Ini adalah salah satu kisah yang cukup terkenal, diceritakan di berbagai tempat sebagai salah satu episode kehidupan Luqman al Hakim, seorang bijak yang namanya diabadikan sebagai salah satu surat dalam Al Quran. Luqman al Hakim terkadang diceritakan berinteraksi dengan anaknya, yang utamanya berisi petuah yang diberikan Luqman al Hakim kepada sang anak.
Tersebutlah suatu ketika, di mana Luqman al Hakim dan anaknya membawa seekor keledai dalam perjalanan mereka. Mereka kemudian berembuk, memutuskan bagaimana formasi mereka dalam menempuh perjalanan hari itu.
“Biarkan aku berjalan, Ayah. Ayah duduklah di atas keledai ini,” sang anak memutuskan.
Syahdan, mereka berjalanlah. Sang anak berjalan kaki, di sisi keledai yang menanggung beban Luqman. Mereka kemudian berpapasan dengan rombongan lain di jalan. Lamat-lamat telinga Luqman dan anaknya menangkap bisik-bisik dari rombongan tersebut,
“Lihatlah orang tua itu, tidak punya perasaan. Ia menaiki keledai, sedangkan anaknya dibiarkan berjalan kaki.”
Luqman dan anaknya saling pandang. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengubah formasi. “Hai nak, kalau kamu dengar kata orang tadi, naikilah keledai ini! Ayah akan turun,” Luqman berseru sembari bersiap turun dari pelana keledai.
Mereka kembali melanjutkan perjalanan. Tak lama, ada rombongan lain yang mereka jumpai. Lagi-lagi mereka saling berbicara, cukup keras sehingga terdengar oleh Luqman dan anaknya,
“Lihatlah anak itu, kurang ajar sekali. Ia enak-enak naik keledai, sedangkan bapaknya dibiarkan berjalan kaki.”
Luqman kembali menatap anaknya yang terlihat bingung.
“Bagaimana menurutmu, nak?”
Sang anak hanya menggeleng, raut mukanya tak tentu.
“Jika demikian, mari naiki keledai ini bersama Ayah.”
Sang anak menaiki keledai, dan bersama mereka melanjutkan perjalanan dengan menunggangi keledai. Mereka kembali berpapasan dengan rombongan lain. Dan mereka juga berkomentar,
“Kejam sekali mereka, keledai sekecil itu dinaiki oleh dua orang.”
Kini raut muka si anak mulai terlihat kesal. Tetapi Luqman tetap tenang.
“Sudahlah, nak. Kita turun saja, kemudian berjalan di sisi keledai,” jelas Luqman. Sang anak mengangguk dan mereka turun dari keledai, menggiringnya di kedua sisi. Setelah beberapa saat, mereka kembali bertemu seseorang. Orang yang juga tak sungkan berkomentar,
“Betapa bodohnya mereka, punya keledai, tapi tidak dinaiki.”
Sebelum sang anak sempat meluapkan emosinya, Luqman segera menepuk pundak anaknya. Segera ia berikan petuah yang bunyinya terus membahana sepanjang zaman.
“Sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah S.W.T semata. Barang siapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi satu-satunya pertimbangannya.”
Sebuah catatan bagi penulis sendiri pada khususnya, dan bagi kita semua pada umumnya.
~disadur dan diterjemahkan pada Ahad, 5 Oktober 2014/10 Dzulhijjah 1435 H, 00:53 (UT+9), mengisi momen Idul Adha 1435 H.
Disadur dari salah satu bagian kisah Luqman al Hakim.
sumber gambar
Cie, 'Sebuah catatan bagi penulis sendiri pada khususnya'. Pesan moralnya: YOLO ya! Haha
BalasHapusHadeuh, buk. Pesan moralnya kan udah dicetak tebel di tulisan~
Hapus