Minggu, 28 Desember 2014

Article#373 - Selimut Putih Abu

Ketika Kelud menyerukan letusannya di tengah Februari lalu, saya mendapati beberapa rekan saya berada di daerah yang terdampak secara langsung oleh abu letusan Kelud. Pada letusan tersebut, Kelud meletuskan cukup banyak material untuk membuat kota Yogyakarta, sekitar 300 km ke arah barat, bermandikan abu sedemikian rupa—konon dengan curah abu yang lebih deras dibanding abu dari letusan Merapi 2010, yang hanya berjarak sekitar 20 kilometer ke utara Yogyakarta. "Ashmageddon" ini menyiratkan besarnya skala letusan Kelud saat itu – yang termasuk letusan terbesar 2014 – meskipun, untungnya, tidak menelan banyak korban jiwa. (Klik tautan berikut untuk membaca penjelasan ilmiah dan galeri foto terkait letusan.)

Oke, saya akan sudahi kegandrungan vuklanologis saya di sini.
Saya sempat mengamati, bagaimana rekan-rekan saya di lokasi saat itu memberitakan turunnya "salju abu", menganalogikan abu vulkanik yang berjatuhan dengan kristal salju yang memang masih menghampari seantero belahan Bumi utara saat itu. Langit yag mendung pekat tak tertembus sinar mentari, partikulat yang berjatuhan dari langit, mungkin membuat jatuhnya abu vulkanik dan kristal salju terlihat demikian mirip. Khususnya, ketika dilihat dari sudut pandang foto, yang menuturkan ruang dan waktu dalam bisu.
Foto tak menceritakan bagaimana partikel abu itu berjatuhan (mengingat sudut pandang saya yang sudah jamak menyaksikan salju, tetapi belum sekalipun menyaksikan abu), juga tak menceritakan ketiadaan hawa dingin yang menyeruak bersama jatuhnya mereka.

.....
Kemudian waktu berjalan. Berlari, bahkan mungkin terasa.
27 September 2014 menandai kelanjutan perjalanan saya di bumi para samurai, setelah bergelung dalam pengharapan di 51 hari sebelumnya. Pendaratan di kota Nagoya, yang menjadi lokasi pelarian berdasarkan alasan yang sangat standar (re: perbandingan biaya tiket), dilanjutkan dengan perjalanan menggunakan bus dari Nagoya ke Tokyo di siang harinya.

Siang hari yang sama, ketika sebuah gunung meletus, nyaris tanpa peringatan, sekitar 100 kilometer arah timur laut Nagoya. Gunung Ontake meletus di siang hari akhir pekan, ketika ratusan pendaki masih menyusuri wilayah gunung. Setidaknya 57 pendaki tewas dalam letusan tersebut, menjadikannya letusan paling mematikan dalam 112 tahun terakhir di Jepang.

Puluhan, mungkin ratusan foto tersebar di dunia maya, menampakkan wajah wilayah puncak gunung Ontake yang berselimutkan abu vulkanik. Foto-foto yang kebanyakan darinya menampilkan usaha tim penyelamat dalam mengevakuasi entah jenazah ataupun korban yang selamat.

Tiga bulan kemudian, ketika musim dingin kembali menguasai pegunungan Jepang, beberapa pihak memutuskan untuk terbang kembali ke wilayah puncak gunung, mengamati kenampakan daerah yang berselimutkan abu tiga bulan sebelumnya.
Dan saya sepertinya paham, kenapa tutupan abu dan salju bisa terlihat serupa. Meski tetap beda warna.

(atas) Lingkungan kuil dekat puncak gunung Ontake yang berselimutkan abu, 4 Oktober 2014. Gambar diambil dari news.nationalpost.com
(bawah) Lingkungan kuil dekat puncak gunung Ontake yang berselimutkan salju, 27 Desember 2014. Gambar diambil dari ajw.asahi.com
Kedua gambar dipadukan memanfaatkan situs fotor.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...