[Bagian awal ini pertama diketik pada 29 November 2013, 21:48 UT.]
Judul yang penulis bubuhkan untuk tulisan kali ini memanfaatkan referensi dari dua topik yang tidak begitu terkait antar satu sama lain; meskipun begitu, keduanya cukup terkenal dalam ranah mereka masing-masing. Pembaca sekalian, terutama yang pernah berurusan dengan fisika kuantum walaupun sedikit, mungkin pernah mendapati kasus eksperimen imajinatif terkenal yang diberi tajuk Kucing Schrödinger. Kucing malang ini, sayang sekali, diberitakan berada dalam kondisi hidup dan mati sekaligus.
Kok bisa? Sila simak tulisan
ini dan
ini untuk detail lebih lanjut.
Sementara pembaca yang lain, yang menggemari dunia novel fiksi, pasti mengenali tajuk "
Anak Yang Bertahan Hidup", yang disematkan kepada tokoh utama sebuah serial novel dengan rekor penjualan tertinggi sepanjang sejarah dunia. (Konon katanya, total jumlah buku yang terjual hanya kalah oleh penjualan kitab suci.)
Meskipun demikian, penulis tidak akan membahas kucing yang malang itu; ataupun anak yang bertahan hidup. Paling tidak, tidak membahas keduanya secara eksplisit.
Sesuai dengan judul, tulisan ini akan membahas sebuah komet. Sebuah komet yang, hingga saat kata demi kata di paragraf ini diketik, belum jelas nasibnya. Sebagian mengatakan bahwa komet ini selamat sekaligus tidak selamat dari terjangan energi Matahari; selamat dalam artian ia berhasil melewati perihelion, dan tidak selamat dalam artian ia menderita 'luka-luka' yang cukup parah (dan juga terhancurkan) akibat kenekatannya mendekati Matahari.
Apakah ia akan menjadi "Anak Yang Bertahan Hidup" dengan lolos dari Matahari sebagai komet, atau mati sebagai sisa-sisa dari batu es kotor yang sempat disebut sebagai "
komet abad ini" ini, baru akan terjawab setelah para astronom berhasil menangkap citra sang komet—atau jasadnya—paling tidak dalam 1-2 hari ke depan.
Silakan sabar menunggu, dan salah satu cara menunggu yang baik mungkin adalah mendalami ceritanya dalam tulisan di bawah.
Selamat berpetualang.
[Laporan terbaru, 2 Desember 2013, 14:41 UT]
Komet ini resmi dinyatakan menutup lembar ceritanya. Meskipun begitu, komet ini telah mencatat posisi spesialnya tersendiri, sebagai salah satu komet yang paling banyak diamati sepanjang sejarah. Publikasi luas akan sang komet terjadi berkat komunitas astronomi global yang setia menyebar informasinya.
Dan pada akhirnya, komunitas ilmiah (termasuk para astronom) tidak begitu banyak 'dirugikan' dengan hancurnya sang komet, karena berbagai kejutan yang terjadi selama perjalanannya pun menyisakan banyak data dan teka teki untuk dipelajari.
Seperti diutarakan oleh
Lisa Winter, "
It’s basically a win for science no matter what the outcome."
Jangan langsung putus asa, sila simak ceritanya berikut ini.
Sila klik gambar jika ingin melihatnya dalam dimensi yang lebih besar.
*****
|
Komet C/2012 S1 "ISON", sebagaimana dipotret oleh astronom amatir Jerman, Waldemar Skorupa.
Foto diambil dari Kahler Asten, Jerman, pada 16 November 2013. |
Ketika dua orang astronom amatir ini, Vitali Nevski (asal Vitebsk, Belarus) dan Artyom Novichonok (asal Kondopoga, Rusia), mengurusi hasil olah citra dari teleskop di Kislovodsk (wilayah Kaukasia Utara, Rusia), mereka mungkin tidak menyangka akan
menemukan sebuah objek yang belum pernah tercatat sebelumnya.
|
Citraan awal si tokoh utama dalam tulisan kali ini.
Gambar disertakan bersama spesifikasinya. |
Objek ini, saat ditemukan pada 21 September 2012, hanya memiliki kecerlangan 0,4% dari kecerlangan si 'mantan planet' Pluto, tetapi dapat diamati dengan baik oleh teleskop mereka yang berdiameter 40 cm.
