Di atas runtuhan Melaka lama
Penyair termenung seorang diriIngat Melayu kala jayanyaPusat kebesaran nenek bahariDi atas munggu yang ketinggianPenyair duduk termenung seorangJauh pandangku ke pantai sanaOmbak memecah di atas karangAwan berarak mentilau bernyanyiMurai berkicau bayu merayuKenang melayang ke alam sunyiTeringat zaman yang lama laluSunyi dan sepi, hening dan lingauMelambai sukma melenyai tulangArwah Hang Tuah rasa menghimbauMenyeru umat tunduk ke TuhanDi sini dahulu alat kebesaranAdat resam teguh berdiriDuduk semayam Yang DipertuanMelimpahkan hukum segenap negeriDi sini dahulu Laksamana Hang TuahSatria moyang Melayu jatiJaya perkasa, gagah dan mewah‘Tidak Melayu hilang di bumi’Di sini dahulu payung terkembangMegah Bendahara Seri MaharajaBendahara yang cerdik tumpuan dagangLubuk budi laut bicaraPenyair menghadap ke laut lepasSelat Melaka tenang terbentangAwan berarak riak menghempasMentari turun rembanglah petangWahai tuan Selat MelakaMengapa tuan berdiam diri?Tidakkah tahu untung hambaHamba musafir datang ke mariDi mana Daulat Yang DipertuanMana Hang Tuah, mana Hang JebatMana Bendahara johan pahlawanBukankah jelas di dalam babadNamanya tetap jadi sebutanBekasnya hilang payah mencariSedikit penyair bertemu kesanMusnah dalam gulungan hariMengapa ini bekas yang tinggalUmat yang lemah terkatung-katungHidup menumpang tanah terjualLarat wahai larat dipukul untungAdakah ini bekas peninggalanBelahan diriku umat MelayuLemah dan lungai tiada karuanLaksana bunga terkulai layuJauh di darat penyair melihatGunung Ledang duduk termanguTinggi menjulang hijau dan dahsyatHiasan hikayat nenekku dahuluDi dalam kuasyik merenung gunungDi dalam kemilau panas kan petangTengah khayal dirundung menungRasanya ada orang yang datangPenyair hanya duduk sendiriTapi keliling rasanya ramaiBulu romaku rasa berdiriBerubah warna alam yang permaiAda rasanya bisikan sayuHembusan angin di Gunung LedangEntah puteri datang merayuPadahal beta bukan meminangBukanlah hamba Sultan MelakaJambatan emas tak ada padakuKekayaanku hanya syair selokaHanya nyanyian untuk bangsakuJusteru terdengar puteri berkataSuaranya halus masuk ke sukmaMaksudmu tuan sudahlah nyataHendak mengenang riwayat yang lamaBukan kuminta jambatan emasTapi nasihat hendak kuberiKenang-kenangan zaman yang lepasIktibar cucu kemudian hariSebelum engkau mengambil simpulanSebelum Portugis engkau kutukiInggeris Belanda engkau cemarkanKetahui dahulu salah sendiriSultan Mahmud Shah mula pertamaMeminang diriku ke Gunung LedangSegala pintaku baginda terimaDarah semangkuk takut menuangAdakan cita akan tercapaiAdakan hasil yang diinginiJika berbalik sebelum sampaiMengorbankan darah tiada beraniApalah daya Datuk BendaharaJikalau Sultan hanya tualangMemikir diri seorang sahajaTidak mengingat rakyat yang malangSultan Ahmad Shah apalah akalnyaWalaupun baginda inginkan syahidMualim Makhdum lemah imannya‘Di sini bukan tempat Tauhid’Bendahara Tua Paduka RajaWalaupun ingin mati berjuangBersama hilang dengan MelakaAnak cucunya hendak lari pulangBerapa pula penjual negeriMengharap emas perak bertimbaUntuk keuntungan diri sendiriBiarlah bangsa menjadi hambaIni sebabnya umat akan jatuhBaik dahulu atau sekarangInilah sebab kakinya lumpuhMenjadi budak belian orangSakitnya bangsa bukan di luarTetapi terhunjam di dalam nyawaWalau diubat walau ditawarSemangat hancur apalah dayaJanjian Tuhan sudah tajalliMulialah umat yang teguh imanAllah tak pernah mungkirkan janjiTarikh riwayat jadi pedomanTidaklah Allah mengubah untungSuatu kaum dalam duniaJika hanya duduk terkatungBerpeluk lutut berputus asaMalang dan mujur nasibnya bangsaTurun dan naik silih bergantiTerhenyak lemah naik perkasaBergantung atas usaha sendiriRiwayat yang lama tutuplah sudahApalah guna lama terharuBaik berhenti bermenung gundahSekarang dibuka lembaran baruHabis sudah madahnya puteriIa pun ghaib capal pun hilangTinggal penyair seorang diriDi hadapan cahaya jelas membentangPantai Melaka kulihat riangNampaklah ombak kejar-mengejarBangunlah Tuan belahanku sayangSeluruh Timur sudahlah besarBercermin pada sejarah moyangKita sekarang mengubah nasibDi zaman susah atau pun riangTolong tetap dari Yang GhaibBangunlah kasih, umat MelayuBelahan asal satu turunanBercampur darah dari dahuluPersamaan nasib jadi kenanganSemangat yang lemah dibuang jauhJiwa yang kecil kita besarkanYakin percaya, iman pun teguhZaman hadapan, penuh harapanBukanlah kecil golongan tuanTujuh puluh juta IndonesiaBukan sedikit kita bertemanSudahlah bangun bumi AsiaKutarik nafas, kukumpul ingatanAku pun tegak dari renungkuJalan yang jauh aku teruskanMelukis riwayat sifat hidupkuKota Melaka tinggallah sayangBeta nak balik ke Pulau PerchaWalau terpisah engkau sekarangLambat launnya kembali pulaWalaupun luas watan terbentangDanau Maninjau terkenang jua
Dikutip pada Jumat, 31 Januari 2014, 18:31 (UT+9).
sumber gambar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar