.....Tentang apa ayo? Penasaran kan. *nggak* Peduli amat, yang penting saya di sini kembali memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan bagi anda sekalian dalam acara berikut...#salahacara. Oke biasa saja, saya hanya ingin berbagi hasil penelusuran saya pada Jum'at lalu. Seperti yang mungkin anda belum ketahui, saya senang berselancar dan menelusur. Tetapi di dunia maya, alias internet. Biasanya saya lakukan kalau saya sedang bosan berseluncur di dunia nyata dan berputar diatas gelombang lautan karena terlalu lama berinternet ria, jadi... yah, lupakan saja dan segera bahas apa yang sebenernya akan dibahas di sini.
Di sini, saya akan membahas mengenai sindrom Savant. Kata 'savant' sendiri berasal dari kata Prancis savior yang artinya 'mengetahui', yang merujuk kepada kemampuan otak yang dimiliki oleh pengidap sindrom ini. Sindrom ini termasuk dalam salah satu sindrom yang amat langka, dan juga adalah satu topik yang paling menakjubkan dalam pembicaraan dunia psikologi. Biasanya pengidap sindrom Savant ditandai dengan beberapa atau banyak ketidakmampuan fisik atau mental, tetapi memiliki kemampuan yang luar biasa dalam bidang tertentu. Atau kalau saya sebutkan dalam frase yang lain, 'menukar' banyak hal biasa dengan beberapa hal luar biasa.
Yang dimaksudkan dari penjelasan diatas mengenai Savant, yaitu bahwa seorang Savant umumnya tidak dapat melakukan berbagai hal yang umum dilakukan orang seusianya. Misalkan, ada seorang Savant yang tidak bisa makan sendiri, tidak bisa mengikat tali sepatunya, bahkan tidak bisa berbicara dengan baik, tapi mereka memiliki kelebihan luar biasa layaknya seorang manusia super. Ada seorang Savant yang diketahui dapat menghafal dengan baik jadwal bus di kota tempat tinggalnya, bahkan juga dimana masing-masing bus berada pada tiap waktu tertentu. Mengenai sindrom Savant ini sendiri, seorang psikolog Amerika Serikat, Dr. Darold Treffert, dalam salah satu jurnalnya menuliskan beberapa hal mengenai Savant, seperti berikut:
Jadi, pada artikel ini, akan dijelaskan 10 orang pengidap Savant, yang dinilai paling menakjubkan dari para pengidap Savant yang ada oleh situs neatorama.com, sampai-sampai disebut 'berkemampuan manusia super'. Berikut mereka:
Laurence Kim Peek terlahir dengan berbagai kerusakan otak yang parah. Dengan tiadanya corpus callosum, yang adalah penghubung antara belahan otak kanan dan otak kiri, dokter yang menangani Peek kala itu pun menyarankan ayah Peek untuk mengirim Peek ke panti asuhan dan melupakan segala hal tentangnya. Tentunya, sebagai seorang ayah saran dokter itu tak dia dengarkan.
Hingga akhir hayatnya, Kim tidak mampu melakukan berbagai gerakan motorik normal, bahkan sulit berjalan. Ketidakmampuan motorik ini diduga adalah akibat dari rusaknya sebagian otak besarnya. Dalam test IQ normal pun, Kim mendapat nilai di bawah rata-rata, 87.
IQ boleh kecil, namun apa yang dapat dia lakukan sungguh luar biasa. Hingga tahun 2008, tercatat Kim telah membaca lebih dari 12.000 buku, dan memahami dengan baik keseluruhan buku-buku tersebut. Ia mampu membaca buku dengan begitu cepat–2 halaman dibaca dalam 3 detik–dan memahami nyaris semua dari apa yang baru ia baca. Yang unik, kedua matanya membaca halaman yang berbeda. Dan hebatnya lagi, Kim menguasai lebih dari 15 disiplin ilmu–dari sejarah, geografi, hingga olahraga, serta dapat menyebutkan berbagai fakta-fakta unik yang seringnya diabaikan oleh orang biasa. Ia juga bisa menentukan hari dari sebuah tanggal dengan segera, dan juga mengingat dengan baik setiap musik yang pernah ia dengar. Ia disebutkan sebagai seseorang yang akan menginterupsi sebuah pertunjukan musik hanya untuk mengatakan bahwa 'nada trombonnya terlalu tinggi dua nada'.
Sosok Kim Peek ini pernah dijadikan model untuk sebuah film berjudul "Rain Man", yang menceritakan seorang autistik dengan kemampuan mirip sebagaimana Kim–meskipun Kim sendiri tidak termasuk pengidap autistik. Dan dengan diluncurkannya film tersebut, Kim jadi makin terbuka dengan dunia luar, dan makin senang berada di tengah-tengah masyarakat. Kim meninggal pada akhir tahun 2009 karena serangan jantung.
Leslie Lemke dilahirkan di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat pada tahun 1952 dengan diagnosis glaukoma dan otak yang lumpuh akibat terlahir prematur. Dengan berat hati, dokter ketika itu terpaksa mengambil matanya dalam operasi. Ibunya sendiri telah menyerah mengenai pengasuhannya, dan bayi ini diadopsi seorang perawat bernama May Lemke, yang saat itu sedang mengadopsi 5 anak lain.
Ketika bayi, si kecil Leslie Lemke tak bisa menelan makanannya sendiri, dan sang ibu adopsi terpaksa mendorong makanan ke dalam kerongkongannya supaya Leslie kecil bisa makan. Ia baru bisa mengunyah makanan sendiri pada usia setahun, dan dalam enam tahun berikutnya tida menunjukkan perkembangan yang signifikan. Leslie kecilpun baru bisa berdiri pada usia 12 tahun, dan dia tidak bisa berjalan hingga 3 tahun setelahnya.
Sampai disini cerita perjuangan berat membesarkan Leslie kecil. Hingga pada usia 16, Leslie yang belum pernah mengenal alat musik sekalipun, mengejutkan ibu adopsinya dengan memainkan Tchaikovsky's Piano Concerto no.1 di tengah suatu malam. Dia memainkan lagu itu setelah mendengarkannya sekali saja.
Sejak itu, Leslie dilatih untuk memainkan lagu-lagu klasik dengan pianonya dalam rentang genre yang luas. Seperti yang pertama, Leslie hanya perlu mendengarkan lagu satu kali untuk mengulangnya dengan sempurna. Sejak tahun 1980, Leslie sering mempertunjukkan keahliannya memainkan piano dalam berbagai konser di kancah internasional. Konser terakhirnya diadakan tahun 2007, sebelum kesehatan Lemke yang memburuk menghentikannya dari mengadakan konser lebih lanjut.
Sejak kecil, kemampuan memahatnya yang luar biasa terus ia latih dengan membuat berbagai pahatan. Bahkan dalam keadaan dimana ia tidak mampu mendapat tanah liat atau lilin untuk memahat, biasanya ia akan mencari di lingkungan sekitar, bahan yang bisa dipahat untuk model barunya. Sejak munculnya film 'Rain Man' sebagaimana yang disebutkan sekilas diatas, Alonzo memiliki semangat lebih untuk mendapat pengakuan dari dunia internasional akan kelebihannya, dan juga keinginan kuat untuk sukses sebagai seorang pemahat. Hasil pahatannya dinilai banyak orang luar biasa karena sangat mirip, diselesaikan dalam waktu yang amat singkat, dan terlihat realistis. Ia juga dikenal pernah memahat patung tiga anak kuda sesuai ukuran aslinya, dikenal sebagai 'Three Frolicking Foals'. Jika ingin melihat beberapa hasil pahatannya, kalian dapat kunjungi situs ini.
Pada usia delapan tahun, Mind dimasukkan ke sebuah akademi seni untuk orang kurang mampu. Gurunya menggambarannya sebagai 'amat lemah, tidak mampu melakukan kerja keras, penuh bakat menggambar, makhluk aneh, berpikir layaknya seniman, juga amat nakal'. Tidak diketahui berapa lama ia tinggal di akademi itu, berikutnya ia diketahui mendatangi seorang pelukis bernama Sigmund Hendenberger. Dari sang mentor, Mind belajar seni menggambar dan melukis dengan cat air. Pendidikan Mind sendiri kebanyakan berkutat pada bidang seni, ia selalu kesulitan menulis namanya sendiri, bahkan nyaris tidak bisa apa-apa dalam aritmatika.
Keahlian Mind dalam menggambar dibangkitkan dengan sebuah kejadian. sang mentor Sigmund Hendenberger sedang menggambar seekor kucing, ketika sang murid berkata dengan lantangnya, "Itu bukan kucing!". Sang mentor pun menantang Mind untuk menggambar kucing yang lebih bagus, dan hasil gambarnya begitu nyata sampai-sampai Hendenberger menyalin gambarnya itu. Sejak itu ia dikenal sebagai Raphael of Cats karena keahliannya dalam menggambar kucing yang tampak begitu mirip aslinya.
Ia mulai menggambar sejak usia 5 tahun. Ia mengaku, sejak kecil ia selalu dibuat terpesona oleh kota besar dan pesawat. Bahkan, kata pertama yang ia ucapkan adalah 'avion'–pesawat dalam bahasa Prancis. Ia berkunjung ke New York bersama orangtuanya pada usia 12 tahun, dan sejak itu, Gilles mulai mendesain sebuah kota imajiner yang dinamainya Urville, berasal dari "Dumont d'Urville", nama sebuah pusat penelitian Prancis di Antartika.
Gilles sendiri memulai rancangan kota imajinernya dengan membangun bandara besar dari lego, dan dengan mengumpulkan pesawat mainan, jadilah sebuah bandara besar dari lego yang ia rancang di kamar tidurnya. Karena bandara besar pastilah berada dekat suatu kota besar, maka mulailah Gilles membangun kota Urville dengan legonya. Namun, pada usia 15 tahun, Gilles melakukan revolusi besar dengan menggantikan lego yang selama ini menjadi mitranya, dengan menggambarkannya diatas kertas.
Urville in bukan sekedar khayalan belaka–Gilles telah membuat 250 lebih gambar detail mengenai segi-segi kota Urville, bahkan telah membuat sebuah buku yang menjelaskan tentang kota imajiner ini. Kini ia tinggal di Cagnes-sur-Mer, dekat kota Nice, Prancis.
Ketajaman penghitungannya diuji pada 1754 oleh Royal Society ketika ia sedang bepergian ke London, dimana Buxton teruji mampu menghitung dan mengkalkulasikan angka hingga sebesar 39 digit. Selama kunjungannya ke metropolitan London, ia dibawa untuk melihat drama Richard III yang dipentaskan di teater Drury Lane, tetapi seluruh pikirannya dipusatkan untuk menghitung banyaknya kata-kata yang diucapkan oleh David Garrick. Demikian pula, dia memfokuskan dirinya untuk menghitung jumlah tapakan kaki para penari, dan ia menyatakan bahwa begitu banyaknya bunyi-bunyian yang dihasilkan oleh instrumen musik telah membuatnya bingung tak terkira.
Perlahan, cedera akibat bola bisbol itu menghilang, namun Orlando mendapati ia memiliki kemampuan baru: ia mampu melakukan kalkulasi kalender yang rumit, dan ia juga mengingat dimana ia berada, apa yang ia lakukan, dan bagaimana cuaca yang ia amati sejak hari dimana kepalanya terhantam bola bisbol. Yang unik dari kemampuan Orlando adalah, ia hanya seorang bocah biasa hingga kepalanya terhantam bola bisbol, dan hantaman itu seolah mengaktifkan sisi kecerdasannya yang menakjubkan itu. Ini mengesankan, seolah, ada kunci menuju kecerdasan luar biasa itu, unci yang belum pernah bisa digenggam manusia.
Di usianya yang kesepuluh, Stephen menggambar sederetan objek wisata di London, satu untuk tiap huruf alfabet, yang kemudian ia namai London Alphabet. Dan sejak itu, ia sudah membuat serangkaian buku yang berisikan gambar-gambar karyanya.
Yang membuat Stephen menjadi terkenal adalah kemampuannya yang luar biasa untuk menggambar panorama sebuah kota besar hanya dari sebuah penerbangan singkat menggunakan helikopter. Pertama kalinya Stephen melakukan hal ini adalah saat menggambar panorama kota Tokyo pada sebuah kanvas sepanjang 3 meter selama seminggu, setelah mengamati dari penerbangan selama setengah jam dengan helikopter. Sejak itu ia telah menggambar berbagai kota lain seperti Roma, Hong Kong, Frankfurt, Madrid, Dubai, Jerusalem dan London pada kanvas panjang, semuanya berbekal ingatannya. Dalam kasus gambar kota Roma, Stephen menggambarnya dengan begitu detail, bahkan ia menggambar dengan tepat jumlah tiang pada Pantheon. Gambar panorama terakhir yang ia buat sejauh ini adalah panorama kota New York sepanjang 5,5 meter, yang diselesaikan Stephen dalam waktu 5 hari pada Oktober 2009.
Atas sumbangannya yang besar dalam dunia seni, pada tahun 2006 Stephen dianugerahi gelar MBE (Member of the Order of the British Empire), yang tentunya diberikan oleh Kerajaan Inggris. Proyek terbarunya adalah membuat panorama panjang kota New York sepanjang 76 meter, yang dipasang di terminal kedatangan Bandara John Fitzgerald Kennedy, New York. Panorama itu dibuatnya dalam kerjasama dengan bank Swiss UBS, yang menjadikan gambar panorama itu sebagai bagian iklan mereka, menganalogikan ketelitian dan ketekunan Stephen dalam menggambar dengan UBS dalam melayani nasabahnya. Kalian dapat mengunjungi situs Stephen Wiltshire yang berisi galeri karya-karyanya, yang juga dipajang di museum galeri miliknya di London.
Terlahir prematur, Ellen mengalami kebutaan akibat mata yang belum berkembang sempurna dalam kandungan, serupa dengan apa yang terjadi pada Leslie Lemke. Meskipun ia buta, telinganya tetaplah hebat, dan pada usia 6 bulan, saudarinya memergoki si bayi Ellen sedang bernyanyi, mengikuti alunan musik "Lullaby" karya Johannes Brahms. Sejak itu, Ellen telah mendengar banyak lagu yang populer di masa itu, dan mengingatnya dengan begitu baik hingga ketepatan terkecil.
Pada usia 7 tahun, Ellen dibelikan sebuah piano oleh orangtuanya. Dari piano itu ia mengulang berbagai lagu yang ia dengarkan, dan Ellen terkadang memainkannya dengan gaya genre tertentu. Bahkan, ia merancang sendiri melodi untuk 'menemani' alunan yang ia dengar. Ellen jga belajar gitar, menghabiskan berjam-jam untuk menghafalkan konfigurasi antara nada suara yang dihasilkan dengan posisi jarinya, dan ia mulai belajar memainkan lagu-lagu yang ia dengar dari radio. Ellen diketahui membentuk sebuah band lokal bernama 'The Diremakers' pada tahun 1994, dengan Ellen menjadi pemain utama. Band itu sendiri telah mengadakan pertunjukkan di berbagai negara bagian di Amerika Serikat. Koran Sacramento Bee mendeskripsikan Ellen sebagai 'seorang yang mampu mendengar sebuah lagu, menyimpannya di memorinya, dan memainkannya bertahun-tahun kemudian, dengan ketangkasan dan ketepatan yang luar biasa'.
Selain kemampuannya dalam bidang musik, Ellen juga memiliki kelebihan lain. Sang ayah menyadari bahwa sejak kecil Ellen, terlepas dari kebutaannya, tidak pernah menabrak barang-barang di rumahnya, bahkan tidak pernah menabrak satu pohonpun ketika berlari di hutan. Kemudian dketahui bahwa Ellen mengembangkan sendiri kemampuan ekolokasi, yaitu kemampuan untuk mendeteksi gema dari suara yang ia keluarkan sendiri pada benda-benda di sekitarnya, yang kemudian 'memberitahu' Ellen akan adanya sesuatu di sana. Kemampuan ini juga dikembangkan oleh kelelawar dan lumba-lumba.
Yang lebih mengesankan dari kemampuan Ellen adalah ketepatannya menentukan waktu. Ellen sendiri tentunya tak pernah melihat jam, dan ia juga tak pernah diberitahu mengenai sistem penentuan waktu yang berlaku. Semuanya berawal saatnegara api menyerang ibu Ellen memperdengarkan kepada Ellen bunyi perekam waktu otomatis selama 10 menit, yang seolah memunculkan sebuah jam di dalam benak Ellen. Ketika waktu (pada jam) menunjukkan waktu 1:59:59, Ellen langsung menyahut, 'Jam dua'. Ellen setiap hari juga selalu mendengarkan acara TV favoritnya–tanpa sedikitpun terlewat.
Kembali kelaptop Daniel, masa kecilnya dihabiskan dengan mempelajari angka. Dia juga mengembangkan kemampuan sinestesia, kemampuan yang membuatnya mampu melihat 'warna dan citra' tersendiri dari tiap-tiap angka. Dengan kemampuan sinestesia ini, ia mampu 'melihat' apakah sebuah bilangan merupakan bilangan prima atau bukan.
Selain kemampuan menghitung yang unik, Daniel juga memiliki kemampuan lebih dalam bahasa–ia mampu berbicara dengan baik dalam bahasa Inggris, Jerman, Spanyol, Prancis, Estonia, Finlandia, Esperanto, dan Islandia. Bahasa yang terakhir ia pelajari dalam seminggu dalam tantangan untuk wawancara di televisi lokal Islandia. Dan ia berhasil–wawancara itu berhasil dilakukan sepenuhnya dalam bahasa Islandia. Kini, Daniel pun merancang bahasa buatannya sendiri, Mänti, yang dikatakannya menunjukkan hubungan antara dua hal yang berbeda. Ia mencontohkan, 'ema' yang berarti ibu, disebutnya sebagai sumber dari 'ela'–kehidupan. Nama belakang barunya pun, Tammet, diambilnya dari bahasa Estonia tamme–pohon ek.
Yang membuat Daniel begitu istimewa di mata para ilmuwan peneliti Savant, adalah kenyataan bahwa ia, tak seperti kebanyakan Savant lainnya, mempu menjelaskan bagaimana kemampuan Savantnya bekerja. Seperti ketika ia menjelaskan seperti apa 'citra' dari angka-angka di dalam benaknya, ia mampu menjelaskan seperti apa ia melihat angka 5, 333 bahkan 6943. Seorang profesor menyatakan bahwa Daniel dapat menjadi 'batu Rosetta'–batu kunci–untuk memahami yang terjadi pada para Savant.
Di samping semua kemampuannya, ia juga menulis buku; yang pertama berjudul Born on The Blue Day, menceritakan pengalaman hidupnya sebagai seorang autistik pemalu yang didiagnosis mengidap sindrom Asperger, sindrom yang ditunjukkan dengan kesulitan penderitanya untuk berinteraksi dalam kehidupan sosial, dan ketertarikannya pada suatu subjek tertentu. Buku ini dipasarkan pada tahun 2006, dan laku terjual di dunia internasional, termsuk diterjemahkan ke dalam 20 bahasa. Buku keduanya, Embracing the Wide Sky, disebut oleh majalah Prancis L'express sebagai 'buku paling laris di tahun 2009'. Ia diketahui pernah bertemu dengan Kim Peek, inspirasi utama film 'Rain Man' yang juga menyadarkan Daniel akan kondisinya sebagai seorang savant. dari pertemuan dengan Kim, Daniel menjadi lebih terbuka dalam kehidupan sosial, dan ia juga ikut memasarkan bukunya ke berbagai negara, dan juga berpidato di beberapa tempat.
Epilog: Hahh, capek. Setelah menulis semua ini, saya betul-betul tersadar bahwa benarlah kata seseorang yang pernah saya dengar, "Kebanyakan manusia tidak pernah menggunakan otaknya kecuali hanya sebagian kecil, amat kecil". Terlepas dari kekurangan mereka, mereka memiliki kemampuan yang luar biasa, yang sebenernya masing-masingnya bisa dilatih–meskipun sulit sekali. Dengan ini sebenarnya saya ingin mengajak kalian semua para pembaca, bahwa kita memiliki potensi amat besar yang tersimpan dalam otak. Mau memaksimalkannya atau tidak, itu tergantung anda. Kalau kata Yohannes Surya, "Menurut prinsip saya, tidak ada anak yang dilahirkan bodoh". Menurutnya semua anak dilahirkan dengan kecerdasan yang setara, yang mempengaruhi kelanjutan kecerdasannya hanyalah pada seberapa besar potensi otak itu ia maksimalkan.
Mungkin kata orang, semakin banyak kita belajar, semakin banyak yang kita tak tahu. Tetapi, menurut saya yang benar adalah: semakin banyak kita belajar, semakin sadar kita akan banyaknya hal yang kita tak tahu. Karenanya, janganlah takut untuk terus belajar, karena belajar adalah salah satu proses dan jiwa kehidupan. Jangan persempit makna belajar dalam kehidupan sekolah belaka; belajar bisa dilakukan dimana saja, kapan saja, dan dari mana saja. Saya pun akan senang kalau kalian bisa belajar setelah membaca artikel ini. Mari berjuang bersama! (:g)
Lanjutkan baca »
Di sini, saya akan membahas mengenai sindrom Savant. Kata 'savant' sendiri berasal dari kata Prancis savior yang artinya 'mengetahui', yang merujuk kepada kemampuan otak yang dimiliki oleh pengidap sindrom ini. Sindrom ini termasuk dalam salah satu sindrom yang amat langka, dan juga adalah satu topik yang paling menakjubkan dalam pembicaraan dunia psikologi. Biasanya pengidap sindrom Savant ditandai dengan beberapa atau banyak ketidakmampuan fisik atau mental, tetapi memiliki kemampuan yang luar biasa dalam bidang tertentu. Atau kalau saya sebutkan dalam frase yang lain, 'menukar' banyak hal biasa dengan beberapa hal luar biasa.
Yang dimaksudkan dari penjelasan diatas mengenai Savant, yaitu bahwa seorang Savant umumnya tidak dapat melakukan berbagai hal yang umum dilakukan orang seusianya. Misalkan, ada seorang Savant yang tidak bisa makan sendiri, tidak bisa mengikat tali sepatunya, bahkan tidak bisa berbicara dengan baik, tapi mereka memiliki kelebihan luar biasa layaknya seorang manusia super. Ada seorang Savant yang diketahui dapat menghafal dengan baik jadwal bus di kota tempat tinggalnya, bahkan juga dimana masing-masing bus berada pada tiap waktu tertentu. Mengenai sindrom Savant ini sendiri, seorang psikolog Amerika Serikat, Dr. Darold Treffert, dalam salah satu jurnalnya menuliskan beberapa hal mengenai Savant, seperti berikut:
- Savant memiliki kedekatan tertentu dengan autisme, tetapi tidaklah sama.
- Savant lebih banyak diderita laki-laki.
- Pengidap sindrom ini memiliki kemampuan spesial yang biasanya berkisar pada 5 bidang, yaitu keahlian musik, seni, penghitungan kalender, matematika, dan mekanikal atau kemampuan spasial.
- Pengidap Savant memiliki daya ingat luar biasa.
- Savant dapat diperoleh sejak lahir, atau dari peristiwa tertentu yang terjadi setelah lahir, seperti kecelakaan atau sejenisnya.
- Kelebihan khusus yang dimiliki seorang Savant ini tidak akan hilang, tetapi dapat menjadi lebih baik jika dilatih dengan baik.
Jadi, pada artikel ini, akan dijelaskan 10 orang pengidap Savant, yang dinilai paling menakjubkan dari para pengidap Savant yang ada oleh situs neatorama.com, sampai-sampai disebut 'berkemampuan manusia super'. Berikut mereka:
1. Laurence Kim Peek (1951-2009)
Laurence Kim Peek terlahir dengan berbagai kerusakan otak yang parah. Dengan tiadanya corpus callosum, yang adalah penghubung antara belahan otak kanan dan otak kiri, dokter yang menangani Peek kala itu pun menyarankan ayah Peek untuk mengirim Peek ke panti asuhan dan melupakan segala hal tentangnya. Tentunya, sebagai seorang ayah saran dokter itu tak dia dengarkan.
Hingga akhir hayatnya, Kim tidak mampu melakukan berbagai gerakan motorik normal, bahkan sulit berjalan. Ketidakmampuan motorik ini diduga adalah akibat dari rusaknya sebagian otak besarnya. Dalam test IQ normal pun, Kim mendapat nilai di bawah rata-rata, 87.
IQ boleh kecil, namun apa yang dapat dia lakukan sungguh luar biasa. Hingga tahun 2008, tercatat Kim telah membaca lebih dari 12.000 buku, dan memahami dengan baik keseluruhan buku-buku tersebut. Ia mampu membaca buku dengan begitu cepat–2 halaman dibaca dalam 3 detik–dan memahami nyaris semua dari apa yang baru ia baca. Yang unik, kedua matanya membaca halaman yang berbeda. Dan hebatnya lagi, Kim menguasai lebih dari 15 disiplin ilmu–dari sejarah, geografi, hingga olahraga, serta dapat menyebutkan berbagai fakta-fakta unik yang seringnya diabaikan oleh orang biasa. Ia juga bisa menentukan hari dari sebuah tanggal dengan segera, dan juga mengingat dengan baik setiap musik yang pernah ia dengar. Ia disebutkan sebagai seseorang yang akan menginterupsi sebuah pertunjukan musik hanya untuk mengatakan bahwa 'nada trombonnya terlalu tinggi dua nada'.
Sosok Kim Peek ini pernah dijadikan model untuk sebuah film berjudul "Rain Man", yang menceritakan seorang autistik dengan kemampuan mirip sebagaimana Kim–meskipun Kim sendiri tidak termasuk pengidap autistik. Dan dengan diluncurkannya film tersebut, Kim jadi makin terbuka dengan dunia luar, dan makin senang berada di tengah-tengah masyarakat. Kim meninggal pada akhir tahun 2009 karena serangan jantung.
2. Leslie Lemke (1952-...)
Leslie Lemke dilahirkan di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat pada tahun 1952 dengan diagnosis glaukoma dan otak yang lumpuh akibat terlahir prematur. Dengan berat hati, dokter ketika itu terpaksa mengambil matanya dalam operasi. Ibunya sendiri telah menyerah mengenai pengasuhannya, dan bayi ini diadopsi seorang perawat bernama May Lemke, yang saat itu sedang mengadopsi 5 anak lain.
Ketika bayi, si kecil Leslie Lemke tak bisa menelan makanannya sendiri, dan sang ibu adopsi terpaksa mendorong makanan ke dalam kerongkongannya supaya Leslie kecil bisa makan. Ia baru bisa mengunyah makanan sendiri pada usia setahun, dan dalam enam tahun berikutnya tida menunjukkan perkembangan yang signifikan. Leslie kecilpun baru bisa berdiri pada usia 12 tahun, dan dia tidak bisa berjalan hingga 3 tahun setelahnya.
Sampai disini cerita perjuangan berat membesarkan Leslie kecil. Hingga pada usia 16, Leslie yang belum pernah mengenal alat musik sekalipun, mengejutkan ibu adopsinya dengan memainkan Tchaikovsky's Piano Concerto no.1 di tengah suatu malam. Dia memainkan lagu itu setelah mendengarkannya sekali saja.
Sejak itu, Leslie dilatih untuk memainkan lagu-lagu klasik dengan pianonya dalam rentang genre yang luas. Seperti yang pertama, Leslie hanya perlu mendengarkan lagu satu kali untuk mengulangnya dengan sempurna. Sejak tahun 1980, Leslie sering mempertunjukkan keahliannya memainkan piano dalam berbagai konser di kancah internasional. Konser terakhirnya diadakan tahun 2007, sebelum kesehatan Lemke yang memburuk menghentikannya dari mengadakan konser lebih lanjut.
3. Alonzo Clemons (1956-...)Pernah mengalami kecelakaan ketika bayi, Alonzo Clemons kehilangan banyak kemampuan dasar, dan pertumbuhannya pun terhambat. Tidak bisa makan sendiri, tidak bisa mengikat tali sepatu, nilai IQnya berkisar 40-50, tetapi dia bisa memahat. Yang hebat adalah, dia mampu memahat setelah melihat modelnya hanya sepintas, dan mampu membuat model 3 dimensi yang sempurna dari sebuah gambar 2 dimensi yang ia lihat, tepat serupa bahkan ke otot-otot modelnya. (Alonzo seringkali membuat pahatan hewan, daring seringkali adalah kuda.)
Sejak kecil, kemampuan memahatnya yang luar biasa terus ia latih dengan membuat berbagai pahatan. Bahkan dalam keadaan dimana ia tidak mampu mendapat tanah liat atau lilin untuk memahat, biasanya ia akan mencari di lingkungan sekitar, bahan yang bisa dipahat untuk model barunya. Sejak munculnya film 'Rain Man' sebagaimana yang disebutkan sekilas diatas, Alonzo memiliki semangat lebih untuk mendapat pengakuan dari dunia internasional akan kelebihannya, dan juga keinginan kuat untuk sukses sebagai seorang pemahat. Hasil pahatannya dinilai banyak orang luar biasa karena sangat mirip, diselesaikan dalam waktu yang amat singkat, dan terlihat realistis. Ia juga dikenal pernah memahat patung tiga anak kuda sesuai ukuran aslinya, dikenal sebagai 'Three Frolicking Foals'. Jika ingin melihat beberapa hasil pahatannya, kalian dapat kunjungi situs ini.
4. Gottfried Mind (1768-1814)Terlahir dengan kondisi fisik yang lemah, Gottfried Mind terinspirasi untuk menggambar hewan-hewan dari seorang pelukis bernama Legel, yang dikenalnya di masa kecil. Setiap hari, ketika ayahnya bekerja, Mind kecil mengamati pekerjaan Legel yang menggambar bangunan dan hewan ternak sepanjang waktu. Sejak itu Mind tertarik untuk menggambar juga. Ayahnya, yang adalah seorang tukang kayu, menganggap hanya kayulah yang berguna untuk kehidupan, dan ia tak pula menganggap menggambar sebagai sesuatu yang berguna. Setiap kali Mind meminta kertas pada ayahnya untuk menggambar, ayahnya melempari Mind dengan sepotong kecil kayu; ini membuat Mind berusaha untuk membuat miniatur hewan dari potongan-potongan kayu itu. Hasilnya cukup bagus, bahkan domba serta kambing kayu buatannya pun terpajang di atas perapian di beberapa rmah di desanya. Mind juga pernah mencoba mengukir pada kayu, gambar anak petani di desanya, namun gagal.
Pada usia delapan tahun, Mind dimasukkan ke sebuah akademi seni untuk orang kurang mampu. Gurunya menggambarannya sebagai 'amat lemah, tidak mampu melakukan kerja keras, penuh bakat menggambar, makhluk aneh, berpikir layaknya seniman, juga amat nakal'. Tidak diketahui berapa lama ia tinggal di akademi itu, berikutnya ia diketahui mendatangi seorang pelukis bernama Sigmund Hendenberger. Dari sang mentor, Mind belajar seni menggambar dan melukis dengan cat air. Pendidikan Mind sendiri kebanyakan berkutat pada bidang seni, ia selalu kesulitan menulis namanya sendiri, bahkan nyaris tidak bisa apa-apa dalam aritmatika.
Keahlian Mind dalam menggambar dibangkitkan dengan sebuah kejadian. sang mentor Sigmund Hendenberger sedang menggambar seekor kucing, ketika sang murid berkata dengan lantangnya, "Itu bukan kucing!". Sang mentor pun menantang Mind untuk menggambar kucing yang lebih bagus, dan hasil gambarnya begitu nyata sampai-sampai Hendenberger menyalin gambarnya itu. Sejak itu ia dikenal sebagai Raphael of Cats karena keahliannya dalam menggambar kucing yang tampak begitu mirip aslinya.
5. Gilles Tréhin (1972-...)Gilles Tréhin hidup paruh waktu di sebuah kota bernama Urville, diatas pulau Côte d'Azur, yang terletak di antara Cannes dan St. Tropez. Belum pernah mendengarnya? Memang, Urville hanya ada di pikirannya.
Ia mulai menggambar sejak usia 5 tahun. Ia mengaku, sejak kecil ia selalu dibuat terpesona oleh kota besar dan pesawat. Bahkan, kata pertama yang ia ucapkan adalah 'avion'–pesawat dalam bahasa Prancis. Ia berkunjung ke New York bersama orangtuanya pada usia 12 tahun, dan sejak itu, Gilles mulai mendesain sebuah kota imajiner yang dinamainya Urville, berasal dari "Dumont d'Urville", nama sebuah pusat penelitian Prancis di Antartika.
Gilles sendiri memulai rancangan kota imajinernya dengan membangun bandara besar dari lego, dan dengan mengumpulkan pesawat mainan, jadilah sebuah bandara besar dari lego yang ia rancang di kamar tidurnya. Karena bandara besar pastilah berada dekat suatu kota besar, maka mulailah Gilles membangun kota Urville dengan legonya. Namun, pada usia 15 tahun, Gilles melakukan revolusi besar dengan menggantikan lego yang selama ini menjadi mitranya, dengan menggambarkannya diatas kertas.
Urville in bukan sekedar khayalan belaka–Gilles telah membuat 250 lebih gambar detail mengenai segi-segi kota Urville, bahkan telah membuat sebuah buku yang menjelaskan tentang kota imajiner ini. Kini ia tinggal di Cagnes-sur-Mer, dekat kota Nice, Prancis.
6. Jedediah Buxton (1707-1772)Cukup ironis sebenarnya kalau membaca masa kecil Jedediah Buxton, karena meskipun ayahnya adalah guru di sebuah paroki, dan kakeknya seorang pendeta, pendidikan Buxton telah begitu diabaikan, hingga ia tidak bisa menulis, dan pengetahuannya, kecuali angka, sangatlah terbatas. Tidak diketahui dengan pasti bagaimana Buxton mulai mempelajari angka-angka, tapi perhatiannya selalu terpaku pada hal-hal semacam ini, dan ketika ia membicarakan sebuah objek, seringkali ia mengacu pada angka-angka yang berkaitan dengannya. Ia mengukur luas desa kelahirannya, Elmton cukup dengan berjalan menelusurinya, dan bahkan memberitahukan luasnya kepada orang lain, tidak hanya dalam satuan acre, tetapi bahkan dalam inci persegi.
Ketajaman penghitungannya diuji pada 1754 oleh Royal Society ketika ia sedang bepergian ke London, dimana Buxton teruji mampu menghitung dan mengkalkulasikan angka hingga sebesar 39 digit. Selama kunjungannya ke metropolitan London, ia dibawa untuk melihat drama Richard III yang dipentaskan di teater Drury Lane, tetapi seluruh pikirannya dipusatkan untuk menghitung banyaknya kata-kata yang diucapkan oleh David Garrick. Demikian pula, dia memfokuskan dirinya untuk menghitung jumlah tapakan kaki para penari, dan ia menyatakan bahwa begitu banyaknya bunyi-bunyian yang dihasilkan oleh instrumen musik telah membuatnya bingung tak terkira.
7. Orlando Serrell (1969-...)Terlahir beberapa waktu sebelum negara asalnya, Amerika Serikat membukukan pencapaian besar dalam sejarah dengan mendaratkan manusia untuk pertama kalinya di Bulan, Orlando Serrell hanyalah seorang anak biasa tanpa bakat istimewa, hingga usia 10 tahun. Sebagaimana anak-anak seusianya, Orlando suka bermain olahraga, terutama bisbol. Pada hari yang ditentukan itu, 15 Januari 1979, Orlando sedang bermain bisbol ketika sisi kiri kepalanya terhantam bola bisbol cukup kuat. Meksipun hantamannya cukup kuat, ia tetap melanjutkan permainan dan tidak memberitahu orangtuanya perihal cederanya.
Perlahan, cedera akibat bola bisbol itu menghilang, namun Orlando mendapati ia memiliki kemampuan baru: ia mampu melakukan kalkulasi kalender yang rumit, dan ia juga mengingat dimana ia berada, apa yang ia lakukan, dan bagaimana cuaca yang ia amati sejak hari dimana kepalanya terhantam bola bisbol. Yang unik dari kemampuan Orlando adalah, ia hanya seorang bocah biasa hingga kepalanya terhantam bola bisbol, dan hantaman itu seolah mengaktifkan sisi kecerdasannya yang menakjubkan itu. Ini mengesankan, seolah, ada kunci menuju kecerdasan luar biasa itu, unci yang belum pernah bisa digenggam manusia.
8. Stephen Wiltshire (1974-...)Stephen Wiltshire adalah seorang tunawicara di masa kecilnya. Masa kecilnya, sebagaimana Kim Peek atau Leslie Lemke, tidaklah begitu mulus–ia didiagnosis mengidap autisme, dan di tahun yang sama ayahnya tewas dalam kecelakaan motor. Pada usia lima tahun, Stephen disekolahkan di Queensmill School di London, dimana ia menunjukkan ketertarikannya pada seni menggambar. Untuk masa selanjutnya, karena kondisinya, ia mengekspresikan apa yang ia inginkan melalui gambar. Dibantu gurunya, ia belajar berbicara sejak usia sembilan tahun. Kata pertamanya sendiri adalah "paper"–kertas.
Di usianya yang kesepuluh, Stephen menggambar sederetan objek wisata di London, satu untuk tiap huruf alfabet, yang kemudian ia namai London Alphabet. Dan sejak itu, ia sudah membuat serangkaian buku yang berisikan gambar-gambar karyanya.
Yang membuat Stephen menjadi terkenal adalah kemampuannya yang luar biasa untuk menggambar panorama sebuah kota besar hanya dari sebuah penerbangan singkat menggunakan helikopter. Pertama kalinya Stephen melakukan hal ini adalah saat menggambar panorama kota Tokyo pada sebuah kanvas sepanjang 3 meter selama seminggu, setelah mengamati dari penerbangan selama setengah jam dengan helikopter. Sejak itu ia telah menggambar berbagai kota lain seperti Roma, Hong Kong, Frankfurt, Madrid, Dubai, Jerusalem dan London pada kanvas panjang, semuanya berbekal ingatannya. Dalam kasus gambar kota Roma, Stephen menggambarnya dengan begitu detail, bahkan ia menggambar dengan tepat jumlah tiang pada Pantheon. Gambar panorama terakhir yang ia buat sejauh ini adalah panorama kota New York sepanjang 5,5 meter, yang diselesaikan Stephen dalam waktu 5 hari pada Oktober 2009.
Atas sumbangannya yang besar dalam dunia seni, pada tahun 2006 Stephen dianugerahi gelar MBE (Member of the Order of the British Empire), yang tentunya diberikan oleh Kerajaan Inggris. Proyek terbarunya adalah membuat panorama panjang kota New York sepanjang 76 meter, yang dipasang di terminal kedatangan Bandara John Fitzgerald Kennedy, New York. Panorama itu dibuatnya dalam kerjasama dengan bank Swiss UBS, yang menjadikan gambar panorama itu sebagai bagian iklan mereka, menganalogikan ketelitian dan ketekunan Stephen dalam menggambar dengan UBS dalam melayani nasabahnya. Kalian dapat mengunjungi situs Stephen Wiltshire yang berisi galeri karya-karyanya, yang juga dipajang di museum galeri miliknya di London.
9. Ellen Boudreaux (1957-...)
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, seorang wanita dengan Savant amat sedikit dibandingkan lelaki, dan Ellen hanyalah salah satu contohnya. Bahkan, hanya dialah wanita yang dimasukkan oleh neatorama.com ke dalam daftar ini. Tidak percaya, perhatikan saja daftarnya.
Pada usia 7 tahun, Ellen dibelikan sebuah piano oleh orangtuanya. Dari piano itu ia mengulang berbagai lagu yang ia dengarkan, dan Ellen terkadang memainkannya dengan gaya genre tertentu. Bahkan, ia merancang sendiri melodi untuk 'menemani' alunan yang ia dengar. Ellen jga belajar gitar, menghabiskan berjam-jam untuk menghafalkan konfigurasi antara nada suara yang dihasilkan dengan posisi jarinya, dan ia mulai belajar memainkan lagu-lagu yang ia dengar dari radio. Ellen diketahui membentuk sebuah band lokal bernama 'The Diremakers' pada tahun 1994, dengan Ellen menjadi pemain utama. Band itu sendiri telah mengadakan pertunjukkan di berbagai negara bagian di Amerika Serikat. Koran Sacramento Bee mendeskripsikan Ellen sebagai 'seorang yang mampu mendengar sebuah lagu, menyimpannya di memorinya, dan memainkannya bertahun-tahun kemudian, dengan ketangkasan dan ketepatan yang luar biasa'.
Selain kemampuannya dalam bidang musik, Ellen juga memiliki kelebihan lain. Sang ayah menyadari bahwa sejak kecil Ellen, terlepas dari kebutaannya, tidak pernah menabrak barang-barang di rumahnya, bahkan tidak pernah menabrak satu pohonpun ketika berlari di hutan. Kemudian dketahui bahwa Ellen mengembangkan sendiri kemampuan ekolokasi, yaitu kemampuan untuk mendeteksi gema dari suara yang ia keluarkan sendiri pada benda-benda di sekitarnya, yang kemudian 'memberitahu' Ellen akan adanya sesuatu di sana. Kemampuan ini juga dikembangkan oleh kelelawar dan lumba-lumba.
Yang lebih mengesankan dari kemampuan Ellen adalah ketepatannya menentukan waktu. Ellen sendiri tentunya tak pernah melihat jam, dan ia juga tak pernah diberitahu mengenai sistem penentuan waktu yang berlaku. Semuanya berawal saat
10. Daniel Tammet (1979-...)Daniel Tammet, meskipun kini dipanggil dengan nama itu, dilahirkan dengan nama Daniel Paul Corney, sebagai anak tertua dari 9 bersaudara. Di masa kecilnya, ia sempat mengalami epilepsi yang cukup parah, yang akhirnya dihilangkan dengan pengobatan medis. Dan tampaknya penyakit itulah yang 'mendatangkan' padanya kemampuan luar biasa. Sejak kecil, ia suka menghitung, dan kini ia bahkan bisa menghitung akar pangkat tiga dari suatu bilangan lebih cepat daripada kalkulator. Juga, yang membuat ia menjadi terkenal adalah saat ketika ia menyebutkan fraksi dari rasio paling terkenal, π, hingga bilangan desimal ke-22.514. Dimana sebagian besar orang yang pernah berurusan dengan π hanya menghafalnya hingga dua desimal, yaitu 3,14; bayangkan saja jika dihafal hingga desimal ke-22.514. Dia memegang rekor untuk daerah Eropa untuk hal ini. Tapi, tunggu dulu. Orang Amerika pernah membuat lelucon yang kira-kira bunyinya begini, 'No matter how hard you try, there will always be an Asian who made it better'. Rupanya, lelucon itu berlaku pula dalam daftar pemegang rekor penghafal angka desimal π. Di sana tercatat Tammet menempati posisi ke-6, dan di puncak adalah Lu Chao dari China yang memegang rekor dunia resmi Guinness untuk menghafal angka desimal π, hingga angka desimal ke-67.890.
Kembali ke
Selain kemampuan menghitung yang unik, Daniel juga memiliki kemampuan lebih dalam bahasa–ia mampu berbicara dengan baik dalam bahasa Inggris, Jerman, Spanyol, Prancis, Estonia, Finlandia, Esperanto, dan Islandia. Bahasa yang terakhir ia pelajari dalam seminggu dalam tantangan untuk wawancara di televisi lokal Islandia. Dan ia berhasil–wawancara itu berhasil dilakukan sepenuhnya dalam bahasa Islandia. Kini, Daniel pun merancang bahasa buatannya sendiri, Mänti, yang dikatakannya menunjukkan hubungan antara dua hal yang berbeda. Ia mencontohkan, 'ema' yang berarti ibu, disebutnya sebagai sumber dari 'ela'–kehidupan. Nama belakang barunya pun, Tammet, diambilnya dari bahasa Estonia tamme–pohon ek.
Yang membuat Daniel begitu istimewa di mata para ilmuwan peneliti Savant, adalah kenyataan bahwa ia, tak seperti kebanyakan Savant lainnya, mempu menjelaskan bagaimana kemampuan Savantnya bekerja. Seperti ketika ia menjelaskan seperti apa 'citra' dari angka-angka di dalam benaknya, ia mampu menjelaskan seperti apa ia melihat angka 5, 333 bahkan 6943. Seorang profesor menyatakan bahwa Daniel dapat menjadi 'batu Rosetta'–batu kunci–untuk memahami yang terjadi pada para Savant.
Di samping semua kemampuannya, ia juga menulis buku; yang pertama berjudul Born on The Blue Day, menceritakan pengalaman hidupnya sebagai seorang autistik pemalu yang didiagnosis mengidap sindrom Asperger, sindrom yang ditunjukkan dengan kesulitan penderitanya untuk berinteraksi dalam kehidupan sosial, dan ketertarikannya pada suatu subjek tertentu. Buku ini dipasarkan pada tahun 2006, dan laku terjual di dunia internasional, termsuk diterjemahkan ke dalam 20 bahasa. Buku keduanya, Embracing the Wide Sky, disebut oleh majalah Prancis L'express sebagai 'buku paling laris di tahun 2009'. Ia diketahui pernah bertemu dengan Kim Peek, inspirasi utama film 'Rain Man' yang juga menyadarkan Daniel akan kondisinya sebagai seorang savant. dari pertemuan dengan Kim, Daniel menjadi lebih terbuka dalam kehidupan sosial, dan ia juga ikut memasarkan bukunya ke berbagai negara, dan juga berpidato di beberapa tempat.
Epilog: Hahh, capek. Setelah menulis semua ini, saya betul-betul tersadar bahwa benarlah kata seseorang yang pernah saya dengar, "Kebanyakan manusia tidak pernah menggunakan otaknya kecuali hanya sebagian kecil, amat kecil". Terlepas dari kekurangan mereka, mereka memiliki kemampuan yang luar biasa, yang sebenernya masing-masingnya bisa dilatih–meskipun sulit sekali. Dengan ini sebenarnya saya ingin mengajak kalian semua para pembaca, bahwa kita memiliki potensi amat besar yang tersimpan dalam otak. Mau memaksimalkannya atau tidak, itu tergantung anda. Kalau kata Yohannes Surya, "Menurut prinsip saya, tidak ada anak yang dilahirkan bodoh". Menurutnya semua anak dilahirkan dengan kecerdasan yang setara, yang mempengaruhi kelanjutan kecerdasannya hanyalah pada seberapa besar potensi otak itu ia maksimalkan.
Mungkin kata orang, semakin banyak kita belajar, semakin banyak yang kita tak tahu. Tetapi, menurut saya yang benar adalah: semakin banyak kita belajar, semakin sadar kita akan banyaknya hal yang kita tak tahu. Karenanya, janganlah takut untuk terus belajar, karena belajar adalah salah satu proses dan jiwa kehidupan. Jangan persempit makna belajar dalam kehidupan sekolah belaka; belajar bisa dilakukan dimana saja, kapan saja, dan dari mana saja. Saya pun akan senang kalau kalian bisa belajar setelah membaca artikel ini. Mari berjuang bersama! (:g)