Wacana Penyatuan Zona Waktu Indonesia..Wacana mengenai penyatuan zona waktu ini sendiri sebenarnya sudah dimulai sejak 2003, namun entah mengapa baru sejak awal bulan inilah pemberitaan mengenai wacana tersebut merebak layaknya duren di musim duren. Inti dari wacana penyatuan zona waktu ini adalah untuk menggabungkan seluruh wilayah Indonesia, yang hingga saat naskah ini diketik memiliki 3 zona waktu, yaitu Waktu Indonesia Barat/WIB (UT+7), Waktu Indonesia Tengah/WITA (UT+8), dan Waktu Indonesia Timur/WIT (UT+9), menjadi sebuah zona waktu tunggal Waktu Kesatuan Indonesia/WKI, dengan acuan waktu WITA atau UT+8. Penyatuan zona waktu menjadi WKI ini juga sebenarnya menjadi langkah utama dalam pemberlakuan Waktu Bersama ASEAN (ASEAN Common Time/ACT), yang juga dipatok pada kisaran UT+8. Wacana penyatuan zona waktu ini diangkat kembali oleh degan pernyataan dari Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia, Hatta Rajasa.
Mengapa harus satu zona waktu?
Disini penulis akan kutip pendapat yang mendukung diberlakukannya zona waktu nasional ini. Seperti sedikit disinggung sebelumnya, orang yang mencuatkan ide ini kembali ke permukaan, Hatta Rajasa, mengatakan bahwa dengan disatukannya zona waktu di Indonesia, ekonomi Indonesia akan segera tumbuh hingga 20%. "Untungnya banyak, bisa menghemat triliunan, hemat energi dan lebih cepat kita terkonek dengan dunia luar dalam melakukan bisnis," kata Hatta di Kantornya, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (12/3/2012) sebagaimana dikutip detikFinance.com.
Bagaimana bisa? Hatta–dan juga beberapa pengusaha serta penasihat ekonomi lain–menilai bahwa dengan sistem zona 3 waktu sebagimana berlaku sekarang, ada sebuah inefisensi dalam transaksi antara pelaku ekonomi yang berdomisili di timur Indonesia dengan yang berdomisili di barat Indonesia. Juga, dikatakan bahwa akibat perbedaan zona waktu saat ini, angkatan kerja Indonesia tak bekerja pada saat yang sama, sehingga terjadi defisiensi produktivitas ekonomi negara. Jika sistem satu zona waktu diberlakukan, maka dikatakan seluruh angkatan kerja Indonesia akan bekerja pada waktu yang tepat sama (memang ada wacana penyeragaman jam kerja untuk semua daerah, mulai dari Sabang sampai Merauke), sehingga produktivitas ekonomi Indonesia akan naik (meskipun penulis sendiri juga sedikit heran akan penjelasan tersebut. Bagaimana mungkin bekerja bersama-sama–padahal masing-masing mengerjakan pekerjaan yang berbeda–dapat meningkatkan produktivitas skala nasional?).
Kemudian, karena perbedaan zona waktu antara Jakarta dan beberapa pangsa pasar utamanya–China, Malaysia, Singapura–dikatakan Indonesia setiap hari mengalami kerugian akibat 'kalah cepat'. Seperti kata Hatta, "Bayangkan, jam 7 pagi saya rapat, di Singapura sudah kerja. Kalau jam 8 pagi kita baru mulai kerja di Singapura sudah dapat profit (untung). Jadi kita tidak boleh kalah,". Hatta juga menambahkan bahwa dengan penyatuan zona waktu Indonesia ke WKI atau UT+8 akan meramaikan pasar saham regional di daerah ACFTA (Daerah Perdagangan Bebas China-ASEAN), sehingga keuntungan ekonomi yang lebih besar akan diperoleh Indonesia.
Memang, hampir semua keuntungan mengenai pemberlakuan sistem satu zona waktu ini dipandang dari sudut pandang ekonomi.
Mengapa tidak perlu satu zona waktu?
Kali ini, penulis ingin memandang dari sisi kontra, pihak yang tidak mendukung penyatuan zona waktu secara nasional. Sebagian pihak mengkritisi alasan Menko Perekonomian yang terkesan 'abstrak'. Seorang analis pasar modal independen, Yanuar Rizky, menilai bahwa rencana ini terkesan mengejar sesuatu yang tidak pasti, dan cenderung menyiratkan tujuan pilotis semata. Komentarnya sebagaimana dikutip neraca.co.id adalah sebagai berikut, “Apa yang mau dikejar? Nggak masuk akal. Kalau mau (penyatuan waktu) jangan tanggung-tanggung, ikuti waktu Amerika serikat (AS) dong. Dan juga saya melihatnya ini sama saja menyalahkan keadaan. Kan, pemerintah mengeluhkan ketidakefektifan waktu,".
