Sabtu, 15 Juni 2013

Article#171 - Il Maestro

Mungkin kau pernah mendengar kisah sesosok maestro pemikat,
Tidakkah kehadirannya begitu dahsyat? Menyusup relung tanpa disadari, dan menanamkan kecintaan pada hati. Begitu kuat ia tanamkan kehadirannya, mata hati pun membuta, tutur hati pun membisu. Dan kau mendadak tak berkutik, hanya bisa terdiam dalam sekali klik. Kau lepaskan diri dari kenyataan, tanpa sadar. Kau terabas batas antara ilusi dan yang nyata, kau paksakan delusi untuk mengisi relung nyata, kemudian kau hanya bisa tercenung ketika yang kau pikir nyata itu, perlahan memudar, menghilang. Dan kemudian kau meratap pada semesta, atas hilangnya harapanmu, dibawa pergi oleh delusi yang kau sendiri taburkan.

Mungkin kau pernah mendengar kisah sang maestro pendebat,
Tidakkah kehadirannya begitu hebat? Menyusupi jiwa perlahan-lahan, menabur bumbu dalam tutur lisan. Begitu dahsyat ia mencengkeram, awalnya dalam diam, kemudian menguat menghantam. Dan kau mendadak begitu lantang, berseru dengan sindiran dan tawa kencang. Kau terbangkan diri ke awan kebenaran, tanpa sadar. Kau tebas tanpa ampun pendapat mereka yang mengingatkan, kaututup indera dari suguhan nasihat, kemudian kau hanya bisa tertunduk saat pendapatmu jelas tersalahkan. Dan kemudian, kau malah sibuk mengutuk seisi dunia, atas hilangnya harga dirimu, dibawa pergi oleh rasa percaya diri yang berlebihan.

Mungkin kau pernah mendengar kisah maestro sepanjang masa,
Maestro yang dilahirkan dari produk pemikiran tanpa dasar. Mereka yang tumbuh berkembang begitu hebat, begitu dahsyat, dan menjadi raja, penguasa atas asal mulanya. Mereka yang tumbuh berkembang di tempat yang katanya 'tidak tepat', mereka yang tumbuh subur dari arogansi dan ketamakan. Terbayang seolah ia begitu hebat, padahal ia tiada beda dengan pemabuk di seberang jalan. Yang memaki tanpa pernah mempelajari, yang memaksakan tanpa pernah mempedulikan.
Perkenalkan, para maestro bernama 'prasangka'.

Entah sejak kapan untaian kata ini terpatri di cover belakang buku tulisku. Terbawa kembali ke waktu ketika aku menulisnya, mengutip kata seorang penulis gadungan di dunia maya. Sudah terlalu banyak kejadian kuamati dan kualami dalam pekan-pekan terakhir. Dan mungkin saatnya istirahat. Membersihkan pikiran, membersihkan jiwa, dan merefleksikan diri atas apa yang terlewat, dan apa yang akan datang. Dan untuk yang satu itu, kuharap ia bukan hanya prasangka, harapan kosong semata. Semoga.

Dan petikan gitar membawa melodi, seperti biasa, menyambut datang pagi.
Semoga awan-awan tetap berarak beriring, menyibak dan menampakkan matahari.


sumber

1 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...