Satu satu daun berguguran
Jatuh ke bumi dimakan usia
Tak terdengar tangis, tak terdengar tawa
Redalah reda
Satu satu tunas muda bersemi
Mengisi hidup gantikan yang tua
Tak terdengar tangis, tak terdengar tawa
Redalah reda
Waktu terus bergulir
Semuanya mesti terjadi
Daun daun berguguran
Tunas tunas muda bersemi
Satu satu daun jatuh kebumi
Satu satu tunas muda bersemi
Tak guna menangis tak guna tertawa
Redalah reda
(Virgiawan Listanto, Billy J. Budiarjo. 1994. Satu Satu)
Banyak orang kuamati mendambakan datangnya musim semi. Ia identik dengan bertunasnya bebungaan dan dedaunan dari sekujur ranting pohon-pohon, seolah dengan itu ia ingin mendeklarasikan keberhasilannya bertahan di sepanjang musim dingin. Identik pula dengan pohon-pohon yang nampak hidup kembali dan mereguk cerah mentari. Identik dengan angin dingin, yang menjadi jejak-jejak yang tersisa dari musim dingin yang pergi. Identik dengan hawa dingin yang terus menghangat seiring bergantinya hari.
Mungkin, hanya mereka yang tak menyukai datangnya musim panas yang akan tampak tidak sesenang orang-orang lain di tengah haru biru musim semi. Mereka pun tampak makin kentara, ketika keceriaan seolah menyeruak di sekitar mereka dalam wujud bunga-bunga yang bermekaran semarak.
Mungkin, tak salah jika kubandingkan semarak ceria musim semi dengan romansa balada musim gugur. Disana tergambar kreativitas mahakarya Sang Pencipta, yang membuat beragam jenis tumbuhan menguarkan warna-warninya pada kala yang berbeda. Menjaga warna warni tetap seru dipandang, seraya malam terus mundur dikejar petang.
Tentu saja, berseminya bebungaan serta dedaunan kembali mengisyaratkan suatu hal yang jelas. Bahwa setiap yang berakhir, akan berawal kembali. Bahwa dari ranting kering tanpa warna, bisa tumbuh berbagai corak bunga beraneka citra. Bahwa dalam hitungan yang hanya sebentar, banyak hal menakjubkan yang tersebar.
Meskipun begitu, melihat sisi lainnya, akan tersirat bahwa apapun yang berawal, ia akan berakhir suatu waktu nanti. Bahwa pohon bisa berubah tampilan dari pohon yang berhiaskan bunga yang indah dipandang, menjadi pohon yang rantainya kering, tak terasa berdetak. Bahwa meskipun semua ini terasa menakjubkan, ia bisa pergi dengan mudah, secepat ia datang.
Lihatlah, bukankah padanya tersimpan banyak pemaknaan?
*****
Bagi penulis secara pribadi, waktu musim semi sejauh ini adalah waktu dimana penulis bisa melanglang buana dengan relatif bebas. Karenanya, dalam kumpulan foto berikut, objek potretan tersebar di berbagai daerah yang telah penulis kunjungi dalam dua musim semi (tahun 2013 dan 2014) di negeri sakura.Seperti post bertema gambar-gambar lainnya, penulis tidak akan banyak menuangkan ketidakjelasan. Kata orang, satu gambar mampu mewakili seribu kata, maka dengan ini penulis persembahkan gambar-gambar berikut (yang mudah-mudahan tetap berkualitas bagus, walau tidak menggunakan kamera profesional).
Seluruh gambar dijepret oleh penulis, kecuali dimana ditandai. Selamat menikmati.
Sila klik gambar jika ingin melihatnya dalam ukuran yang lebih detail.
Demikianlah kiranya. Jika ada diantara kalian yang ingin melihat koleksi foto lebih jauh, bisa mengontak penulis.
Semoga semua berbahagia.
(:g)
keren. post ini hanya membuat orang iri. --'
BalasHapusSabar ya. :v
Hapuskok kayaknya fotonya ada yang diambil di Kyoto?
BalasHapusMemang ada, banyak
Hapus