Sabtu, 25 Januari 2014

Article#258 - Perspektif

*****
Alkisah, tersebutlah seorang saudagar yang kaya raya. Ia tinggal di sebuah kota yang luas nan sederhana, dimana ia mengepalai sebagian besar usaha. Mulai dari sembako, toko kelontong, hingga restoran di sana, banyak dimilikinya. Saking luasnya kerajaan bisnis sang saudagar, konon katanya, di kotanya itu, ia menghidupi seluruh warga dari hasil bisnisnya saja.

Singkat kata saudagar ini benar-benar kaya. Akan tetapi, ia tidak benar-benar bahagia.

Sejak beberapa tahun sebelumnya, sang saudagar meyakini bahwa hanya dengan memperluas jejaring kekuasaan bisnisnya lah, ia akan mampu membahagiakan dirinya. Akan tetapi, setelah beberapa tahu itu terlewat, ia sadari bahwa ia tak kunjung bahagia.

Berangkat dari kekalutannya itu, dia coba mendatangi seorang tua bijaksana. Ia tinggal di desa tetangga, maka berangkatlah sang saudagar ke desa tetangga untuk minta nasehat.
Ditemuinya sang Pak Tua, yang duduk dengan santai di pendopo desa, dan bersegeralah ia menyapa Pak Tua untuk menyampaikan tujuannya datang.
"Pak Tua, saya sengaja datang kemari jauh-jauh dari kota seberang, ada hal penting yang ingin saya tanyakan. Karena itu, sudilah kiranya Pak Tua menjawab pertanyaan saya," begitula sang saudagar membuka perbincangan hari itu.
"Silakan bertanya. Saya akan berusaha menjawab pertanyaanmu dengan baik," jawab Pak Tua dengan tenang.
"Begini pak. Saya sudah memiliki jaringan bisnis yang luas di kota seberang. Harta saya berlimpah. Tetapi Pak Tua, saya merasa ada yang hampa di dalam jiwa saya. Rasanya saya tidak bisa jua bersikap baagia atas semua itu Pak Tua. Terkadang gelisah, cemas, merasa tak puas, apalah itu. Maka dari itu, apalah kiranya yang harus saya lakukan supaya hidup saya bahagia, Pak Tua?"

Pak Tua diam sejenak. Kemudian ia menjawab,
"Kamu akan bahagia kalau semua yang kamu lihat berwarna hijau."
Sang saudagar melongo sejenak, kemudian berpikir. "Ah, hal semacam itu mudah diatasi oleh harta kekayaanku."
Ia pun manggut-manggut saja mendengar nasehat Pak Tua. Merasa puas dengan apa yang disampaikan Pak Tua, ia mengucapkan terimakasih dan beranjak pulang.

Satu bulan berselang, sang saudagar dengan bangga mengontak Pak Tua.
"Pak Tua, seperti yang dulu Pak Tua bilang, sekarang semua yang saya lihat berwarna hijau! Maka dengan ini saya mengundang Pak Tua ke kediaman saya,"

Singkat cerita, sampailah Pak Tua ke rumah sang saudagar. Pak Tua hanya bisa melongo memandangi rumah Saudagar, sesuai dengan alamat yang diberikan Saudagar sebelumnya. Rumahnya adalah rumah terbesar, menjulang diantara rumah-rumah ukuran biasa di sekitarnya. Uniknya, semua bagian rumahnya berwarna hijau. Pagarnya, cat tembok rumahnya, atapnya, bahkan lampu-lampu, semua bersemu hijau.
Lantas Pak Tua memencet bel pintu rumah Saudagar (yang tentunya berwarna hijau juga). Saudagar sendirilah yang keluar dan membukakan pintu untuk menyambut Pak Tua. Saudagar saat itu mengenakan baju sutra yang amat mahal berwarna hijau. “Mari, Pak Tua, saya antar berkeliling rumah saya.”

Seolah belum cukup rasa heran Pak Tua melihat tampilan luar rumah sang saudagar, ia dibuat terheran lebih lagi dengan isi rumah si orang kaya. Tidak hanya luarnya, bagian dalam rumahnya pun semua berwarna hijau. Perabot rumah, mulai karpet, sofa, televisi, lemari, meja dan kursinya, semua berwarna hijau. Bahkan pelayannya pun mengenakan seragam berwarna hijau. Hingga pada puncaknya, sang saudagar memperlihatkan dua mobil mewahnya. Di garasinya ada dua mobil Mercedes-Benz dan BMW terbaru. Dan, bisa ditebak: keduanya berwarna hijau.

"Bagaimana, Pak Tua? Saya berhasil membuat semua yang saya lihat berwarna hijau," ujar Saudagar dengan menyunggingkan giginya yang berkilau. Tidak perlu diceritakan apakah giginya berwarna hijau atau tidak.

"Hmm hmm, baiklah. Sekarang, misalkan kamu berjalan keluar, cukup jauh sampai kau tak melihat rumahmu lagi. Apakah yang kau lihat tetap seluruhnya berwarna hijau?" tanya Pak Tua.
Saudagar hanya terdiam dan menelan ludah.

"Kau pasti telah mengeluarkan banyak uang untuk mengubah ini semua, bukan?" selidik Pak Tua.
"I-i-iya, Pak Tua," jawaban Saudagar yang semula bersemangat, kini terdengar melesu.
Pak Tua bersiap untuk kembali pulang ke desa. Tetapi sebelum itu ia berkata,
"Aku tak habis pikir denganmu, hai saudagar. Dengan pola pikir seperti itu, bagaimana kau akan bisa bahagia?"
"Pola pikir seperti apa, Pak Tua?"

Menghela nafas, Pak Tua meneruskan.
"Kau ingin membuat semua yang kaulihat berwarna hijau."
Saudagar mengangguk lesu.
"Bukankah cukup dengan memakai kacamata hijau?"

~disadur dari cerita lama yang pernah dibaca penulis. Masih ada lanjutannya.
sumber gambar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...