Di lain pihak, Koordinator Nasional Laskar Hijau yang juga merupakan wakil sekretaris jenderal DPP Partai Bulan Bintang, Tumpal Daniel, menilai gagasan ini dihembuskan hanya untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari ribut rencana kenaikan harga bahan bakar minyak, atau BBM, yang mulai menguat akhir-akhir ini. Apalagi, rencana penyatuan zona waktu ini dinilainya hanya akan membuang-buang energi bangsa, yang sebenarnya bisa diarahkan untuk melakukan hal yang lebih baik. Dan, senada dengan Yanuar Rizky, Daniel juga mengatakan bahwa pemerintah terkesan mengambinghitamkan terbaginya zona waktu atas inefektivitas ekonomi negara, yang menjadi dasar utama tercetusnya kembali ide ini.
Padahal, AS saja menggunakan enam zona waktu (dari UT-10, masing-masing terus hingga UT-5), dengan batas zona yang bahkan 'melanggar' yurisdiksi wilayah beberapa negara bagian, namun dalam banyak aspek Amerika memiliki ekonomi yang jauh lebih mapan dibanding Indonesia saat ini (terlepas dari fakta membengkaknya utang AS yang kini besarnya menyamai produk domestik bruto/PDB negara. Rusia bahkan memiliki 9 zona waktu (sebelumnya bahkan 11, hingga pada 28 Maret 2010 terjadi reduksi zona waktu), dan ekonominya juga cenderung lebih baik dari Indonesia. Jadi, menurut Daniel, adanya zona waktu bukanlah alasan atas inefektivitas perekonomian Indonesia. Situs rakyatmerdeka pun mencantumkan komentarnya, "Kemajuan suatu bangsa lebih disebabkan bagaimana tata kelola pemerintahan yang lebih akuntabel, terbuka, dan melibatkan partisipasi publik lebih besar,", yang artinya tidak ada hubungannya dengan sedikitnya zona waktu.
Lagipula, berbagai kalangan rakyat menilai penyatuan zona waktu akan memunculkan ketidaksesuaian antara waktu yang tertera pada jam dengan posisi matahari di langit. Padahal, jika ada sinkronitas antara kedua aspek tersebut, akan lebih mudah untuk aktivitas rakyat. Yang jadi masalah utama adalah betapa mendadaknya pemberitahuan bahwa rencana zona waktu ini (rencananya) akan dipatenkan per 17 Agustus 2012. Kurangnya sosialisasi dan penyiapan masyarakatlah yang membuat beberapa pihak meminta wacana ini ditinjau terlebih dahulu seluruh aspeknya, baik segi ekonomis maupun kultural.
Kemudian, ada juga masalah utama bagi wacana ini, yang berakar dari penyeragaman waktu kerja dan istirahat (sebagaimana telah disebutkan sebelumnya). Ditetapkannya jam istirahat yang serempak di seluruh Indonesia tentu akan membuat warga di wilayah barat Indonesia dan wilayah timur Indonesia (yang secara geografis waktunya berbeda sekitar 2 jam) akan memulai kerja pada jam yang relatif sama, sekitar 7.00 WKI. Artinya, masyarakat di barat, seperti di Aceh, akan mulai bekerja bahkan sejak sebelum matahari terbit. Hal ini dinilai akan membebani pekerja disana. Lalu, berkaitan dengan diseragamkannya waktu istirahat (disebutkan sekitar 12.00 hingga 13.00 WKI). Pada hari biasa mungkin ini tidak akan menjadi polemik yang dahsyat, tetapi masalah akan tiba pada hari Jum'at. Sebagai negara dengan jumlah penganut Islam terbesar di dunia, pekerja di Indonesia tentunya kebanyakan beragama Islam. Dan pada hari Jum'at, akan dilaksanakan sholat Jum'at yang diwajibkan bagi pria dewasa. Letak masalahnya adalah bahwa pelaksanaan sholat Jumat bergantung pada matahari. Jika pemerintah ngotot mempertahankan supaya waktu istirahat tetap serempak untuk semua daerah, sementara waktu pelaksanaan sholat Jum'at dapat bervariasi dari 11.00 WKI di timur hingga 13.30 WKI di barat, paling tidak pemerintah harus mengalokasikan waktu istirahat 3 jam, sejak pukul 11.00 hingga 14.00 WKI. Padahal dengan kebijakan ini, akan banyak waktu yang harusnya dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi bisnis, menjadi terbuang percuma. Jika waktu istirahat disesuaikan, justru itu akan merusak cita-cita utama dari WKI sendiri.
Jika diperhatikan, memang kerugian dari pemberlakuan sistem satu zona waktu ini banyak ditinjau dari sisi kehidupan sosial.
Apa kata rakyat?
Rakyat Indonesia terbagi dalam berbagai kelompok terkait masalah ini. Berikut akan ditampilkan beberapa pendapat mengenai wacana ini, baik yang pro maupun kontra, beserta komentar penulis (kalau ada). NB: disini penulis akan mencoba berkomentar dari sudut pandang lawan komentator.
- Penyatuan zona waktu akan sangat membantu transaksi bisnis, dari segi tersedianya waktu lebih banyak untuk transaksi antara pengusaha di barat dan timur Indonesia, dan juga transaksi bursa saham untuk wilayah Asia Timur (Aspek lain, seperti sosial, budaya dan agama juga harus diperhatikan, jangan hanya demi keuntungan semata)
- Boleh saja zona waktu disatukan, asal terbukti bermanfaat (Nah, ini dia masalah utama. Bayangkan setelah koor Hatta Rajasa mengenai kemungkinan tumbuhnya ekonomi hingga 20 persen, sistem satu zona waktu diberlakukan pada 17 Agustus 2012. Jutaan surat, alat elektronik, media cetak, bahkan hingga plang-plang iklan atau plang jam buka di seluruh Indonesia harus diganti untuk disesuaikan dengan waktu tunggal yang berlaku. Proses administrasi macam ini saja akan menghabiskan dana bermilyar-milyar. Bayangkan jika ternyata hasil yang didapat lebih buruk dari yang semula dikoar-koarkan. Protes akan menggema, dan pasar saham Indonesia pun akan jatuh. Alih-alih pertumbuhan ekonomi pesat, yang terjadi malah keruntuhan finansial. Kalau begitu, mau berbuat apa pak? Lebih baik ditinjau dahulu.)
- Waktu Indonesia jadi sama dengan Singapura dan China, sehingga bursa saham akan lebih menggeliat (Tidak jauh berbeda dengan komentar pertama, jangan lupa periksa konsekuensinya dari aspek sosial, budaya dan agama)
- Waktu kita jadi sama dengan negara maju Singapura dan China (Ayolah saudara, masih mau membebek rupanya? Memang dengan mengikuti Singapura dan China, lantas Indonesia begitu saja akan maju? Ingat kata Robert Kiyosaki, untuk menjadi orang yang berhasil, yang harus diubah bukanlah apa yang kau lakukan, tetapi cara berpikirmulah yang seharusnya diubah. Apakah seorang pelajar malas akan menjadi rajin dengan terus-menerus membaca buku? Tidak, yang harus ia lakukan adalah mengubah pola pikirnya supaya menjadi orang yang rajin.)
- Memang sudah seharusnya zona waktu diubah (Orang seperti inilah yang akan hanyut terbawa derasnya arus zaman. Aktiflah dalam menentukan jalan hidupmu, jangan hanya berserah diri atas komentar dan pendapat orang lain.)
- Selesaikan dulu persoalan korupsi, macet, baru urus zona waktu (Kalau begitu, mulailah bertindak. Jangan hanya berkoar-koar belaka. Percuma berkoar-koar kalau tidak dilaksanakan. Kau dapat memulai dari dirimu sendiri, dan tularkan pola pikir yang baik pada orang di sekitarmu. Sebuah langkah kecil tak pernah sia-sia, kau tahu.)
- Sesuaikan dengan waktu yang sebenarnya saja (Kalau memang akan lebih baik dengan satu zona waktu, kenapa keukeuh mempertahankan tiga? Konservatif hanya perlu untuk pelestarian alam, bukan untuk peratuan atau bahkan pola pikir.)
- Nanti akan muncul kekacauan dalam waktu sholat (Pendapat ini tidak berdasar. Waktu sholat selalu mengacu pada posisi matahari, dan jika zona waktu diubah, hanya akan berdampak pada waktu sholat yang menjadi beberapa jam lebih cepat atau lambat. Yang akan kacau hanyalah masyarakat yang tidak terbiasa.)
analisis yang bagus..!
BalasHapushmm oke. bagaimana menurut anda?
HapussSaya sangat setuju sekali...! :-)
BalasHapus