Astronom lain yang langsung bersemangat segera mengarahkan tabung teleskop mereka ke arah yang sebelumnya diindikasikan sang duet astronom, untuk kemudian menemukan objek samar yang sama. Objek ini, 'sebongkah' batu dan es ini, saat ditemukan, masih menempuh sepinya kebekuan Tata Surya luar pada jarak hampir 1 miliar kilometer dari Matahari, lebih dari 6 kali jarak Bumi-Matahari. Ini mengisyaratkan posisi antara orbit Jupiter dan Saturnus, dan sebuah objek batu serta es yang sudah bisa teramati pada jarak sejauh ini tentunya adalah sebuah objek yang patut diperhitungkan. Apalagi, belakangan diketahui pula bahwa objek ini telah terekam dalam citra dari Observatorium Mt. Lemmon, Arizona pada 28 Desember 2011, dan kemudian oleh Teleskop Pan-STARRS 1 di Maui, Hawaii sekitar 1 bulan berselang, menjadikan ekspektasi astronom akan objek yang satu ini terus
bertumbuh.
(Mungkin ada yang belum tahu, jika pada Februari-Maret 2013 lalu,
sebuah komet yang ditemukan dengan teleskop Pan-STARRS
mendatangi Matahari, dan menjadi objek fotografi yang cukup seru saat itu.)
Perhitungan lebih lanjut memberitahukan bahwa objek ini, bongkahan batu dan es ini, akan mendekati kediaman planet dalam di Tata Surya, dan mendekati Matahari pada jarak yang demikian dekat, kira-kira 1,1 juta kilometer dari permukaan Matahari pada titik terdekatnya, yang dilaluinya pada 28 November 2013, sekitar 18:38 UT (bertepatan dengan dengan 29 November, 01:38 WIB). Dengan demikian, ketika itu, diharapkan bongkahan batu dan es ini menjadi salah satu tontonan spektakuler pada akhir tahun 2013.
Untuk bagian berikut, akan diberikan tulisan sampingan, untuk sedikit menyelami tentang jati diri dan identitas sebuah komet.
Tunggu, kita tadi kan membicarakan sebuah 'bongkahan batu dan es'. Apakah bongkahan batu dan es ini sama dengan 'komet' yang baru saja disebutkan?
Ya, betul sekali. Komet sendiri adalah sebuah bongkahan batu dan es, yang berbeda dengan bongkahan 'biasa', karena seiring perjalanannya mendekati Matahari, bongkahan yang satu ini akan meletupkan material yang terkandung di dalamnya. Seringnya sih, uap air dan karbon monoksida. Peletupan material (gas yang ditemani debu) ini terjadi akibat pertemuan antara si bongkah batu dengan energi radiasi Matahari, dengan sebagian dari radiasi ini datang dalam bentuk yang namanya lebih sering kita dengar, "angin Matahari".
Bongkahan batu dan es ini sendiri sangat kecil–besarnya jarang mencapai lebih dari 20 kilometer–tetapi, berkat gas dan debu yang ia letupkan, ia bisa terlihat begitu besar dan cerah. Komet sendiri menjadi satu-satunya jenis benda langit Tata Surya selain Matahari, Bulan dan planet-planet, yang 'dalam kondisi tertentu' bisa diamati dengan mudah hanya bermodalkan mata.
|
Ilustrasi kasar tiga bagian utama komet. Dalam kenyataan,
sebuah komet bisa lebih kompleks dari gambaran
sederhana ini. sumber |
Sebagaimana dicitrakan dalam ilustrasi di sebelah kiri, bagian yang disebut "coma" adalah daerah dimana letupan gas dan debu membentuk 'kepala' dari komet terkait, karena arah letupan tidak begitu kuat dipengaruhi angin Matahari. Bagian yang disebut nucleus (inti) adalah apa yang aslinya kita sebut sebagai 'bongkah batu dan es' di bagian sebelumnya. (Ia juga dikenal dengan sebutan bongkah salju kotor.) Sementara bagian yang disebut tail (ekor) adalah hasil gas dan debu yang sebelumnya terletup, dan kemudian terhembus oleh angin Matahari.
(Ilustrasi di samping menggambarkan banyak garis untuk bagian 'ekor', menyiratkan bahwa satu ekor terbentuk dari banyak letupan gas dan debu; juga menyiratkan bahwa satu komet bisa memiliki lebih dari satu ekor. Selebihnya, sila kunjungi dokumen ini.)
Analogi yang lebih mudah dalam membayangkan struktur komet mungkin bisa didekati dengan bendera yang berkibar di dekat lapangan upacara. Ketika angin berhembus kencang, sisi bendera yang terikat pada tiang akan tetap terikat pada tiang, sementara sisi yang tidak terikat pada tiang akan berkibar mengikuti hembus angin. Di analogi ini, hembus angin mewakili angin Matahari, sisi yang terikat ke tiang mewakili koma/kepala komet, dan bagian yang tidak terikat mewakili ekor.
Yey, kita sudah berkenalan dengan komet. Dan kita menemukan komet baru.
Sekarang yang harus dilakukan adalah menamainya. Nama adalah doa, karenanya kita harus memberi nama yang bagus. Dan dalam ranah ilmiah, sebagus-bagusnya nama adalah yang netral, tidak memihak kepada kelompok tertentu.
Perhitungan dari hasil pengamatan mengindikasikan bahwa komet ini bukanlah komet periodik. Artinya, jika ia patuh pada lintasan takdirnya kini, ia akan terlempar meninggalkan Tata Surya bagian dalam tanpa pernah kembali lagi. Untuk komet, sifat lintasan semacam ini akan memberinya nama depan C.
Lalu, kapan ia ditemukan? Komet baru kita ini ditemukan pada paruhan kedua September 2012. Penamaan untuk mengindikasikan tanggal penemuan menggunakan aturan awal bulan. Sebagaimana berikut, jika komet ditemukan pada:
- 1-15 Januari, huruf A.
- 16-31 Januari, huruf B.
- 1-15 Februari, huruf C.
- 16-28/29 Februari, huruf D.
- 1-15 Maret, huruf E.
- 16-31 Maret, huruf F.
- 1-15 April, huruf G.
- 16-30 April, huruf H.
- 1-15 Mei, huruf J.
- 16-31 Mei, huruf K.
- 1-15 Juni, huruf L.
- 16-30 Juni, huruf M.
- 1-15 Juli, huruf N.
- 16-31 Juli, huruf O.
- 1-15 Agustus, huruf P.
- 16-31 Agustus, huruf Q.
- 1-15 September, huruf R.
- 16-30 September, huruf S.
- 1-15 Oktober, huruf T.
- 16-30 Oktober, huruf U.
- 1-15 November, huruf V.
- 16-30 November, huruf W.
- 1-15 Desember, huruf X.
- 16-31 Desember, huruf Y.
Artinya, nama tengah bagi komet baru kita ini adalah 2012 S. Mungkin perlu diperhatikan bahwa, dalam penamaan, huruf I dan Z tidak dipakai. (Apakah karena bentuknya yang mirip dengan angka 1 dan 2?)
Sekarang, nama belakang komet. Supaya mudah, yang dipakai adalah urutan penemuan. Untuk paruh kedua bulan September, komet kita ini adalah komet yang pertama ditemukan. Maka supaya mudah, beri saja ia nama belakang 1.
Nah, akhirnya kita dapati nama lengkap komet kita, C/2012 S1. Ini disebut juga sebagai '
nama formal' komet, yang dinilai cukup netral untuk dipakai secara internasional.
Masalahnya, nama formal yang seperti ini bukanlah nama yang bisa dilafalkan dengan menyenangkan oleh orang-orang. Untuk ini, orang sejak dulu menggunakan 'nama populer', nama yang disematkan kepada komet dalam tulisan di media massa, atau tulisan seperti yang Anda sekalian baca saat ini.
Biasanya, yang paling adil adalah menyematkan nama sang penemu kepada komet temuannya. Contoh paling terkenal tentunya adalah komet Halley, yang disadari astronom Sir Edmund Halley sebagai objek yang mampir tiap 75-76 tahun sekali. (Walaupun sebenarnya Halley 'hanya' berperan menghitung periode orbitnya.)
Lalu, bagaimana dengan komet yang ini?
