Jumat, 24 Mei 2013

Article#166 - Pelangi Dan Air Hujan


"Ashraf, kau tahu pelangi? Siapalah yang tak kagum akannya, yang berwarna-warni di langit tinggi. Kau bisa tanya mereka yang tinggal di negeri bersalju nun jauh disana, hingga di negeri ini pun, kebanyakannya sama, ketika sang pelangi nampak di langit, segera mereka tersenyum memuji. Pada nyatanya, kau pasti juga tahu kan. Hanya cahaya matahari yang membelok dan terpecah akibat air hujan.

Proses yang terasa sederhana seperti ini, pada nyatanya menghasilkan suatu yang membuat begitu banyak orang rela diam sejenak, memandangnya. Penuh rasa kagum mereka, melihatnya ia berdiri megah di atas sana. Terlihat begitu nyata, begitu indah, begitu sempurna. Tetapi ketika cahaya matahari tidak lagi menyinari air hujan, pelangi yang indah itu lenyap begitu saja, dan orang hanya beranjak pergi meninggalkannya. Beberapa bulan kemudian, atau mungkin keesokan harinya, tak akan peduli lagi mereka akan pelangi yang sebelumnya mereka kagumi. Bahkan sang butiran air tak pernah mengungkit-ungkit jika ia pernah mencipta pelangi—toh dia beserta kawan-kawannya tetap terjatuh ke bumi. Dan mereka tak berusaha untuk kembali naik ke atas awan, untuk memecah sinar matahari lagi.

Tetapi Ashraf, meski manusia sebagian besarnya air, manusia dan air tidaklah sama.
Seperti kamu, manusia senantiasa mengejar keberhasilan. Saat kau berhasil naik ke awan yang tinggi, dan memecah sinar matahari, bukankah rasanya membahagiakan? Banyak orang rela diam sejenak, sekadar untuk mengucap takjub atas keberhasilanmu itu. Terasa begitu nyata ia, begitu indah, begitu membahagiakan. Namun setelahnya? Setelah semua kompetisi atau apapun yang kau menangi itu selesai, entah beberapa pekan, atau beberapa hari, bagi mereka semua mungkin keberhasilan yang kau dapat kemarin tidak ada artinya lagi. Tak akan peduli lagi orang-orang atas pencapaian yang dulu.

Betul, jika manusia tidak pasif seperti butiran air yang hanya bisa pasrah pada gravitasi. Manusia bisa terus berjuang, mempertahankan apa yang dia anggap sebuah keberhasilan. Tetapi, jika butir air hanya sibuk membentuk pelangi berulang-ulang, bahkan burung yang kehausan pun belum tentu bisa merasakan manfaatnya. Sementara butir air yang terjatuh, ia bisa membebaskan mereka yang terjerat dahaga, menghijaukan tanah yang tandus terbakar. Dan pada akhirnya mereka tetap punya kesempatan untuk menguap, terbang ke awan, membentuk pelangi baru.

Kau selalu bisa memilih, Ashraf, tetapi pastikan kau tidak terlambat memilih mana yang tepat."

~disadur dari naskah lengkap cerpen yang bulan lalu dipublikasikan di laman blog ini. Kutipan ini sendiri tidak disertakan untuk mengurangi panjang cerpen. Dikutip pada Jumat, 24 Mei 2013, 22:46 (UT+9)

2 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...