Minggu, 19 Februari 2012

Article#36 - Akibat 'Ngenet' Malam..?

Waktu sudah menunjukkan pukul 11.45 malam ketika saya mulai mengetikkan kata-kata di artikel yang, entah kalian baca atau tidak, sedang saya rancang ini. Ditemani semilir angin malam, lagu-lagu galau yang setia menemani, dan kecemasan akan datangnya para 'penindak hukum' yang tidak akan segan-segan untuk merusak keceriaan kita semua. Itu jika kau mengerti maksud saya. Tapi, yah sudahlah, saya memang tak mengharapkanmu untuk berhenti dan mencerna maksud kalimat saya barusan. (Mungkin) masih banyak yang bisa kau baca di bawah.

Sekitar 20 menit yang lalu, seorang kawan meminjam laptop yang saya gunakan. Sementara ia meminjam, lagu-lagu galau yang tadi saya setel masih terus mengalun, dan sementara saya menunggu, alunan lagu ikut menghanyutkan saya dalam merenungi makna di balik liriknya yang dalam, suara vokal yang cukup mendukung, dan instrumen musik sederhana yang membuat 'kegalauan' lagu-lagu tersebut benar-benar terasa, meskipun, yah, nggak galau-galau amat. Yang paling galau jelas liriknya, dan karena liriklah bagian dari sebuah lagu yang paling sering diperhatikan dan paling mudah untuk dibicarakan, liriklah yang (mungkin) akan banyak saya bahas selanjutnya di artikel ini.

Telinga saya yang terus beraksi membuat otak saya sedikit terusik akan liriknya. Benar-benar galau semua. Satu lagu bahasannya tentang seseorang yang mau pergi jauh. Yang lain... tentang janji yang bertahan lama. Ada juga tentang kerinduan yang mendalam. Ada pula yang membahas seseorang yang mengenang kenalannya yang lebih dahulu berpulang. Pokoknya.... galau semua dah. Bisa-bisa saya jadi manusia yang supergalau kalau semua lirik itu saya internalisasikan dengan sebenar-benarnya internalisasi. Jangan deh. Cukup jadi bocah biasa saja.

Akhirnya, alih-alih menggalau, saya memutuskan: merenung sajalah. Toh lebih bermanfaat. Apalagi siapa juga yang mau repot-repot mampir ke blog ini hanya untuk memandangi berbagai curcolan? (segitunyakah?) Iya kan? Yang setuju angkat piring.... wah nggak ada piring ya ternyata. Okelah, lupakan soal piring. Yang jelas, mari mulai merenung.

Sebenarnya, kawan, jika kalian merenung sedikit, akan kalian dapati banyak sekali ragam kekecewaan yang tergambar dalam berbagai lirik lagu dengan kadar kegalauan mendekati jenuh (baca: supergalau). dari yang paling klasik, macam cinta ditolak atau diacuhkan (sejenis itulah pokokya....), hingga yang paling dramatik macam kehilangan orang yang disayangi (walaupun yang ini sedikit klasik nan nyentrik juga sih..). Yang pada akhirnya berhsail saya intisarikan dari berbagai kegalauan dan kesedihan itu adalah:
1. Selalu bersiaplah untuk kecewa
Ini bukan untuk mengajarkan menjadi pesimis dengan hanya kecewa dan kecewa, namun yang dimaksud disini adalah bersiap untuk segala macam kemungkinan yang bisa terjadi, dari yang paling baik hingga yang paling buruk. Untuk contoh yang mudah saja, misalkan kau sedang bersiap mengikuti tes masuk universitas (yang selalu jadi bahan kegalauan para siswa-siswi kelas 12 tiap tahun). Disana selalu ada berbagai kemungkinan: lulus dengan beasiswa penuh, lulus dengan beasiswa sebagian, lulus tanpa beasiswa, atau, yang paling dicemaskan, tidak lulus. Bersiap dengan segala kemungkinan bukan berarti hanya duduk diam dan menyerah, karena itu namanya bukan bersiap dengan segala kemungkinan (walaupun sang pelaku berkilah "Kan bersiap, daripada ikut tes tapi nggak lulus, ya lebih baik nggak ikut tes"), tetapi itu namanya menghindari segala kemungkinan. Istilah lainnya, kalah sebelum bertanding. Sebenarnya, saya pernah memasang sebuah kutipan berkaitan masalah ini yang bisa kalian buka melalui tautan berikut. Dan, kawan, menurut saya inilah bentuk kegagalan yang paling parah, karena ketika kau gagal setelah mencoba, maka kau masih mendapat bekal tambahan berupa pengalaman, sementara ketika kau memutuskan untuk tidak pernah mencoba, kau tidak hanya kehilangan kesempatan untuk mendapatkan sesuatu, namun juga hanya akan menghabiskan waktu dalam kesia-siaan belaka. Bukankah waktu yang paling tak berguna adalah waktu yang tersia-sia? Karenanya, saya harap waktu yang saya habiskan untuk mengetikkan artikel ini tidak sia-sia dan bisa bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Kembali lagi ke topik, tentu, sangat normal bagi seseorang untuk mengalami kekecewaan ketika ia gagal meraih apa yang ia begitu dambakan dan yang telah ia perjuangkan sekuat jiwa dan raga. Contoh lagi deh, misalkan seseorang tidak diterima di universitas impiannya, ketika id kecewa dan sedih, itu sangat manusiawi. Banyak orang lain juga akan merasakn hal yang sama ketika hal semacam itu terjadi. Yah, dengan pengecualian sekelompok orang aneh yang dengan mudahnya menertawakan nilainya sendiri yang jelek. Tetapi, ingatlah, itu bukan satu-satunya jalan. Meskipun zaman dahulu orang berkata 'Banyak jalan menuju Roma', namun karena saya yakin tidak semua orang ingin pergi ke Roma, akan saya otak-otak sedikit jadi 'Banyak jalan menuju sukses'. Yap, banyak sekali jalan yang tersedia menuju kesuksesan., dan hampir seluruhnya–saya tak berani menjamin secara keseluruhan–berhiaskan kegagalan dan kegagalan. Pada faktanya, kegagalanlah yang justru menjadi batu loncatan bagi orang-orang yang sukses. Mereka bisa sukses karena mereka mau berpikir tenang, dan menyusun batu bata kegagalan menjadi sebuah jembatan alih-alih sebuah tembok besar.

Namun, rupanya jauh lebih banyak rekan kita yang terbenam dalam kegagalannya. Ketika ia gagal mendapatkan suatu hal yang begitu inginkan, tanpa sadar ia mendoktrin dirinya sendiri. "Aku telah gagal, dan tak akan bisa bangkit kembali", dan sekumpulan kalimat bernada pesimis lainnya telah terbukti memberikan kontribusi efek Placebo yang tak main-main sepanjang catatan sejarah dunia. Perlu saya sebutkan satu persatu? Ah, tak usah ya, saya yakin kalian cukup cerdas untuk tidak bergantung pada satu sumber belaka.

Bersiap untuk kecewa memang baik, namun biasanya tak akan banyak berhasil jika ketika kegagalan itu terjadi, kalian tidak melakukan hal yang kemudian saya nominasikan sebagai intisari berikutnya, yaitu:
2. Mengingat apa yang masih kau miliki, bukan mengingat apa yang telah hilang darimu.
Yang ini memang cukup sulit, saya akui itu. Ketika seseorang gagal atau kehilangan sesuatu, emosinyalah yang banyak berperan dalam menentukan tingkah lakunya, seperti apakah ia akan menggebrak meja, memaki-maki atau mengguyur tanaman dengan es kelapa. Emosi menyuruh diri kita untuk mengingat hal yang telah hilang dari diri, sementara mengingat yang telah hilang seringkali hanya akan mempertajam cakar kendali emosi dalam kondisi seperti itu. Memang sulit, namun pada kondisi semacam itu cobalah berpikir dengan tenang: banyak orang yang kehilangan lebih banyak daripada yang kau alami, namun mereka mampu bangkit. Kalau begitu, kenapa kau haru terpuruk dan menyesali kehilangan? Mungkin memang penyesalan datang di akhir, namun percayalah, terus-menerus menyesal dan meratapi kehilangan tak akan membuat yang kita ratapi kembali. Daripada terus memikirkan kehilangan yang kau alami, mulailah berpikir, apa yang masih kau miliki, dan bagaimana dengan pelaaran dari kegagalan atau kehilangan sebelumnya akan membuatmu lebih bijak dalam mengatur strategi meraih kesuksesan.

Wah, jadinya nyambung kmana-mana, ya. Memang sebenarnya banyak hal di dunia ini yang berkaitan, namun tak semua orang mampu membaca kaitannya.
Terakhir di artikel ini, ingatlah, jangan pernah takut untuk gagal. Kegagalan adalah mahkota yang tercerai berai, yang jika disusun dengan tepat akan membentuk sebuah bunga kesuksesan. Karena hanya dengan kegagalanlah manusia akan rela untuk berjuang.
Meskipun tidak semua manusia bersedia membayar pengorbanannya.
Sebagian besar menolak dan bersembunyi darinya.
Apa kau mau menolak kegagalan untuk kemudian menyadari kau terbelit kegagalan yang lebih besar?
Ataukah kau ingin kegagalan itu hanya sebagai bumbu penyedap bagi sebuah cerita indah kesuksesan?
Kaulah yang memutuskan. Karena hidup itu sesungguhnya pilihan.

~wah makin ngantuk aja. Semilir angin makin meredupkan mata yang ingin terus memberi pengarahan, dan tangan ini yang mulai melambat kecepatan mengetiknya. Rupanya setelah prolog, liriknya nyaris tak terbahas lagi. Walaupun musik yang sama masih terus mengalun. Tapi semua tanda-tanda ini telah jelas.
Sudah waktunya.
(:g)

2 komentar:

  1. posting jadul toh.. hahaha mantaops.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya nih, udah lama.. Waktu itu masih belom terkenal sih blognya, jadi belom banyak yang tahu (halah)

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...