Kamis, 11 April 2013

Article#153 - Mereguk Dahaga Kesejukan: Hei Kau, Lekaslah Datang!

It's the first day of spring
And my life is starting over again
Well the trees grow, the river flows
And its water will wash away my sin
For I do believe that everyone
has one chance to mess up their lives
Like a cut down tree, I will rise again
I'll be bigger, and stronger than ever before

(Charlie Fink, 2009. The First Days Of Spring, dengan sedikit perubahan dimana perlu)
Kini, kalender terus bergulir, dan bersama jarum jam yang terus berputar tanpa kenal lelah, tak terasa (atau terasa?) tahun telah memasuki lembaran bulan April. Bulan yang identik dengan musim semi bagi belahan bumi utara, bulan yang diberi nama pembukaan oleh bangsa Romawi dulu. Dan juga sebuah lambang dari tumbuhnya kelopak harapan baru, yang bersemai satu demi satu menyambut awal yang baru. Katanya sih. Soalnya bukan hanya kelopak bunga yang perlahan-lahan membuka di bulan April. Jendela-jendela mulai terbuka seiring menghangatnya suhu udara. Mulut seseorang tetangga yang biasanya gemetaran akibat musim dingin pun, kini kembali terbuka dan mungkin bisa menghujanimu dengan hujan lokal yang dahsyat, jika kamu tak siap berlindung.

Kalender ikutan membuka. Mereka 'buka' perlahan lembaran bulan Maret yang masih terpasang, seolah meneriaki orang yang membelinya dulu untuk mengupas lembaran bulan yang telah berlalu. Mungkin dia akan berteriak begini, "Yang lalu biarkan ia berlalu, oi! Jangan galau melulu!". Tuh kan, kalender aja mau move on. Ayo lah kalian yang kerjaannya galau terus, mikirin apa-apa yang tak jelas juntrungannya, lebih baik jika perhatian kalian itu bisa dialihkan ke arah yang lebih baik. Tapi nanti gimana ya... Ups, bukan kok, saya bukan sedang galau. Tapi sedang gundah...
Sudahlah.

Bicara soal membuka, pada pekan ini, para bocah tengil akhirnya membuka tabir libur yang sekian lama bersemayam dalam benak mereka dan menggantinya dengan tajuk bernama 'kuliah'. Yap, sekarang baru saja dimulai semester kedua. mengenai dimulainya semester kedua, sebenarnya penulis ingin mempublikasikannya pada hari Senin lalu, hari pertama bocah tengil edisi timur laut kembali didorong untuk kembali memasuki ruang kuliah yang monoton, setelah sekian lama menghabiskan diri bergelung atau entah melakukan apa sepanjang libur yang tak kunjung rampung. Paling tidak ruang kelas tidak semonoton kegiatan yang dilakukan selama liburan, meskipun nyatanya ketika liburan berakhir, sebagian jiwa-jiwa mereka merasa tidak rela untuk kembali masuk ke kelas kuliah.
Yah, seperti yang mereka bilang, liburan tidak pernah cukup.

dari sini
Namun, sementara bocah edisi timur laut sudah memulai kembali lanjutan ketidakjelasan mereka di Senin lalu, rupanya rekan mereka, di daerah lain yang menyandang nama toko antik, baru memulainya hari ini. Berkat merekalah, dengan segala daya dan upaya akhirnya penulis bisa melanjutkan tulisan ini... Terharu ya :') (laggh). Artinya, dengan hari ini, secara menyeluruh telah dimulai episode selanjutnya bagi para bocah tengil untuk melanjutkan apa yang orang biasa sebut sebagai 'perjuangan merantau di negeri orang'. Itu yang orang sebut. Kalau bagi mereka? Entahlah, mungkin berbeda. Bisa saja 'Lanjut Studi Dengan Sokongan Minim'. Atau 'Dompet Kanker Stadium 4 Bulan'. Yang jelas bukan 'Jomblo Mencari Cinta'. Gak nyambung blass...

Sudahlah, daripada makin gundah gulana akibat tipisnya dompet, mari kita cek yang lain yang sedang membuka. Rupanya, mereka-mereka yang sedang kelas tiga, bersama kata demi kata tulisan ini diketikkan, sedang bersiap menuju apa yang disebut sebagai 'seleksi terstandarisasi kelulusan'. Saya lebih suka menyebutnya UN, singkatan dari Ulur Nilai. Kenapa? Bagi rakyat bumi pertiwi, sudah biasa mereka mendengar bermacam kecurangan yang dilakukan entah yang ikut ujian, yang mengadakan ujian, entah yang mengintip soal ujian. Tujuannya? Apalagi kalau bukan UN, Ulur Nilai. Dimulurkan sedikit nilainya, biar lebih 'berkelas'. Sayangnya caranya tidak berkelas. Bayangkan saja, ada yang mengintip jawaban, ada yang menyawer jawaban. Padahal jawaban kagak bisa dimakan, kagak ada bagus-bagusnya diintip. Kok masiih saja ada yang mau ya? Aya aya wae.

Sudahlah, daripada terlalu asyik mengolok-olok, lebih baik mari bersama kita bantu mereka yang mau ujian, tapi sesuai kapasitas wajar kita lah. Cukup didoakan dan disemangati saja. Bukannya diberi kecupan kasih sayang, atau malah disuguhi stand up comedy nonstop. Bisa-bisa ketika mereka mengerjakan soal Bahasa Indonesia, kalau kata peribahasa, maksud hati memeluk gunung, apa daya, Jaka Sembung asyik ngabisin rebung. Si Jono ayamnya kalah sabung, Kagak nyambung, bung!

Dan juga doa terhatur bagi semua mereka yang sedang bersiap membuka pintu baru perjalanan kehidupan mereka. Asalkan tak melanggar batas kebenaran, saya mah woles aja atuh. Toh ujian dalam hidup memang untuk menguatkan, kan? Bukan untuk adu nilai, apalagi unjuk gigi. Mending giginya bagus, kalau isinya karang? Bisa-bisa kamu nanti direlokasi sama WWF.

Pada akhirnya, ketika sudah membahas tentang 'ujian', tentu saja 'ujian' yang paling dahsyat adalah apa yang kini masih mendera para bocah tengil. Apalagi kalau bukan masalah lembaran penyokong hidup, lembaran yang paling menakjubkan di dunia. Bayangkan, zaman dulu mana ada orang yang mau barangnya dibayar dengan selembar kertas. Entah itu harus saya sebut keajaiban atau justru kebobrokan.
Dan, kembali ke topik, entah ada hubungannya atau tidak, tetapi menjelang diadakannya UN atau Ulur Nilai, sekarang giliran tumpukan dana, yang seharusnya sudah mencair entah berapa banyak, diulur kembali kerannya. Entah ada apa di baliknya, semoga mereka-mereka sukses melewati cobaan ini semua.
Mereka bilang, kami akan segera alirkan
Dan hidup bisa kalian lanjutkan
Namun disini, diriku di tengah kegelapan
Merenungi lagi pilihan yang telah berjalan
Tak salah mungkin, jika aku sudah di luar nalar
Aku bahkan tak yakin apakah kujalani semua ini dengan sadar
Tetapi sudahlah, hidup memang tak harus linear
Adakalanya hanya sempit sebidang, dan terkadang luas melebar
Yang penting, jangan sampe kesasar

(Bocah Tengil, 2013. Antara Garis dan Cabang)
Semoga harapan yang tak akan pernah mati itu terus tumbuh, seperti bunga sakura yang sebenarnya sudah mulai mekar, sayangnya tak dibarengi mekarnya keran uang. Mohon doanya ya semua.
(:g)

2 komentar:

  1. wah, semenderita itukah study di jepang --

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak juga sih. Cuma ini kondisi 'spesial' aja

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...