Kamis, 08 Oktober 2015

Article#473 - Ranggas


Saat-saat ini adalah waktu di mana jejak-jejak sapaan sol sepatu dengan tanah mulai disemaraki oleh isak dedaunan kering yang terkoyak. Di mana deru angin yang menyejukkan perlahan merasuk makin dalam menuju sekujur tulang. Di mana lapis sandang kembali menumbuhkan dirinya, menyelimuti lebih banyak raga dari kenyataan yang kembali meraja. Di mana dedaunan yang mulai lelah setelah sekian lama menghiasi reranting pepohonan, melepas salam perpisahan dengan rona warna meriah. Hingga masing-masingnya terlepas, perlahan, berjatuhan menghiasi muka dunia.

Di antara sekian banyak semarak yang mulai merambahi muka dunia utara, ada saja kautemui sekian jiwa yang mulai mendapati kebosanan berkalang dalam sanubarinya. Orang boleh bilang, kalau berkalang dalam apa-apa yang melenakan akan menghambat produktivitas. Tetapi, berkalang dalam apa-apa yang tidak melenakan pun memberikan efek yang tak jauh beda buruknya.
Dilepasnya lembar harta, melaju di atas jejaring jalur menuju kelanjutan. Mengupas kisah lama dan kisah baru yang dipersatukan oleh senarai benang tak kasat mata. Menyingkap kebosanan untuk memberi warna baru pada sudut pandang.

Dan pada saat itulah sebuah pikiran mulai bertanya-tanya.
Kenapa pula kita, sekian banyak manusia dengan segala ragam pola pikirnya, didesak untuk memusatkan diri sebagai suatu sudut pandang. Bahkan ketika kemudian tiap tiap pikiran dituntut untuk mengamat sesuatu dari sudut pandang yang lain. Sebagian kita yang sudah terlanjur terkungkung dalam kebosanan mungkin akan berteriak, menyeru supaya mereka tidak dibatasi dalam satu titik sudut tanpa dimensi. Kenapa harus sudut? Kenapa tidak sisi, misalkan? Di mana tiap pikiran bergerak bebas dalam pola pikirnya, dalam menyikapi hal dengan cara berbeda? Di mana tiap paradigma bisa menyilang sambung dan berpotong, alih-alih harus benar-benar berimpit supaya bergabung berpadu?

Adanya perbedaan dalam menyikapi cara pandang, pada gilirannya menunjukkan betapa cara pandang bisa demikian beraneka. Tetapi, jika nyatanya dua pola pikir yang berbeda dapat menemui kesamaan dalam beberapa urusan, maka agaknya keberadaan pola pikir ini bukanlah sebagai sudut-sudut di mana seorang terkungkung untuk memandang. Pun jua terkungkung dalam memaknai jati diri sudut sesungguhnya.
Perbedaan yang ada, yang kemudian memungkinkan dua pola pikir untuk menemukan kesamaan makna. Tanpa perlu mengorbankan jati diri, menyamakan segala rasa dan rupa dari sudut yang setara. Memberikan peluang terjadinya sekian skenario yang tak pernah terbayang dalam kepala kepala yang berpikir sama.
Misteri meranggas, menyisakan kejelasan alasan. Menyibak manfaat yang tak terlihat dari yang sebelumnya dipersangkakan.

'Cause people believe
That they're gonna get away for the summer
But you and I, we live and die
The world's still spinning round, we don't know why
































































4 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...