Hilang sabar di hati
Dan tak terbendung lagi
Waktu itu
Waktu itu
Lama memang kutunggu
Kedatanganmu sobat karibku
Datang telegram darimu
Dua hari yang lalu
(tunggu aku)
(tunggu aku)
Di stasiun kereta itu pukul satu
Kupacu sepeda motorku
Jarum jam tak mau menunggu
Maklum rindu
Maklum rindu
Traffic light aku lewati
Lampu merah tak peduli jalan terus (asik)
Didepan ada polantas
Wajahnya begitu buas
Tangkap aku
Tawar menawar harga pas tancap gas
Sampai stasiun kereta pukul setengah dua
Duduk aku menunggu
Tanya loket dan penjaga
Tanya loket dan penjaga
Kereta tiba pukul berapa?
Biasanya kereta terlambat
Dua jam mungkin biasa (rusak lo)
Tiba kabar darimu
Dua hari yang lalu
Tunggu aku
Tunggu aku
Di stasiun kereta itu pukul satu
Tetapi, rasanya penulis tidak ingin banyak bicara mengenai kedua hal itu. Lagipula, masih banyak pihak yang menghendaki tergantinya kesakralan suatu peristiwa. Disibukkannya orang-orang bermain dalam hal yang mereka buat terkesan serius dan bermakna, tapi jadi terasa melunturkan makna dari peristiwa yang sebenarnya.
Atau mungkin saya yang tak tahu apa-apa.
Kalau bicara masalah hal-hal begini, rasanya tangan hanya siap sedia untuk menggetarkan papan ketik dengan untaian kata sok tersirat. Dan, meskipun mungkin lagu yang diluncurkan lebih dari 30 tahun yang lalu ini, salah satu single dari album Sumbang milik Iwan Fals ini, tidak berkaitan dengan 'topik' sebelumnya (jika ada), rasanya seru juga mungkin ya, kalau dimaknai secara asal dan sok tersirat.
Kapan kereta tiba? Aku rindu.
Mengesampingkan masalah rindu, tanggal ini adalah sebuah penanda. Penanda akan seribu hari yang tersedia di depan jalan menuju tujuan awal, untuk kemudian mengambil keputusan yang akan menentukan laju perubahan. Laju besar, mungkin. Dan juga, sebagai pengingat akan perjuangan semu yang mungkin tak diletakkan dalam tempatnya yang pantas. Semoga semua jerih payah terbalas tuntas.
Kupacu sepeda motorku
Jarum jam tak mau menunggu
Maklum rindu
Maklum rindu
Traffic light aku lewati
Lampu merah tak peduli jalan terus (asik)
Dimuka ada polantas
Wajahnya begitu buas
Tangkap aku
Tawar menawar harga pas tancap gas
Sampai stasiun kereta pukul setengah dua
Duduk aku menunggu
Tanya loket dan penjaga
Tanya loket dan penjaga
Kereta tiba pukul berapa?
Biasanya kereta terlambat
Dua jam cerita lama
Sampai stasiun kereta pukul setengah dua
Duduk aku menunggu
Tanya loket dan penjaga
Tanya loket dan penjaga
Kereta tiba pukul berapa?
© Virgiawan Listanto, a.k.a. Iwan Fals. 1983.
***
Hari ini, mungkin seharusnya dimaknai sebagai hari yang spesial nan berkesan. Ada salah seorang rekan yang menapaki lingkar revolusi barunya. Bahkan, ada teman penulis yang baru beberapa jam yang lalu mengisi separuh agamanya dan meresmikannya dalam sebuah ikatan suci.***
Tetapi, rasanya penulis tidak ingin banyak bicara mengenai kedua hal itu. Lagipula, masih banyak pihak yang menghendaki tergantinya kesakralan suatu peristiwa. Disibukkannya orang-orang bermain dalam hal yang mereka buat terkesan serius dan bermakna, tapi jadi terasa melunturkan makna dari peristiwa yang sebenarnya.
Atau mungkin saya yang tak tahu apa-apa.
Kalau bicara masalah hal-hal begini, rasanya tangan hanya siap sedia untuk menggetarkan papan ketik dengan untaian kata sok tersirat. Dan, meskipun mungkin lagu yang diluncurkan lebih dari 30 tahun yang lalu ini, salah satu single dari album Sumbang milik Iwan Fals ini, tidak berkaitan dengan 'topik' sebelumnya (jika ada), rasanya seru juga mungkin ya, kalau dimaknai secara asal dan sok tersirat.
Kapan kereta tiba? Aku rindu.
meski perlu konsentrasi yang lebih tinggi untuk mengerti, tapi benar : semoga semua jerih payah terbalas tuntas :)
BalasHapussemangat Gian :D
Haha. Makasih Fit; mohon doanyo O:)
Hapus