Sabtu, 26 April 2014

Article#289 - Resonansi

Selimut malam tampak nyaman.
Dengan sesosok jiwa tanpa tujuan.
Dan 'ku bersamanya berjalan.

Gemintang tampak cerah membahana, dengan kilau-kilaunya yang mendominasi langit malam di kala sang surya turun untuk beristirahat. Satu di sana, satu di situ, sekumpulan di satu sisi, serangkaian di sisi lain. Bagai kesatuan simfoni besar, bintang-bintang bergerak mengiringi langit, sebagai not-not yang terangkai dalam kesatuan partitur. Partitur yang mungkin tampak ajek bagi mata orang-orang yang memandangi mereka di bawah, sementara dalam kenyataannya mereka hanyalah not-not yang bergerak semau diri mereka masing-masing. Meskipun demikian, susunan bagaimanapun yang mereka peragakan, nampaknya akan selalu mampu membius hati para penikmat langit malam, yang duduk dalam temaram, memandangi kelam.

sumber
Jika pada suatu malam, kalian mendapati diri berdiam di sebuah kota besar dengan hingar-bingarnya yang tak kenal siklus alam, mungkin akan bagus bagi kalian untuk meluangkan waktu sejenak, langkahkan diri keluar. Bisa keluar dari kamar yang nyaman, berjalan beberapa blok seberang jalan. Kalian yang lebih nekat mungkin tak akan segan untuk segera bertolak ke daerah yang lebih gelap, menjauhi hingar-bingar lampu kota. Nikmati angin malam yang mendesir, ketika benderang lampu perkotaan mulai terasa pudar seiring perjalanan.

Menjauhnya lampu perkotaan membuat benderangnya memudar, dan dengan makin gelapnya lingkungan sekitar, sumber cahaya lain akan kaudapati datang menggantikan. Pertama-tama, satu-dua yang paling benderang akan mulai unjuk gigi selama mata menyigi seisi langit malam. Teruslah melaju, dan makin banyak titik-titik cahaya bermunculan, hingga akan sampai dirimu ke sebuah tempat dimana langit seolah benderang oleh semarak gemintang di atas sana.
Jika beruntung, sesekali mungkin akan kautemui segaris cahaya yang muncul begitu saja, untuk kemudian menghilang dalam gemerlap cahaya bintang. Ah, tapi mungkin melihat langit malam bertabur gemintang saja mungkin sudah lebih dari sebuah keberuntungan bagi mereka yang terbiasa dengan gemerlap dengan lampu kota.

Sesekali, mungkin ada juga orang lain yang datang dengan pikiran sama. Atau mungkin kau dikalahkannya—kau datang bermodalkan sepasang mata yang tak kenal kantuk, modal nekat mengarungi gelap malam, serta kekuatan jiwa raga untuk bertahan selama mungkin memandangi taburan kerlip di langit itu. Dia punya modal yang serupa, dengan banyak aksesoris ekstra: kamera untuk memotret lengkap dengan berbagai jenis lensa, binokular ringan nan serbaguna, juga sekotak teleskop besar. Semua demi hasrat mengamati apa yang tak terjangkau oleh sepasang mata belaka.

Mungkin akan ada perasaan damai itu, ketika kau biarkan jiwamu berkelana dengan tenang, hanyut ditiup angin malam. Ada gemintang dengan gerakan yang kompak dan damai, sesekali dengan awan-awan yang dengan bandel datang dan pergi. Dengan gilirannya yang telah ditentukan, mereka dengan jujur bererita. Dalam kejujuran tanpa topeng atau tedeng aling-aling yang menyesatkan. Dan ketika bahasa yang mereka sampaikan berhasil kau terjemahkan, bisa saja kaudapatkan semangat yang datang entah darimana. Seolah jiwamu telah menyesuaikan diri dengan deru alam, dan energi yang terlimpah sedemikian luas di penjuru jagat raya itu seolah mengisi dirimu perlahan.
Aku sebenarnya tak tahu menahu akan kebenaran dari semua itu. Yang kutahu hanyalah, seiring generasi berganti, tetap saja ada sekumpulan orang-orang konyol yang justru keluar di malam yang gelap, bergumul dengan nyamuk, rerumputan, dedemit, dan entah apa lagi.
Dan aku akan dengan bangga mengakui diri termasuk salah satu dari mereka.
"..Everyone who has been up there agrees that the view of a border free world from space and the awareness that we live in a thin, vulnerable blue bubble really gives a sense of perspective on all our nonsense down here. You don't need to go into orbit to achieve it though, a little meditation on the beauties of our world, the intricacy of its energetic interactions (both living and inert, and those between them) and the awe inspiring wonder that these inspire should be enough for a good perspective shift.."



***
Masih ingat akan jiwa yang tadi?
Jiwa yang disapa di pembuka tulisan.
Ia masih terus berjalan.
Tampak tak peduli dengan seruan orang-orang yang mengajaknya menentukan tujuan, jiwa itu tetap dengan santai berjalan. Seolah menertawai orang yang berlarian mengejar sebuah tujuan dengan alasan yang tak pula jelas.
Alasannya sendiri pun tak pula jelas. Tetapi semangatnya seolah tak pernah habis untuk berjalan.

Di telinganya tak lagi terdengar dengkingan. Yang terdengar adalah derap langkah yang terasa bergema mengikuti langkahnya. Makin lama makin keras, seolah sekian banyak orang lain menitipkan semangatnya pada jiwa yang terus melangkah ini.
Seperti alunan simfoni, berbagai susunan notasi dengan irama tersendiri, bergabung membentuk kesatuan melodi. Dengan simfoni yang mengalir tanpa henti, seolah muncul ilusi dalam diri untuk terus berlari.

When the last remaining light
Was starting to filter
It seemed the perfect time
To step into the future


~kembali ke awal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...