Kamis, 28 Februari 2013

Article#140 - Secuplik Pemurnian: Ketika Yang Biasa Tak Lagi Ada

Come close to me, oh companion of my full life;
Come close to me and let not Winter's touch
Enter between us. Sit by me before the hearth,
For fire is the only fruit of Winter.
Speak to me of the glory of your heart, for
That is greater than the shrieking elements
Beyond our door.
Bind the door and seal the transoms, for the
Angry countenance of the heaven depresses my
Spirit, and the face of our snow-laden fields
Makes my soul cry.

(Kahlil Gibran. Winter - The Life of Love)
Seiring bergulirnya jarum jam yang seolah tak bosan berputar-putar entah berapa lama, kalender perlahan-lahan merangsek untuk membuka lembaran baru, sembari senantiasa mempertahankan daur pembaruan dalam hidup. Begitu pula mengenai kisah dimana sang 'bola api' yang tadinya terus merendah malu oleh cuaca dingin yang begitu berwibawa, perlahan mulai berani untuk menggapai langit yang lebih tinggi.
Februari. Bulan dimana rakyat Romawi dahulu kala menyambutnya sebagai bulan terakhir dalam setahun, dan memberinya nama pemurnian, sebagai simbol untuk memurnikan diri menuju tahun baru. Hingga kini, masih nampak sisa tindakan serampangan yang dilakukan oleh sang kaisar Julius serta keponakannya Augustus, yang merombak jumlah hari dalam tiap bulan, seperti merenggut hari dari bulan Februari ini sehingga bulan yang mereka namai sesuai nama mereka tepat berjumlah 31. Berkat perombakan itulah, kini Februari kehilangan 2 harinya, sehingga satu bulan ini hanya berlangsung selama 28 hari (29 di tahun kabisat). Meskipun begitu, dalam kebudayaan Romawi Kuno, Februari menjadi bulan dimana diadakan perayaan menyambut musim semi.

Hah, musim semi? Bocah-bocah tengil mungkin akan tertawa mendengarnya. Bagi mereka, Februari masih identik dengan musim dingin. Si putih masih sesekali muncul menggantikan si basah yang turun membasuh daratan, dan tentu saja, udara yang masih bersuhu satu digit, diperparah oleh angin yang cukup dahsyat. Seperti disinggung sedikit di edisi sebelumnya, dengan ditambah efek pembekuan uang (tidak disebutkan secara eksplisit sih), musim dingin yang sedang mereka lalui jadi terasa lebih dingin mencekam. Seolah ada penagih utang yang terus mengejar mereka. Meskipun nyatanya merekalah yang sedang diutangi. Wajar sih, dengan semua ini mereka ingin musim semi cepat sampai, karena selain lebih hangat, uang yang membeku itu akhirnya bisa kembali cair. Sayangnya, musim semi nggak bisa di-pre order.

Yang membuat halaman kedua kalender berbeda dengan halaman pertamanya, tentu saja, hal yang selama ini diidam-idamkan banyak siswa maupun mahasiswa. Libur. Meskipun, tetap saja namanya sedikit menyiratkan harapan palsu. Tajuknya, libur musim semi. Lagi-lagi, bocah tengil menertawakan kalian. Hah, apa yang bersemi? Salju? Cinta? Buka jendela sedikit, masih ada onggokan sisa-sisa salju yang tak jua mencair. Mengenai cinta, emang siape yang mau ama lu? Kira-kira itu salah satu dari sekian banyak celetukan yang akan ditawarkan kepada kalian. Sayangnya, tidak pakai embel-embel coba gratis ataupun angsuran bulanan rendah. Iyalah, kau kira cicilan bank.
Seperti disebut sebelumnya, kebanyakan mereka sudah menanti datangnya musim semi, akibat sudah jenuhnya mereka dengan suhu satu digit yang berkepanjangan. Tetapi masih ada saja dari mereka yang merasa jumlah si keping putih yang menggenangi kota timur laut tersebut masih terlalu sedikit. "Nggak ada gregetnya," kata anak yang satu ini.
Apa bagi dia salju sebanyak ini sudah greget? Entahlah.
Ia memang mengherankan. Mungkin dia pengen diet salju? Mana saya tahu, saya tak mengurusi dia. Makan sendiri saja masih mikir-mikir... Fiuuh, kerasnya hidup, lebih keras dari kepala para dosen.

