Kamis, 06 November 2014

Article#360 - Hayate

早手
Pikiran yang melayang terbang.
Berkelebatlah seisi kepala, akan mereka yang terbiasa mengarungi keseharian dalam lampias. Mereka yang dengan mudahnya bergegas, menjemput segala kesempatan tanpa harap lepas. Dalam kecekatan mereka lepas landas, jauh meninggalkan sesiapa berbekas. Mereka yang kemudian dikenal sebagai sosok cerdas, sosok tangkas, membiarkan deretan capaian menikas. Mereka yang beraksi dalam lekas, yang sanggup tuntas sebelum aku sempat meringkas. Hingga aku tak kunjung tancap gas, hanya memandangi tanpa pungkas, atas mereka yang menggapai langit luas.

疾風
Angin kencang kembali menerjang.
Kini pikiranku gagal terbang, kembali menjatuhi raga yang kedinginan. Pandanganku kini menelaah langit kebiruan, yang menghampar sejauh tujuan. Tujuan yang hingga saat ini belum jelas juntrungannya. Bahkan arakan awan yang tampak di kejauhan, tak terkesan akan memberiku jawaban. Tentu saja, kan?
Kembali kupandangi langit, dengan berusaha menghindari sinar surya yang menyilaukan. Silau yang kukira bisa mengangkat sedikit hangat, ternyata kalah telak oleh deru angin petang. Menggilas kesadaran perlahan, aku beranjak menyiapkan kedatangan. Kedatangan ia yang menghembus kencang tanpa kenal lelah.


Kembali ia, datang menjelang.
Boleh jadi, karakter besar yang terukir di raganya itu hanyalah nama. Sebagaimana entah berapa banyak individu lain yang juga menyandang nama senada. Tak pernah kudengar, atau kubaca, ada orang yang menyelipkannya dalam keseharian. Begitu pula ia yang melaju dengan kencangnya, tak pernah bergeming untuk mengutarakan makna.
Sedikit yang kutahu saat itu, bahwa dalam karakter terkandung harapan. Harapan yang mengajak seluruh bangsa dari pedihnya kekalahan dan keterpurukan. Dengan pemaknaanya sebagai kelajuan dan kekuatan, diajaknya segenap warga untuk menyuarakan kebangkitan. Bagai sepoi angin yang mengawali topan, ajakan kecil-kecilan itu diejawantahkan sebagai sebuah pencapaian. Maka dunia hanya bisa menatap tercengang, ketika mereka menyerukan sebuah kemajuan. Sebuah pencapaian. Saat itu, harapan yang ternyatakan itu menjelma sebagai senjata, membungkam orang yang sempat memandangnya sebelah mata.
Dan saat ini, wujud harapan itu terpatri pada apa yang menjadikannya nyata, melewatiku tanpa tanda tanya.

早く来てはやくき
Mungkin sudah waktunya datang.
Entah apakah waktu malam yang segera menerjang, yang membuat ragaku mulai bergetar. Keras, tampak tak terpengaruh oleh jiwa yang telah berusaha memberi kehangatan. Angin kencang yang tetap trengginas, mega merah yang mulai meluas, menahanku memandangi rona senja yang seolah bersinar tanpa batas. Arakan awan cerah kini berubah menjadi bayang kelam, entah karena kalah berkilau dari langit yang temaram, atau karena ditinggal mentari yang hendak tenggelam.
Hembus angin kembali menyelusup ke badan. Kali ini, ragaku sudah lebih siap menghadangnya. Raga yang kini tak beringsut walau sejenak, merasa sudah siap untuk menantang keadaan. Ia pandang langit, ekspresinya seolah pongah. Sementara jiwa memandangnya cemas, seolah ia akan kembali melampaui batas. Menyusun makna dari istilah, dalam urutan yang dipaksakan.

Asahidake (2.291 m), Taman Nasional Daisetsuzan, Hokkaido.
Dipotret pada 19 September 2013.

Niseko-Hirafu (~260 m), Kutchan, Hokkaido.
Dipotret pada 28 Oktober 2014.
Fujisan (3.776 m), Prefektur Yamanashi & Shizuoka.
Dipotret dalam kondisi sedikit berawan (16 Oktober 2014), tanpa awan (19 Oktober 2014),
dan kondisi ditudungi awan lentikular (21 Oktober 2014).
Disusun memanfaatkan situs GIFMaker.me.
Pada akhirnya, aku batal mempertunjukkannya. Yang bisa kulakukan hanya mengemasi barang, kembali ke peraduan. Aku berpaling dari temaram senja, dengan gaya yang mengesankan sebuah tekad. Tekad tanpa rencana, kemauan tanpa tindakan.
Cepatlah datang, kenyataan. Sudah lama kita tak bersua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...