Selasa, 28 Oktober 2014

Article#357 - Sumpah Pemuka

Kita (mungkin) diizinkan untuk bingung membedakan penggunaan istilah "menteri", terutama ketika kau terbiasa bergelut di atas papan catur. Siapa sih yang tak ingat motif hitam putihnya yang melegenda itu?
Tetapi, di dunia yang makin banyak merambah dunia digital, perjalanan kebanyakan dari kita akan membawa diri beranjak meninggalkan banyak permainan serupa. Termasuk papan catur lipat, dengan tigapuluh dua bidaknya yang mungkin saja teronggok di bawah lapis debu, di sudut lemari rumahmu.

Mungkin, dari sederet kalimat di awal, ada dari pembaca yang membiarkan pikirannya berkelana. Apa jadinya jika dalam puluhan tahun ke depan, generasi muda bangsa yang baru berkenalan dengan kosakata "menteri" tidak melayangkan ingatannya pada bidak yang meluncur miring sesukanya itu. Alih-alih membuka kenangan lama, dengan bidak yang kalah berjatuhan sebagai atribut, yang terlintas justru sederetan nama kosong tanpa warna sinestesia.
Deretan nama, di mana beberapa darinya pernah terucap dari entah penyiar mana di stasiun televisi. Atau mungkin terpercik dari sekian banyak interaksi yang dengan hangat membicarakan mereka, bertengger nyaman pada bangku penabuh kebijakan.

Di sisi lain, mendengar kosakata "catur", belum tentu generasi muda nanti akan segera mengingat papan bercorak hitam-putih yang melekat pada ingatan para generasi tua. Mungkin akan ada yang memamerkan kebolehannya, berdialektika dengan gaya yang diulang berkali-kali di bangku sekolah.
Bahasa Sanskerta, huruf Pallawa. Dengan pemaknaan demikian, maka "catur" akan dimaknai "empat". (Sangat sedikit mungkin generasi muda saat ini, yang pernah merasakan sistem "caturwulan" alih-alih "semester" dalam menempuh bangku pendidikannya.)
Para penerus, generasi harapan, generasi muda itu mungkin pula mengaitkan kata "catur" dengan sepupunya yang bertatahkan himpunan, "percaturan". Mengutip berbagai ragam media yang masih setia menggunakan kata tersebut di tengah gempuran kosakata serapan.

Pada akhirnya, ketika kita membahas "menteri" di masa-masa seperti ini, tentu isi kepala orang-orang tak akan beramai membahas cara si menteri menaklukkan bidak ratu lawan yang demikian trengginas.
Menteri-menteri yang baru saja dilantik, tentu tak akan diarahkan untuk menggempur bidak lawan begitu saja. Apalagi dengan pergerakan yang luwes nan riskan.  Tetapi, berjuta pasang mata hanya bisa mengangguk saat keputusan ditetapkan, dan merekalah nama-nama yang akan menghiasi papan percaturan politik lima tahun ke depan.

Generasi mendatang mungkin tak akan semudah kita di generasi sekarang, dalam merangkai menteri dan catur dalam berbagai kombinasi makna. Tetapi, mungkin perlu diingat, bahwa hal yang kita tak sepenuhnya ketahui, tak baik jika sesukanya kita nilai. Bahkan ketika kita bersumpah dalam hati, tanpa banyak menyadari.
Kami para pemangku reka cipta, mengaku bertumpah ruah yang satu, terbanjir pada manusia.

Kami para pencari mula hikayat, mengaku berdialektika yang satu, niat yang rahasia.

Kami para pemuja kerja fasia, menjunjung citarasa persatuan, rasa tua berusia.
sumber
Pada akhirnya, tersirat sudut pandang yang menusuk kuat, ada terawang yang mengguncang jiwa dalam gigilan. Tak berkesinambungan, namun senantiasa hadir ketika stimulasi diberikan.
Semoga mereka mengemban harapan dan impian dalam keselarasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...