Berawal dari pertanyaan sederhana: Apa yang biasa kau lakukan ketika sedang bosan dan butuh penyegaran yang menyehatkan?
sumber |
Langit, yang ada di atas kepala manusia, menjadi atap naungan bagi bangun kehidupan. Ia tergambar sebagai perwujudan harapan dan impian manusia. Bung Karno pun mengisyaratkan hal senada dalam kata-katanya yang terkenal sebagai motto penyemangat, terutama di lembaga-lembaga kursus,
"Gantungkan cita-citamu setinggi langit."
Penulis sendiri tidak yakin, sejak kapan 'atas' diidentikkan dengan 'kebaikan'.
sumber |
Sementara bumi, yang berada di bawah tapak kaki manusia, menjadi fondasi kekuatan bagi bangun kehidupan. Ia tergambar sebagai perwujudan prinsip dan perjuangan, entah tergambar oleh siapa.
Penulis mendapati satu hal menarik, bahwa meskipun secara posisi mereka berada di dua sisi yang berlawanan, keduanya tidak dimaknai secara berlawanan. Terutama ketika kita sampai ke masalah pemaknaan yang telah disampaikan sebelumnya.
Ketika bicara masalah impian yang diwakili dengan wujud langit, biasanya orang akan sampai pada kesimpulan bahwa menggapai impian harus dibarengi perjuangan yang sungguh-sungguh; sementara perjuangan diwakili oleh wujud bumi. Secara tersirat, keduanya tak boleh dipisahkan begitu saja oleh manusia. Mungkin penulis akan mengutip ulang kutipan diatas, dengan modifikasi tentunya:
"Kau bebas untuk menggantungkan cita-citamu setinggi langit, tetapi jangan lupa berpijak pada bumi."Karena atas dasar prinsip dan perjuangan, kita menjejak menuju impian dan harapan.
Karena yang di atas takkan bisa diraih, jika kita terlupa akan apa yang ada di bawah.
Karena langit dan bumi bersatu dalam satu kesatuan, beserta kita semua di dalamnya. Bayangkan jika langit dan bumi bertengkar hanya karena mereka berbeda. Apakah manusia akan bisa bertahan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar