Selasa, 10 Maret 2015

Article#397 - Remedi

Cold and frosty morning, there's not a lot to say
About the things caught in my mind


Selembar kertas di tangannya itu memandanginya bisu.
Tidak banyak memang, tinta yang tertera padanya. Hanya corak-corak kecil di sana sini, yang bersatu memberitahukan sang pembaca akan informasi yang diperlukan bagi keberangkatan. Waktu, pintu keberangkatan, tempat duduk, dan lainnya. Tetapi di benak penggenggam lembaran kertas tersebut saat itu, lembar kertas itu mewakili salah satu keputusan terpenting yang pernah ia buat.

Faira menghela nafas. Tiga puluh menit menjelang.

Bandar pada fajar hari itu tetap ramai, disesaki beragam rupa manusia dari beragam penjuru dunia. Salah satu pojok kota yang tak pernah terlelap, bandar tersebut telah demikian terbiasa mendengarkan celoteh yang bergaung di tiap selasarnya sejak ia berdiri, lebih dari tiga puluh tahun yang lalu. Dari terpaan hujan badai, luapan air banjir, hingga udara beku musim dingin, bandar yang satu ini telah menjadi rumah sementara bagi demikian banyak orang yang tersandera oleh beragam hal, mulai dari bencana alam hingga gagal mendapat kloter transportasi terakhir. Ada beberapa orang yang mencoba menyelinap di balik keleluasaan yang diberikan pengelola bandar, dan menjadikan karpet bandar yang nyaman sebagai tempat tinggal mereka dalam beberapa masa.
Salah satunya sedang bersitegang dengan satuan pengamanan bandar, dengan hiruk-pikuk yang cukup untuk menggetarkan timpani telinga mereka yang masih terkantuk-kantuk pagi itu.
Hingga suara keributan itu, bersama bersit pertama sinar matahari pagi itu, menerpa Faira.

Faira terjaga, tiada tampak kantuk di raut wajahnya.
Malam sebelumnya telah menjadi malam yang panjang. Persiapan disertasi telah lama terbiar berlarut, dan ketika Faira pulang dari kampus sepuluh jam sebelumnya, sang profesor yang memberinya izin pulang sejenak, tidak menyiratkan apa-apa. Dua jam selanjutnya terpakai untuk mengepak barang bawaan, dan ketika Faira telah merasa cukup senggang, kedua jarum hampir bersatu menunjuk langit. Tetapi larutnya waktu tidak menghentikan datangnya email dari sang profesor, yang meminta hasil revisi disertasi terkirim sebelum tengah hari berikutnya menjelang.

Jam-jam berikutnya adalah pertarungan sengit Faira, mengatasi kantuk dan kepala yang teraduk-aduk oleh segala macam pernak-pernik penelitiannya. Disusul pertarungan sengit dengan waktu yang terus berjalan, juga transportasi pagi buta yang demikian langka, tidak ada rayuan pulau kapuk yang tergubris di malam itu.
Maka, ketika tiba waktunya bagi Faira untuk bertolak, wajar untuk berpikir ia akan berjalan dengan rasa kantuk tak tertahankan.
Tetapi tiada tampak isyarat kantuk dari raut wajahnya.

Dengan langkah-langkah yang terdengar mantap, Faira berjalan menuju pemberangkatan.

And as the day was dawning, my plane flew away
With all the things caught in my mind



Garbarata yang mengulur menghubungkan penumpang menuju keberangkatan, agaknya tak mampu membendung serbuan angin membeku yang berhembus dari balik dindingnya. Sesekali, layar monitor yang terpasang di tiap persimpangan garbarata ikut menyertakan informasi akan kondisi dunia di luar sana. Pagi itu, ia menyebutkan temperatur udara sebesar minus dua belas derajat; suhu yang dapat menjelaskan dengan baik lansekap bersaput putih yang terhampar sejauh mata memandang dari dalam garbarata.
Angin yang berhembus membuat beberapa bagian garbarata menderukan lolongan pagi harinya. Lolongan membekukan yang tak digubris oleh langkah-langkah cepat mereka yang bergagas, menuju tiap-tiap wahana pemberangkatan.

Faira yang lebih sigap berjalan menuju wahana, segera melaju ke arah tempat duduknya. Setelah menjejalkan tas punggung ke dalam ruang bagasi, Faira menduduki bangkunya dengan helaan nafas berat.
Ia mencoba memejamkan mata, memaklumi kondisinya yang sudah lelah. Tetapi tubuhnya tak jua mau mengalah. Tidak juga segala panduan yang disalurkan speaker membuat usahanya sedikitpun lebih mudah.

Dalam persiapan lepas landas, Faira membuka buku agendanya. Masih tertera jadwal yang dicanangkan untuk hari itu pada kalender buku agendanya, deretan kata yang kemudian menerima sebuah coretan tegas dan panjang. Setiap dari mereka.
Perjalanannya pagi itu, perjalanan yang diputuskan hanya sepekan sebelumnya, terbukti telah menggusur banyak urusan yang makin memadat di bulan-bulan terakhir masa studinya. Tetapi, tidak ada pilihan lain selain pulang saat ini juga.

Faira menutup buku agenda tersebut. Buku agenda tersebut, yang sampulnya sudah mulai lusuh dimakan usia, berhiaskan sebuah foto yang dijahit padanya. Foto seorang wanita muda, menggendong anak gadis kecil yang tampak tersenyum bangga. Wanita yang permintaannya ia tolak beberapa bulan sebelumnya karena kesibukan bulan-bulan terakhirnya yang luar biasa, kini menjadi satu-satunya alasan akan kepulangan yang mendadak ini. Seorang wanita kuat, yang wajah tegarnya mendadak melemah dan mengabur dalam pandangan Faira.

"Maafkan aku, Bu.."

Isak tangis Faira di pagi itu tenggelam oleh deru mesin yang mulai membawanya melaju. Meninggalkan kota yang bersaput salju dalam bebayang putih dan kelabu.

Pesawat itu terus melaju, menggetarkan setiap kalbu.
Menjalin tenggat akan masa depan yang tak menahu.

Me and you - what's going on?
All we seem to know is how to show
The feelings that are wrong


sumber gambar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...