Sabtu, 08 Desember 2012

Article#117 - Balada Akhir Tahun: Kosongnya Jiwa, Kosongnya Dompet

Apa benar saatnya telah tiba?
Ketika ember-ember bertebaran di kalender,
Dan ujian-ujian pun datang berjejer
Membuat saya senantiasa minder
Dan selalu merasa masih kuper

Ya Tuhan, jika tahun baru benar-benar akan mampir
Dan saya tak bisa sedikitpun mangkir
Maka di tahun ini, yang hampir berakhir
Uang saya, izinkanlah ia mampir
Karena tanpanya, saya layaknya butiran pasir
Yang meskipun nampak berdesir, hanya bisa minggir.

Jadi kini, telah sampai pada bulan Desember 2012. Bulan terakhir dari rangkaian bulan dalam satu tahun kalender Masehi. Bulan yang, dahulu kala, ketika dinosaurus masih berkuasa (weits, nggak se-jadul itu juga), diprediksi menjadi bulan dimana kiamat terjadi. Macam-macam lah, kata orang. Pada sampai berbusa gitu ngomongnya. Kadang kasian juga, soalnya rasanya saya kagak pernah perhatikan mereka waktu mereka berkoar-koar tentang semua itu. Tanggal cantik lah, kiamat lah, bosan nian euy. Jangan harap saya bakal dengerin kalian dengan muka sok imut kayak Mr. Bean hampir kesedak ikan dan jawab, "Wah, bener juga ya!". Mimpi itu. Boleh sih bermimpi, kayak kata pepatah, 'Bermimpi setinggi mungkin', meskipun saya sendiri nggak pernah bener-bener tahu musti setinggi apa. Apa harus setinggi Monas, setinggi pohon tauge, entahlah. Tapi bukan mimpikan saya juga lah. Apalagi kite kan sesama cowok. Nggak sudi lah eyke.. eh?! Wahduh.

Lagipula, saya tak sempat pikir hal semacam itu.. Boro-boro mikir masalah kiamat, masalah tanggal cantik, tanggal ganteng rupawan.... mikir besok makan apa aja, masih bingung setengah idup. Rasanya sedikit kesal. Diamlah kalian yang sibuk membicarakan kiamat; untuk itu saya bisa dengan mudah berteriak: Lupakan, semua itu bohong belaka! Tetapi bagi yang mengelu-elukan tanggal cantik, entah 12-12-12, 20-12-2012, atau apalah itu, saya tak sanggup berkata apa-apa lagi. banyak orang di berbagai tempat di seluruh dunia telah menyiapkan tanggal yang disebut 'cantik' tadi, untuk melangsungkan berbagai hal istimewa. Entah pembukaan rumah sakit, entah pernikahan, macam-macam lah.
Kalau ente gimane, mungkin ada yang nanya ke saya.
Hah? Mana ada. Mending ada calonnya.
Apalagi sekarang ini, sementara saya mengetik tulisan aneh ini, adalah saat-saat dimana para jomblowan-jomblowati kelas akut mengalami gejala alergi cinta mendadak: pusing dan mual ketika berkelana di dunia maya, mandi kembang dua rupa, berbaring menggigil di tempat tidur, atau hanya merenung memandangi langit malam sembari meratapi nasib, yang dingin kesepian di tengah malam. Saya sih mana mungkin begitu. Tentu saja, mana mungkin... tunggu, saya permisi sebentar. Saya sedikit pusing.

Eh, bukan bukan, saya nggak kena gejala alergi cinta akut yang tadi. Nggak... nggak salah juga sih. Lagipula mana ada yang semacam itu. Lupakan lah, saya pengen bahas balada yang lain. Pengennya sih sambal balada, lumayan buat dimakan mentah gitu malem-malem gini, biar hangat dikit tubuh. Tapi lagi habis stoknya (kayak pernah ada aja).

Oke, kembali ke topik awal.

Ya, sebagai bulan penutup tahun Masehi, Desember, termasuk yang satu ini, menjadi pojok refleksi bagi manusia-manusia yang setahun lalu dengan penuh semangat (atau, mungkin untuk beberapa yang tertipu, rasa takut kiamat) yang membentuk berbagai resolusi untuk tahun 2012. Dan, entah terasa atau tidak, 2012 akan segea pergi, membuka lembaran baru bagi 2013 untuk memunculkan diri secara nyata, untuk pertama kalinya di muka bumi, diiringi tangisan dan ucapan syukur penuh rasa bahagia dari orangtuanya.. (emangnya bayi..?). Dan seperti 'tradisi' yang tetap terjaga dari tahun ke tahun, orang-orang mulai beramai-ramai membuat harapan, resolusi, dan segala macam atribut lainnya dalam menyambut lembaran kalender baru, yang juga berarti tagihan baru untuk beberapa pihak.

Tetapi, nasib bocah-bocah tengil sedikit berbeda. Di tanah tempat si samurai terkenal itu—Date Masamune—dahulu membentuk sebuah perkampungan, Desember berarti mulai berdatangannya si putih yang indah dan membuat menggigil. Salju. Seiring 'bergeser'nya Matahari ke arah selatan, berkurangnya kuantitas energi dari matahari (entah akibat lama penyinaran ataupun 'ketinggian' matahari yang rendah) terus menurunkan suhu, dan membuat para bocah tengil makin terbenam dalam penggigilan berkepanjangan. Dan suhu dingin berkepanjangan akan 'memaksa' tubuh untuk memperbanyak debit aliran bahan baku energi terbarukan (baca: makanan).

Sebagai bocah-bocah tengil yang berjuang dalam ketidakpastian hidup, tentunya uluran dana dari ormas kemanusiaan siapapun yang rela dan tulus memberikan sebagian rezekinya merupakan anugerah yang tak terkira. Rasanya mungkin melebih bahagianya orang yang dapat nilai seratus di ujian, atau yang menang kompetisi olahraga tingkat nasional. Atau mungkin tidak seperti keduanya.
Tetapi, sedikit mirip dengan cerita bulan lalu, dengan 'ketergantungan' yang sedikit tinggi terhadap donatur, sayang sekali para bocah tengil musti nunggu si emak mengucurkan duitnya. Entah kenapa sekarang sedikit tersendat. Mungkin membeku akibat datangnya musim dingin, entahlah.

Kadang-kadang, si emak ini jadi tukang PHP sejati. Kepada bocah-bocah tengil, dijanjikan bahwa mereka akan kembali bisa menikmati gemerlap hidup dunia tiap beberapa taggal tertentu. Dan mereka akan memastikan tiket menuju kegemerlapan yang melenakan itu, supaya tepat waktu. Tetapi, seperti yang beberapa sudah menduga sebelumnya, tiket belum mengalir. Beberapa dari bocah tengil tersebut merasa seperti gadis-gadis yang terjerat daya pikat seorang playboy, yang membuat para gadis 'melayang' dengan janji-janji mereka (meskipun, tentu saja, tidak akan ada diantara bocah tengil yang terpikat secara romantis dengan si emak). Atau measa seperti warga yang termakan janji-janji seorang caleg dalam kampanyenya, meskipun mereka semua ragu si emak akan mau jadi caleg.

Pada akhirnya, di tengah malam yang sunyi dan bertabur si putih, bocah-bocah tengil mulai berusaha menghidupkan kembali malam-malam dingin yang kadangkala terasa hampa. Dengan jiwa yang hampa, akibat dingin yang membuat jiwa berkelana memfantasikan dunia kampung halaman yang hangat dan asri. Dan dengan dompet yang hampa, akibat terlalu dinginnya uang yang belum cair-cair juga, meskipun kami para bocah tengil masih berusaha meniup-niup si emak supaya menyalakan pemanas dan mencairkan uangnya.

Sudahlah, daripada meratapi nasib layaknya jomblo yang kesepian di malam minggu, saya persembahkan sedikit dokumentasi si putih yang mulai unjuk kristal secara sedikit terlalu cepat tahun ini. Semoga kalian tetap mensyukuri semua yang ada dan tak ada, dimanapun kalian berada!
 8 Desember 2012, 23:50 (UT+9). Credit to Fuad Ikhwanda
Lokasi yang sama seperti gambar sebelumnya, 24 menit kemudian.  Credit to Fuad Ikhwanda
Perumahan sekitar kompleks asrama. Credit to Fuad Ikhwanda
Sisi lain dari kamar penulis. Maaf jika kualitas gambar tak sebagus yang sebelumnya.

(atas dan bawah) Perbandingan jumlah salju dalam selang waktu 1 jam 44 menit.

Sudut pandang lain.

Kemungkinan ini yuki daruma—boneka salju—yang dibuat oleh orang dalam gambar sebelumnya.

Wah, apa main ke luar ya? Suhu udara 0°C sih, tapi lupakan dah. Sampai jumpa!

2 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...