Rabu, 17 Desember 2014

Article#369 - Yukiguni


Yang mencintai udara jernih
Yang mencintai terbang burung-burung
Yang mencintai keleluasaan dan kebebasan
Yang mencintai Bumi

Mungkin adalah suatu hal yang menarik, jika kutipan puisi karya Sanento Yuliman ini dicantumkan dalam sebuah tulisan yang dicatatkan dari lokasi ini. Lokasi di mana seseorang bisa mengumandangkan kemerdekaan jiwa, di tengah kerumunan orang yang sibuk dalam masing-masing urusan. Lokasi di mana seseorang bisa menenggelamkan dirinya sekian lama, berenang dalam lautan pustaka dan gelombang wawasan. Lokasi di mana seseorang bisa mencabut butir-butir nyawa waktu yang seolah tiada habisnya, perlahan menuju pemberhentian. Lokasi yang beragam analoginya telah menjadi tempatku berinteraksi dengan entah berapa banyak manusia, baik yang jiwanya masih beredar atau yang sudah berpulang.
Kemudian kukatakan lokasi itu sebagai tempat keleluasaan dan kebebasan. Tentu saja, bagi jiwa-jiwa tertentu yang senang berliang di dalam senarai kalimat tanpa tanda jeda.

Maka kemudian aku melihat ke luar jendela. Tak perlu jauh-jauh, untuk mendengarkan seru angin yang menguarkan kuasanya, berderik bersama pepohonan yang sedang giat berdansa. Satu-satu pepohonan berayun berirama, meskipun dalam cakupan yang luas, irama itu hanyalah perubahan berkala dari apa yang menderui mereka.
Tak hanya mereka tampaknya. Ada pula rombongan kristal putih yang menari-nari riang dalam partai besar. Tanpa peduli dinginnya malam, tanpa peduli tiupan angin yang menusuk, mereka tampak tak kalah bahagia dengan sekian jiwa manusia yang menggelung dirinya dalam kehangatan artifisial. Tampak pula sebagian mereka yang telah berhenti berdansa, kini bertengger di manapun mereka menapak. Terkadang melapisi dedaunan, terkadang melapisi sebelah sepatu yang tertinggal di pinggir trotoar.
Kemudian kaulihat saput putih cemerlang menutupi segala benda, di segala arah.

Maka, itukah udara jernih? Deru teduh yang kudengar dibisikkan setiap kali mereka datang menyapa?
Maka, itukah burung yang terbang? Siluet yang kulihat merajai angkasa, entah melayang tenang menuju siapa?
Maka, itukah keleluasaan? Menari-nari indah tanpa mengenal kekhawatiran, tak perduli deru angin dan gelap awan?
Maka, itukah kebebasan? Bertengger di mana saja ia tertambat, bersatu dengan kawannya segala rupa di sekitar?


Rupanya, tak hanya di sekitar lokasiku kini.
Sekian banyak kristal-kristal yang tampak tanpa tanggungan itu juga ikut menghujani seantero negeri. Seolah ingin membisikkan ke segala arah, akan sejuknya sebuah tiupan udara jernih. Seolah ingin menyambut burung-burung yang terbang, dengan gigih menerjang keras badai. Seolah ingin mempertunjukkan tarian tanpa henti, teruntuk waktu yang tak mereka miliki. Seolah ingin menghinggapi segala lokasi, memberi kilap putih bersih.

Selamat datang di negara salju. Negara di mana tumpukan selimut putih akan bertumbuh hingga hadirnya bunga, nanti. Negara di mana sebuah kebebasan yang diwakili oleh tarian kristal tanpa henti, menggiring orang-orang untuk berkumpul dalam kantong hangat masing-masing. Membuat mereka semua bergumul dalam kedinginan. Raga mereka boleh saja terpenjara, tetapi jiwa mereka merdeka. Leluasa, dan bebas, dalam kungkungan suatu hal yang tampak memenjarakan.

Sementara bunga-bunga kristal, di negeri ini tersebar sekali lagi
Sementara sesalju menumpuk melapis
Sementara Desember menabur gerimis



Gambar paling atas disadur dari NASA EOSDIS Worldview; gambar lainnya diambil dari dokumen pribadi.

2 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...