Daun-daun rontok berkali-kali, langit masih sepagi ini
Angin debu menyapu segala, menerbangkannya lalu hilang
Kedamaian cinta segalanya
Di mana ku perlu berdiri di sini, tak ada tangis, semua pudar
Pohon tua tinggal ranting kering,
Setelah lewat tikungan air, dataran biru
Selamat tinggal
Tinggal aku dalam sepi
(Leo Imam Sukarno, 1977. Pohon Tua Ranting Kering)
Banyak orang bilang, musim gugur identik dengan kering dan rapuh. Identik dengan dedaunan yang menguning, memerah, dan kemudian jatuh berguguran, mati menumpuk di tanah. Identik dengan pohon-pohon berwajah mati yang setia menanti tibanya musim semi. Identik dengan udara kering, yang merenggut butir-butir air dari jiwa-jiwa yang lemah. Identik dengan hawa dingin yang terus menyesap, memenuhi segala sisi.
Tetapi tidak sebanyak itu orang bilang, musim gugur identik dengan kegembiraan. Warna-warni yang bersumber dari sorak-sorai xantofil, beta karoten serta antosianin, setelah klorofil, sang penguasa lama, tumbang bersama berkurangnya air.
Tidak banyak pula orang bilang, musim gugur identik dengan kreativitas. Kreativitas yang tergambar dari mahakarya Sang Pencipta, yang membuat beragam jenis tumbuhan menguarkan warna-warninya pada kala yang berbeda. Menjaga warna warni tetap seru dipandang, meski dingin kian menusuk tulang.
Dan tentu saja, bergugurannya dedaunan kembali mengisyaratkan suatu hal yang jelas. Bahwa setiap yang punya awal akan mempunyai akhir. Bahwa segala yang indah, suatu saat akan terhimpun, menjadi satu dengan tanah. Bahwa semua ini hanya menghuni dunia dalam hitungan yang tak signifikan.
Meskipun begitu, melihat sisi lainnya, akan tersirat bahwa setiap yang berakhir, akan ada waktunya ia berawal lagi. Bahwa dari tanah yang tampak kotor dan tak indah, bisa membentuk banyak hal yang membuat orang terperangah. Bahwa meskipun semua ini hanya sebentar, tetapi berbagai hal menakjubkan bisa terjadi dalam kedipan mata.
Lihatlah, bukankah padanya tersimpan banyak keindahan?
*****
Untuk kali ini, penulis tidak akan banyak menuangkan ketidakjelasan seperti biasa. Kata orang, satu gambar mampu mewakili seribu kata, maka dengan ini penulis persembahkan gambar-gambar jepretan penulis sendiri (yang mungkin kualitasnya kurang bagus, maklum tidak pakai kamera profesional). Selamat menikmati.
Sila klik gambar jika ingin melihatnya dalam ukuran yang lebih detail.
Mungkin cukup sekian artikel kali ini. Sampai jumpa di edisi selanjutnya!
(:g)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar