Jumat, 05 Juli 2013

Article#176 - Sajak Empat Corak

Hei semu hijau rerumputan musim semi,
Apakah kau nyaman, terus-menerus tersibak angin?
Ketika raksa mulai merangkak naik menemani matahari
Membuka kembali, yang sebelumnya beku sunyi
Kau bersemangat menatap hari
Dan siap untuk kembali menghidupi diri
Tetapi hei rerumputan musim semi,
Apakah janji yang dulu terukir masih terpatri?
Di saat mencekam sunyi yang tertusuk dingin
Di saat cerita tanpa arti menjadi isi bagi hati yang sepi
Akankah semua itu bertahan dan lestari?
Sampai nanti, ketika cerita kini menjadi memori?

Dan ku berpaling pada sinar kuning matahari musim panas,
Aku tetap diam walaupun terpapar panas yang demikian ganas,
Berdiri di lapang kosong, tanpa tepian yang jelas,
Aku menatap ke kejauhan, jauh seolah tanpa batas.
Biarlah, jika cerita panjang ini akhirnya terbalas,
Lebih lagi jika sang naskah berakhir terserak terhempas
Tetapi, lihatlah di kejauhan sana, digariskan secara tegas
Apakah kau yakin kau akan mampu membuat dirimu terlepas
Dari intaian kisah lama yang terus mengucur deras?
Ketika rerumputan tak lagi getas
Dan bunga yang lama mati tak lagi berbekas,
Akankah kau terus bersinar tanpa kenal batas?

Arus waktu menyibak rona merah dedaunan musim gugur
Saat dedaunan yang dulu merekah meriah dan tumbuh subur
Kini tinggal menunggu waktu untuk terjatuh terkubur
Atas namanya, yang menjunjung cerita kebaikan nan luhur
Dan mungkin juga atasmu, yang masih kubiarkan terulur
Karena aku masih ingin melangkah ke depan, tak kenal mundur
Maaf dunia, jika aku terus saja berlagak tenang dan lugu
Menerabas apapun yang tak kumau, tanpa pernah mau tahu
Bagaimana cara kau memahami kebijaksanaan, daun di musim gugur?
Yang sadar tiada akan kekal, jasadmu akan hancur
Begitu jelas, begitu sederhana, tetapi sulit terukur
Dan tentangnya aku belum pernah bisa jujur

Kuucapkan sampai jumpa kepada langit biru musim dingin
Yang cerahnya berhasil mengakali batin
Saat keping-keping putih berhembus, terbawa angin
Yang nampak serupa meski tak mirip satu sama lain
Menipuku yang masih saja berbaring disini
Menunggu sang langit untuk datangkan badai
Kuucapkan sampai jumpa, untuk salju musim dingin
Karena ku tak betah untuk menatap sunyi
Menatap kalian yang terus berjatuhan dari langit
Untuk kemudian terinjak dan terhimpit
Saatnya kututup naskah lama ini, naskah cerita satir
Seperti keping salju terakhir yang mengejar kawannya menuju bumi


Hari 6662, ketika hangat hujan membasuh dedaunan.
Sabtu, 6 Juli 2013, 00:12 (UT+9)
38°16'40.69"N, 140°51'05.98"E

3 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...