Eh, ada kata dosen yang keluar. Tabu nggak ya? Peduli lah, lanjut saja. Bicara dosen jadi ingat nilai. Dan dibanding dosen, nilai adalah kata yang kadang-kadang jauh lebih tabu untuk dibicarakan secara serius antar sesama mahasiswa. Ingat, secara serius. Tebalkan dan garisbawahi.
Tetapi sudahlah, sekarang bukan waktunya lagi membicarakan nilai. Toh semester satu telah berakhir. Daripada terpekur tanpa arah layaknya orang kerasukan jin Tomang, lebih baik menikmati libur yang ada kan. Kalau liburannya bahkan nggak bisa dinikmati, dan akhirnya terpekur juga, paling nggak terpekurnya pake arah lah. Kalau bisa pasang lampu sein dulu. Lagipula orang waras mana sih yang masih mau mikirin nilai di liburan? Yaa kecuali emang aslinya nggak ada yang waras. Tapi jangan tersindir ya. Pfft.

Sampai penghujung bulan pemurnian ini, para bocah tengil masih dilingkupi hawa dingin dan angin yang tak jauh beda. Tetapi mereka menjalaninya dalam gaya yang berbeda. Bulan lalu, paketnya gratis ujian-ujian beserta tugas laporan yang datang berduyun-duyun layaknya antre wahana kora-kora, meskipun mereka ini nggak punya tiket. Untuk bulan ini, karena masa berlakunya paket ujian sudah habis, dan nggak ada masa tenggang, maka datanglah libur. Tapi dasar bocah tengil, mereka sudah terlalu terbiasa dengan aktivitas yang (katanya) padat dan menyita waktu itu, sehingga ketika libur datang, mereka jadi kebingungan, apa yang harus dilakukan. Ada yang bisa dengan cepat menyesuaikan jadwal dengan kekosongan yang ada. Ada yang memang tidak pernah mengatur jadwalnya. Bahkan ada juga yang bisa dibilang tidak beraktivitas, bahkan selama masa-masa kuliah. Tunggu, aktivitas? Bukannya ke sana untuk liburan? Biasanya itu alibi mereka.

Karena mereka sudah telanjur memakai istilah aktivitas liburan, tentu saja mereka ingin liburan yang sedikit 'aktif'. Tetapi, sebagaimana umumnya dilema mahasiswa yang ingin bertualang, kantong tidak mengizinkan. Padahal kantong bukan orangtuanya. saya harap ketika mereka akan menikah, tidak minta izin ke kantongnya terlebih dahulu. Ya kali kantongnya kantong ajaib. Kalau kantong semar? Bisa berabe tuh. Karenanya, kebanyakan bocah tengil akhirnya menghabiskan liburan dengan bercokol di depan laptopnya, dan melakukan berbagai aktivitas maya. Atau dalam beberapa waktu ada yang tertarik membagi dua waktunya, supaya pundi-pundi kebekuannya terisi sedikit.

Pada akhirnya, seiring mendekatnya semester baru, musim semi dan juga kesibukan baru, mudah-mudahan suhu brankas cepat naik, sehingga uangnya cepat cair, dan mengalir menuju dompet-dompet yang sudah lama merindukan mereka. Penulis sendiri, biasanya mencoba menghibur diri dengan kutipan 'orang sukses itu jalan hidupnya tidak mudah', meskipun jelas-jelas nggak tahu apanya yang tidak mudah. Angry Birds yang season baru lebih susah kok, katanya.
Ketika salju perlahan mulai melumer
Padahal diriku lagi pengen pamer
Mengaku-ngaku paling kuat dingin
Nyatanya, dalam hati paling ingin
Hei langit, kapankah bunga akan bermekaran?
Dan aku bisa bersama-sama kupu-kupu, mencari makan?
Meskipun aku tahu kalau aku tak makan nektar
Yang jelas, aku tak mau sok pintar
Yang kutahu hanya raga ini terkapar
Aku lapar
(Bocah Tengil, 2013. Merindu Bunga
Bocoran: Ini bukan bunga asli.
(Catatan: Untuk bulan Maret, tidak akan ada tulisan baru dengan tajuk bocah tersasar. Akan kembali terbit di bulan April.)

1 komentar:

  1. It was very interesting for me to read that blog. Thanks the author for it. I like such topics and everything that is connected to them. I would like to read more soon.
    Website Design Company India

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...