupan dari satu episode ke episode berikutnya, berarti menceburkan diri dalam beragam kelarutan yang mewarnai setiap sisi kehidupan.
Dalam beberapa waktu, kesibukan yang amat sangat mungkin akan menyita perhatian tiap-tiap kita dari seisi dunia, menjadikan tiap kita bergelimang penat. Dalam waktu lainnya, kita-kita mungkin saja berkalang bosan di tengah luang, mencari sesuap kegiatan untuk dilimpahi perhatian.
Pada senarai perjalanan kita menghidupi dunia fana, awal dan akhir adalah keniscayaan atas segala hal. Konsep abstrak yang tampak riil seperti episode kehidupan pun tak pelak ikut tergarisi nasib ini.
Sehingga, kita dapati episode demi episode atas kehidupan kita datang silih berganti. Baik disela jeda, atau terus berderak, mereka terus bergulir mematuhi seruan zaman, memetakan alur hidup tiap kita menjadi cerita demi cerita. Baik berupa epik yang merangkum keparipurnaan kisah hidup seorang anak manusia, baik berupa episode yang mencatut-catut momen istimewa manusia. Atau tidak keduanya. Atau dikotomi antara sebagian dan keseluruhan memang tidak pernah riil adanya.
Pada tiap-tiap episode kehidupan pula, celoteh Einstein yang seratus tahun lalu terwujudkan sebagai teori relativitas menuai bentuk nyatanya dalam ranah berbeda. Kita yang menikmati tiap-tiap momen kehidupan mungkin tidak pernah sekalipun melaju menyaingi sigapnya cahaya, akan tetapi deras aliran momen-momen yang ada kemudian menentukan seberapa lambat waktu terasa berjalan bagi tiap-tiap kita.
Penulis dulu pernah mengutarakan betapa banyaknya hal baru yang didapat akan membuat kita lebih banyak menuangkan perhatian pada kejadian, membuat waktu seolah melambat.
Zaman berubah. Hidup berubah. Cara pandang kita juga barangkali berubah. Akan tetapi, perubahan tidak akan berubah dalam hal keniscayaannya untuk terus datang.
Maybe I will never be all the things that I wanna be
Now is not the time to cry, now's the time to find out why
I think you're the same as me
We see things they'll never see
Tidak ada komentar:
Posting Komentar