Tidak dapat dipungkiri, bahwa yang menyadari benda yang satu ini sebagai komet adalah Pak Nevski dan Pak Novichonok yang telah disebutkan namanya di awal cerita. Tetapi, berdasar pada ketetapan Kesatuan Astronomi Internasional (IAU), 'nama populer' komet ditetapkan memakai nama lembaga/individu pemilik peralatan teleskop. Teleskop yang mereka gunakan sendiri adalah salah satu dari 30 lebih teleskop milik sebuah proyek jaringan teleskop internasional, yang tersebar di 11 negara. Alhasil, proyek ini, yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai
International Scientific Optical Network (
ISON), mendonorkan namanya menjadi nama populer komet kita ini.
Untuk bagian selanjutnya, komet kita ini akan dipanggil komet ISON, atau sesekali dengan nama formalnya C/2012 S1. Harap waspada.
Mengingat posisi penemuan yang masih demikian jauh, astronom melakukan lagi
serangkaian pengamatan akan komet ini (
nggak bosen ya..? hehe), untuk memperkirakan,
seperti apa kira-kira komet ini akan terlihat ketika sampai ke kediaman Matahari beserta planet-planet dalam. Menilik pergerakan komet ISON, diyakini bahwa ia berasal dari suatu daerah bernama Awan Oort, suatu daerah yang melingkupi bagian terluar Tata Surya, dimana jutaan, atau bahkan triliunan, bongkah-bongkah batu es sebesar beberapa kilometer berada. Bongkahan batu dan es pengisi Awan Oort sendiri diyakini sebagai sisa-sisa dari pembentukan Tata Surya kita sekitar 4,6 miliar tahun lalu, tak terkecuali komet ISON.
Karena seiring waktu, ISON terus melaju mendekati Matahari, maka energi dari Matahari yang menerjang ISON perlahan bertambah besar. Terjangan energi yang lebih besar membawa kepada pelepasan gas dan debu yang lebih banyak, atau dengan kata lain, ISON terus bertambah terang.
Astronom yang masih terselimuti antusiasme terus mengamai bagaimana komet ini bertambah terang. Dan sebuah kejutan kecil muncul dari hasil pengamatan pada Februari 2013: Jika komet ISON terus bertambah terang dengan laju yang tetap, maka pada pertemuannya dengan Matahari, ia akan mencapai kecerlangan melebihi Bulan purnama. Bahkan perhitungan paling optimistik memberikan perkiraan kecerlangan sampai 100 kali Bulan purnama. Hal ini (jika terjadi tentunya) tak pelak akan menjadikan ISON salah satu komet paling terang yang pernah diamati, jauh melebih kecerlangan komet Ikeya-Seki tahun 1965-66, yang kecerlangannya 'hanya' sekitar 12% dari Bulan purnama. Publikasi ini kemudian dikutip oleh beberapa media, memberikan julukan "Komet Abad Ini", sekaligus memantik ketertarikan publik akan komet yang satu ini.
Sayangnya, beberapa astronom yang sudah keburu antusias harus menelan kekecewaan sejenak. Sejak bulan Maret 2013, laju bertambah cerlangnya komet ISON perlahan menurun, hingga kemudian prediksi optimistis yang diceritakan sebelumnya harus direvisi; sang komet tidak akan melebihi cerlangnya Bulan purnama. Bahkan, skenario paling terang pun hanya memberikan angka kecerlangan satu persen dari Bulan purnama. Prediksi di kemudian hari menempatkan kecerlangan maksimum komet kita ini pada level yang setara dengan kecerlangan Venus si "bintang kejora".
Meskipun ekspektasi perlahan menurun, berkat bantuan media yang secara berkala mengungkit topik "komet abad ini"–julukan yang sesungguhnya, sejak pertengahan 2013 telah ditinggalkan oleh kalangan penggiat astronomi–animo publik akan sebuah komet cerah di penghujung tahun 2013 terus bertumbuh. (Jika prediksi semacam ini terjadi, katakanlah 2-4 abad ke belakang, justru akan banyak orang yang
ketakutan.)
Sampai sejauh ini, komet kita cenderung sesuai dengan prediksi astronom sebelumnya. Maka, sering dicabutnya lembaran kalender satu persatu, komet C/2012 S1 terus meningkatkan embusan gasnya, memancing sorotan teleskop dari berbagai pengamat di Bumi mulai akhir September, ketika ia sudah cukup terang untuk bisa diamati dengan modal teleskop kecil. Ribuan data pengamatan ini bisa dikunjungi di situs
Minor Planet Center dan situs
International Comet Quarterly.
|
Foto jepretan Chris Schur dari Arizona, AS, pada 14 Oktober 2013.
