Angin malam yang tak dingin seperti yang biasa dikenal, menyapa di permulaan malam yang nampak akan berlangsung panjang ini. Malam yang terasa sejuk, bukan dingin sebagaimana malam-malam yang saya lalui sebelumnya. Dan sejuknya malam seolah menggiring lembaran-lembaran arsip ingatan yang telah sekian lama terpatri dalam kepala, untuk kembali membayangi seisi kepala.
Sementara mereka yang di dunia nyata dan dunia maya bersama-sama membicarakan datangnya kalender baru, saya masih duduk dengan santainya disini, di tengah malam yang menderu.
Sementara mereka entah dimana di berbagai tempat menyiapkan perayaan, saya justru terbuai dalam perenungan.
Sementara mereka ramai membuat resolusi, saya disini bahkan belum bisa mewujudkan sebuah solusi.
Sementara mereka berpesta pora semalaman, saya hanya mengenang cerita dan pengalaman.
Tidak, tentu saja saya tak menyesal, kawan. Mana mungkin menyesal, hanya untuk semua ini, semua ilusi ini?
Tahun lalu saya berkoar dengan gaya yang lebih tajam dan keras daripada yang saya hadirkan disini. Mereka di luar sana di seluruh dunia, berpesta pora, membakar uang-uang yang jika dihitung, bahkan mungkin bsa dibelikan es cendol untuk orang se-Indonesia. Mungkin memang erat kaitannya dengan anggapan bahwa manusia rela membayar mahal demi kesenangan.
Namun apakah kesenangan itu adalah kesenangan yang tepat untuk dijadikan pesta pora?
Apakah mereka memang sudah cukup membuat berbagai pencapaian bagi diri mereka selama setahun ke belakang, sehingga mereka merasa layak mengganjar diri mereka dengan itu semua?
Atau justru mereka merayakannya karena mereka bangga bisa mendapat alasan untuk sebuah kalender selanjutnya?
Meskipun pesta tahun baruan diturunkan dari budaya Barat, tetap saja budaya yang abstrak itu menjalar kemana-mana, termasuk di bumi pertiwi yang bertaburan di khatulistiwa.
Tetapi saya memutuskan, saya lebih suka merenung di tengah gelapnya malam hari.
Tentang bagaimana sebuah periode yang cukup lama, setahun, terasa berlalu dengat cepat.
Anehnya, waktu yang terasa singkat itu menyimpan memori yang luar biasa banyak. Meskipun sebenarnya tak begitu aneh, tetap tersirat senyuman ketika membayangkannya.
Setahun lalu, di dalam rumah yang nyaman, saya tak pernah banyak terpikir mengenai apa saja yang akan terbentang selama setahun yang akan segera berlalu ini. Yang saya tahu hanyalah persiapan untuk kembali memasuki dunia sekolah esok harinya. Dan saya kini disini, di pinggir jalanan kota, sementara ini hanya menerawang, apa saja yang akan saya lalui setahun ke depan.
Berbeda dengan tahun lalu, kali ini, saya hanya ingin mengatakan supaya kita semua senantiasa memperbaiki diri dan terus belajar untuk menjadi diri yang lebih baik. Semoga kelak kita bisa mengubah tradisi penuh kesia-siaan yang biasa disemarakkan pada setiap momen semacam ini, menjadi sebuah peringatan yang berisi makna. Toh ini hanya hasil dari sistem penanggalan buatan manusia kan? Tak perlu diagung-agungkan.
Mari berjuang bersama, demi kebaikan bersama!
Hari 6475, ditemani sunyinya udara metropolitan malam.
Senin, 31 Desember 2012, 23:37 (UT+9)
35°43'18.51"N, 139°48'05.43"E
Lanjutkan baca »
Sementara mereka yang di dunia nyata dan dunia maya bersama-sama membicarakan datangnya kalender baru, saya masih duduk dengan santainya disini, di tengah malam yang menderu.
Sementara mereka entah dimana di berbagai tempat menyiapkan perayaan, saya justru terbuai dalam perenungan.
Sementara mereka ramai membuat resolusi, saya disini bahkan belum bisa mewujudkan sebuah solusi.
Sementara mereka berpesta pora semalaman, saya hanya mengenang cerita dan pengalaman.
Tidak, tentu saja saya tak menyesal, kawan. Mana mungkin menyesal, hanya untuk semua ini, semua ilusi ini?
Tahun lalu saya berkoar dengan gaya yang lebih tajam dan keras daripada yang saya hadirkan disini. Mereka di luar sana di seluruh dunia, berpesta pora, membakar uang-uang yang jika dihitung, bahkan mungkin bsa dibelikan es cendol untuk orang se-Indonesia. Mungkin memang erat kaitannya dengan anggapan bahwa manusia rela membayar mahal demi kesenangan.
Namun apakah kesenangan itu adalah kesenangan yang tepat untuk dijadikan pesta pora?
Apakah mereka memang sudah cukup membuat berbagai pencapaian bagi diri mereka selama setahun ke belakang, sehingga mereka merasa layak mengganjar diri mereka dengan itu semua?
Atau justru mereka merayakannya karena mereka bangga bisa mendapat alasan untuk sebuah kalender selanjutnya?
Meskipun pesta tahun baruan diturunkan dari budaya Barat, tetap saja budaya yang abstrak itu menjalar kemana-mana, termasuk di bumi pertiwi yang bertaburan di khatulistiwa.
Tetapi saya memutuskan, saya lebih suka merenung di tengah gelapnya malam hari.
Tentang bagaimana sebuah periode yang cukup lama, setahun, terasa berlalu dengat cepat.
Anehnya, waktu yang terasa singkat itu menyimpan memori yang luar biasa banyak. Meskipun sebenarnya tak begitu aneh, tetap tersirat senyuman ketika membayangkannya.
Setahun lalu, di dalam rumah yang nyaman, saya tak pernah banyak terpikir mengenai apa saja yang akan terbentang selama setahun yang akan segera berlalu ini. Yang saya tahu hanyalah persiapan untuk kembali memasuki dunia sekolah esok harinya. Dan saya kini disini, di pinggir jalanan kota, sementara ini hanya menerawang, apa saja yang akan saya lalui setahun ke depan.
Berbeda dengan tahun lalu, kali ini, saya hanya ingin mengatakan supaya kita semua senantiasa memperbaiki diri dan terus belajar untuk menjadi diri yang lebih baik. Semoga kelak kita bisa mengubah tradisi penuh kesia-siaan yang biasa disemarakkan pada setiap momen semacam ini, menjadi sebuah peringatan yang berisi makna. Toh ini hanya hasil dari sistem penanggalan buatan manusia kan? Tak perlu diagung-agungkan.
Mari berjuang bersama, demi kebaikan bersama!
35°43'15.19"N, 139°48'05.94"E, 31 Desember 2012, 22.34 (UT+9). Di latar belakang bisa terlihat Tokyo Skytree berpendar dengan cahaya biru. |
Hari 6475, ditemani sunyinya udara metropolitan malam.
Senin, 31 Desember 2012, 23:37 (UT+9)
35°43'18.51"N, 139°48'05.43"E