Komet ISON terlihat sebagai cahaya samar kehijauan di sisi kiri gambar.
Mars (tengah) dan Regulus (kanan) juga terekam dalam foto ini.
sumber |
Oktober 2013, komet makin terang, dan beberapa foto hasil jepretan astronom amatir pun mulai banyak beredar di internet. Perhatikan kata 'amatir'–dengan kata lain, siapapun yang tidak menekuni astronomi sebagai profesi/pekerjaan. Artinya, komet yang sebelumnya hanya diamati secara rutin oleh astronom 'profesional'–dengan kata lain, yang memang profesinya astronom–sekarang juga diamati oleh khalayak ramai. Juga, bisa dikatakan tidak mungkin astronom amatir akan beramai-ramai mengamati, menjepret, dan membagikan foto karya mereka, jika objek yang ditangkap tidak cukup 'menarik'. Dalam astronomi, 'menarik' seringkali merujuk ke kata 'terang', dan hal yang sama berlaku pula untuk komet ISON pada Oktober 2013.
Tetapi puncak utama dari cerita, tentu saja terjadi pada bulan November 2013, ketika ISON makin terang dan makin dekat ke ujian utamanya–perjalanan menembus atmosfer Matahari di akhir bulan.
Awal November, cerita masih berlanjut dari pengamatan oleh astronom amatir yang terus meningkat, seiring dengan publikasi media. Satu contoh menarik adalah publikasi sekitar dua pekan sebelumnya (18 Oktober), yang masih
mengutip tajuk usang, "lebih terang dari Bulan purnama".
Tengah November, sekitar tanggal 13-14 November, komet ini menimbulkan kejutan dengan menayangkan lonjakan kecerlangan, sedemikian hingga ia bisa diamati dengan mata manusia. Lonjakan ini kemudian ditengarai sebagai hasil dari salah satu skenario berikut:
- (i) Peletupan debu dan gas baru yang terbuka akibat aktivitas komet sebelumnya.
- (ii) Inti komet terpecah, dan pecahan inti tidak terpisah cukup jauh dari induk inti komet.
- (iii) Sebuah fenomena periodik yang belum jelas penyebabnya.
Jelas, dengan adanya lonjakan ini, makin banyak mata, kamera, dan alat optik lainnya diarahkan untuk memotret dan mengabadikan sang komet. Salah satu foto terbaik adalah foto yang dihadirkan di bagian awal tulisan ini.
|
Kompilasi rekaman dari kamera LASCO C3 milih wahana
SOHO. Interval sekitar 8 jam antar keping gambar.
Terlihat figur seperti jarum nampak melintang pada
citra komet ISON, sebagai tanda saturasi pada
sensor kamera akibat objek yang terlalu cerah.
Dikompilasi oleh penulis dari sini. |
Komet nampak sehat pada gambar-gambar yang diambil pada 28 November pagi dalam UT (28 November sore-petang WIB), perlahan makin benderang hingga menyaingi terangnya bintang Antares yang saat itu juga berada pada medan pandang kamera SOHO.
Kejutan sekali lagi terjadi, sayangnya yang ini adalah kabar buruk bagi para pengamat.
Komet yang satu ini kemudian
meredup secara cepat ketika ia terus mendekati titik terdekatnya dengan Matahari, nampak meluruh seperti debu yang terhembus angin.
Kekecewaan para pengamat lantas menyebar luas ketika para astronom yang mempublikasikan perkembangan komet mulai menyebar
info tentang bagaimana sang komet tergerus dahsyatnya lingkungan di sekitar Matahari. Selain panas dan angin Matahari, yang diperkirakan menerjang komet dengan 2700 derajat Celsius, objek pada jarak sedekat itu akan merasakan gaya gravitasi Matahari yang demikian kuat, sedemikian hingga ia bisa menghancurkan benda yang melintas terlalu dekat.
Pada malam hari 28 November, kira-kira 2-3 jam setelah komet ISON melintasi titik terdekatnya, berita akan ISON yang tergerus dan mati sebelum sempat mendekati Matahari pada jarak terdekat mulai tersebar.
Sayang sekali ya,
tidak ada komet untuk diamati di bulan Desember. Kometnya 'terpanggang' Matahari, menjadi "
Kalkun Abad Ini" alih-alih "
komet abad ini". Dadah...
Eits, tunggu dulu. Cerita belum selesai sampai disini.
Seiring bergantinya hari dari 28 ke 29 November (masih dalam UT; dalam zona WIB, kejadian ini terjadi pada pagi hari 29 November), astronom yang terus mengamati kamera SOHO mengamati sesuatu bergerak menjauhi Matahari pada arah utara. Komet ISON, yang tidak teramati sama sekali di posisi terdekatnya dengan Matahari, justru
terlihat sebagai embusan debu yang sangat lemah, bergerak menjauhi matahari, dan kemudian
bertambah terang.
Dan bertambahnya terang si
komet Schrödinger ini kembali menyaingi Antares pada jam 2-3 dinihari UT, 29 November. Saat inilah astronom mulai keherenan, dan entah berapa banyak orang yang setia mengikuti perkembangan komet ISON, mereguk secercah asa akan komet ISON yang 'bangkit' setelah sempat dinyatakan 'mati' sebelumnya. Julukan 'komet zombie', menyusul julukan komet Schrödinger yang dijelaskan di bagian pembuka tulisan ini, dikoarkan oleh
Joshua Filmer dari From Quarks To Quasars. Julukan serupa juga digaungkan oleh
Phil Plait dari Bad Astronomy.
Secercah asa yang sempat tumbuh sebelumnya, pada akhirnya harus padam ketika gambar terbaru dari SOHO menunjukkan bagaimana komet ISON terus meredup saat melaju makin jauh meninggalkan Matahari. Atau mungkin bukan komet ISON—tetapi
sisa komet ISON. Hingga ditutupnya lembar bulan November, remah-remah komet ISON yang masih melaju dalam orbitnya semula itu terus meredup, hingga terlalu redup untuk bisa diamati secara langsung.
Akhirnya, setelah rangkaian
kejutan dan kebingungan yang disuguhkan komet ISON dalam perjalanannya, komet ISON dinyatakan telah hancur di
post ini. Karl Battams dari
Comet ISON Observing Campaign pun menyampaikan berita ini dalam postnya berikut:
Comet C/2012 S1 (ISON)
Born 4.5 Billion BC, Fragmented Nov 28, 2013 (age 4.5-billion yrs old)
Born in a dusty and turbulent environment, comet ISON spent its early years being jostled and struck by siblings both large and small. Surviving a particularly violent first few million years, ISON retreated to the Oort Cloud, where it maintained a largely reclusive existence for nearly four billion years. But around 3-million B.C., a chance encounter with a passing star coerced ISON into undertaking a pioneering career as a Sungrazer. On September 21, 2012, ISON made itself known to us, and allowed us to catalog the most extraordinary part of its spectacular vocational calling.
Never one to follow convention, ISON lived a dynamic and unpredictable life, alternating between periods of quiet reflection and violent outburst. However, its toughened exterior belied a complex and delicate inner working that only now we are just beginning to understand. In late 2013, Comet ISON demonstrated not only its true beauty but a surprising turn of speed as it reached its career defining moment in the inner solar system. Tragically, on November 28, 2013, ISON's tenacious ambition outweighed its ability, and our shining green candle in the solar wind began to burn out.
Survived by approximately several trillion siblings, Comet ISON leaves behind an unprecedented legacy for astronomers, and the eternal gratitude of an enthralled global audience. In ISON's memory, donations are encouraged to your local astronomy club, observatory or charity that supports STEM and science outreach programs for children.
Maka, begitulah jadinya. Komet ISON resmi dinyatakan
menutup lembar ceritanya. Tidak ada "Komet Abad Ini", komet seterang Bulan, atau komet yang akan menarik perhatian penduduk Bumi di penghujung tahun ini. Meskipun begitu, komet ini telah mencatat posisi tersendiri, sebagai salah satu komet yang paling banyak diamati sepanjang sejarah. Publikasi luas akan sang komet terjadi berkat komunitas astronomi global yang setia menyebar informasinya.
Kemudian, sudah banyak pula komet yang berani menyerempet Matahari, tetapi baru ISON-lah komet yang teramati menyerempet Matahari setelah jauh-jauh datang dari awan Oort.
Sehingga, pada akhirnya, komunitas ilmiah (termasuk para astronom) tidak begitu banyak 'dirugikan' dengan hancurnya komet ISON, karena perjalanan si komet sendiri, dengan berbagai kejutan yang terjadi selama setahun ke belakang pun menyisakan banyak data dan teka teki untuk dipelajari.
Seperti diutarakan oleh
Lisa Winter, "
It’s basically a win for science no matter what the outcome."
[Bagian terbaru, ditulis pada 3 Desember 2013, 12:19 UT]
Mengapa ya komet ISON bisa demikian hancur lebur saat mendekati Matahari?
Penjelasan umumnya akan disampaikan di bawah.
Seperti sempat disebutkan sebelumnya, inti dari komet ISON diyakini sebagai sisa dari proses pembentukan Tata Surya. Karl Battams, di bagian kutipan sebelumnya, sedikit menggambarkan proses pembentukan komet ISON, besrta triliunan 'saudaranya', yang kemudian terpental, jauh meninggalkan kediaman utama Tata Surya, yang didominasi oleh figur-figur besar macam planet-planet, asteroid, dan tentunya sang bintang Matahari. Mereka kemudian berkumpul di kejauhan, 'menyelubungi' Tata Surya dalam himpunan serupa sebuah kulit bola (tidak seperti sabuk asteroid yang memang terhimpun dalam bentuk mirip sabuk.) Himpunan bongkah batu dan es ini kemudian kita kenal dengan sebutan Awan Oort.
Awan Oort, yang jaraknya dari Matahari puluhan ribu kali lebih jauh dari jarak Bumi ke Matahari, menjadi tempat kediaman yang nyaman bagi triliunan bongkah batu saudara komet ISON. Dan jangan lupakan es; air beserta zat mudah menguap lainnya yang terkandung di dalam bongkah-bongkah batuan ini, perlahan kehilangan panasnya ke angkasa yang jauh dari kehangatan Matahari. Jauh di Awan Oort, mereka pun kemudian membeku. Zat mudah menguap selain air yang (relatif) banyak terkandung di komet adalah senyawa
metana,
karbon dioksida,
karbon monoksida, juga
sianogen.
Karbon dioksida dan metana adalah dua gas yang diyakini berkontribusi besar dalam terjadinya efek rumah kaca. (Bukan, bukan band itu.) Bahkan, potensi metana dalam memerangkap panas dinilai lebih dahsyat dari karbon dioksida. Karbon monoksida di Bumi paling sering ditemukan dari pembakaran karbon atau zat hidrokarbon yang tak sempurna.
Baik karbon monoksida dan sianogen adalah zat beracun bagi manusia. Sehingga, ketika sianogen dideteksi di komet Halley pada 1910, gemparlah masyarakat saat itu. Bumi saat itu diketahui akan melewati daerah ekor komet, dan kekhawatiran yang menyerbak adalah bahwa kandungan sianogen di ekor komet akan membunuh berbagai bentuk kehidupan di Bumi. Tetapi, kemudian astronom Percival Lowell menjelaskan bahwa material ekor komet sangatlah tipis, sehingga kehidupan di Bumi aman dari kehancuran.
Kembali ke pembicaraan bongkah batu dan es di Awan Oort, sebagian besar dari bongkah ini hidup tenang, bergerak menurut garis edar masing-masing. Kondisi tenang ini, bagi para bongkah batu dan es, berlangsung begitu lama, bisa sampai miliaran tahun. Kehidupan yang demikian tenang membuat bongkah-bongkah ini mudah terganggu ketika ada 'ketidaknyamanan' yang datang. Bentuk ketidaknyamanan ini sendiri, seringkali, adalah bintang yang sedang bergerak mendekati wilayah Awan Oort. Tidak terlalu dekat sampai menembus awan Oort, tetapi cukup dekat sehingga pengaruh gravitasi si bintang mengganggu beberapa dari bongkah disana. Pengaruhnya menyebabkan beberapa bongkah yang 'kurang beruntung' ini berubah pergerakannya; dari gerakan lamban nan nyaman di dalam lingkup Awan Oort, menjadi gerakan yang mengarahkan mereka ke bagian dalam Tata Surya, mendekati Matahari.
ISON adalah salah satu dari entah berapa banyak bongkah batu yang 'kurang beruntung' ini. Perlahan tapi pasti, komet ini bergerak menuju bagian dalam Tata Surya, sebuah perjalanan panjang yang memakan waktu jutaan tahun. Seperti yang kita ketahui, makin dekat ke Matahari, suhu akan semakin tinggi, dan begitu pula yang dialami calon komet ISON. Suhu yang makin tinggi perlahan membuat bagian 'es' dari komet ISON mulai menguap. Proses selanjutnya telah dijelaskan di atas; peletupan gas dan debu terus bertambah, membuat kecerlangan komet terus meningkat seiring makin dekatnya ia ke Matahari.
Letupan gas dan debu ini, selain mempertontonkan pertunjukan spektakuler bagi yang mengamati, juga memberikan pengaruh lain pada si bongkah batu dan es itu sendiri. Ketika membeku, zat-zat yang tersebut sebelumnya itu bisa terletak di mana saja pada bongkah batu, entah di dalam atau di luar. Ketika meletup, daerah-daerah es ini menyemburkan gas beserta debu, artinya menghilangkan sebagian massa komet secara perlahan. Selain itu, jika kandungan es cukup banyak, maka peletupan cenderung lebih banyak. Mengingat es di bagian dalam komet bersatu dengan batuan dalam menyusun bongkah komet, ketika es menyublim dan terletup meninggalkan komet, maka bagian dalam komet akan menjadi lebih kopong, memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk hancurnya inti komet.
Inti komet ISON, saat diamati sepanjang tahun 2013, memiliki ukuran yang relatif besar, antara 2-4 kilometer. Karenanya, banyak pengamat optimistis ISON akan selamat dari terjangan Matahari pada 28-29 November lalu, mengingat sekitar 2 tahun lalu, komet dengan ukuran inti yang lebih kecil, C/2011 W3 "Lovejoy", selamat dengan susah payah dari terjangan Matahari—walaupun beberapa hari kemudian ia pun
hancur pula. Apalagi, komet Lovejoy ini mendekati Matahari hanya pada jarak sekitar 150.000 km dari permukaan Matahari—kurang lebih 40% jarak Bumi-Bulan—dibandingkan komet ISON yang mendekati pada jarak relatif jauh.
Tetapi, setiap komet berbeda. Komet ISON mungkin memiliki inti yang banyak mengandung es, sehingga meletupkan banyak gas dan debu. Tetapi (mungkin) karena itu pula, ketika komet ISON makin benderang dan meletupkan sedemikian banyak gas dan debu, inti komet menjadi makin rapuh, sehingga dengan mudah hancur lebur ketika mendekati Matahari.
Untuk gambaran yang lebih mudah, bayangkan sebuah batu yang sedemikian lama hidup dalam keadaan beku, dan kemudian dijaring menuju daerah dekat Matahari yang luar biasa panasnya. Tentu akan ada efek pemuaian yang besar. Ditambah gravitasi Matahari yang demikian kuat, akhirnya komet ISON terus tergerus hingga akhirnya hancur sebelum mencapai titik terdekatnya ke Matahari. Pecahan komet yang sempat bersinar terang pun tak sanggup bertahan cukup lama.
|
Perkembangan C/2012 S1 dari bulan September sampai November. sumber |
Mungkin itulah kiranya yang bisa penulis persembahkan kepada pembaca sekalian tentang komet ini.
Untuk sedikit hiburan dan/atau semburat pengetahuan, sila simak laman berikut:
https://www.facebook.com/thesuntoday/photos_stream
http://www.space.com/22979-comet-ison-weird-facts-countdown.html
http://ekliptika.wordpress.com/2013/11/06/november-bulannya-komet-ison-bagian-1/
http://ekliptika.wordpress.com/2013/12/03/komet-ison-dan-perjalanan-menembus-api-bagian-2/
http://ekliptika.wordpress.com/2013/12/04/ison-dari-debu-kembali-menjadi-debu/
http://www.astrowatch.net/2013/12/investigating-life-of-comet-ison.html
Masih kurang? Banyak post lainnya mengenai komet ISON beserta pernak-perniknya bisa kautemukan di sekujur dunia maya.
(:g)