“Clean Up Your Own Mess!”
Siang tadi kebetulan saya dan istri harus makan siang di Sevel (7-11) karena sedang buru2. Sesudah membayar, kamipun mencari tempat duduk. Seperti biasa, banyak meja yang kosong tapi kotor dengan sisa makanan dan minuman yang dibiarkan di meja. Kami pun hanya bisa menghela napas dengan sedikit jengkel. Budaya membersihkan sisa makanan sendiri di restoran cepat saji memang belum umum di negeri ini.Disadur dari https://manampiring17.wordpress.com/2015/05/02/clean-up-your-own-mess/.
Dulu saya pun termasuk yang tidak mengerti soal ini, sampai suatu saat saya tinggal di Australia selama 2 tahun untuk kuliah postgraduate. Di sana saya baru tahu bahwa di fast food joints (seperti McDonalds, Burger King, dll), pengunjung membersihkan sendiri mejanya seusai makan. Minimal sekedar membuang semua bungkusan, gelas kertas, dan sampah lain ke dalam tempat sampah yang disediakan. Sesudah kembali ke tanah air, kebiasaan ini tidak bisa saya hentikan. Sampai sekarang jika makan di McDonald’s atau restoran fast food lain, pasti sisa makanan saya bawa dengan tray (baki) ke tempat sampah, dan traydiletakkan di tempatnya. Kalau kebetulan makan di Starbucks yang menggunakan piring kaca, ya sesudah makan piringnya dikembalikan ke barista.
Di negeri ini perilaku ini memang belum dibiasakan. Mungkin banyak dari kita yang masih menyamaratakan perilaku di restoran biasa, di mana makanan diantarkan dan dibersihkan olehwaiter/waitress, dan restoran fast food, di mana kita mengambil sendiri makanan dan (seharusnya) membersihkan sendiri juga untuk pengguna meja berikutnya. Saya membaca tentang bagaimana pengunjung IKEA di Tangerang meninggalkan begitu saja sisa makanan mereka, sementara di semua IKEA di negara lain pengunjung sudah biasa membersihkan sisa makanannya sendiri (dengan mengembalikantray kotor ke lemari yang disediakan). Sevel sendiri tampak berusaha mengedukasi hal ini dengan menempelkan tulisan di setiap meja untuk membersihkan sendiri kotoran/sisa makanan kita. Mari kita lihat berapa lama dibutuhkan sampai orang-orang mulai terbiasa melakukannya.
Sebenarnya fenomena “meninggalkan sampah sendiri” bisa dimengerti secara kultural. Kita mungkin memang belum terbiasa saja dengan kebiasaan ini (walaupun restoran fast-food sudah ada di Indonesia selama puluhan tahun), dan juga karena tidak ada edukasi serius dari pihak pengelola restoran. Tetapi ada faktor2 lain yang mungkin menghambat bangsa kita untuk mau memulai kebiasaan membersihkan meja sendiri.
Waktu saya mengangkat isu ini di platform ask.fm, ada beberapa suara sumbang yang berkata “Ngapain sih dibersihin sendiri? Nanti keenakan dong para karyawannya, digaji tapi nggak kerja”. Beberapa follower lain juga menimpali dengan cerita ketika mereka hendak membersihkan sendiri sisa makanan mereka, mereka dicemooh oleh teman-teman dan bahkan ibu mereka sendiri.
Saya menyebut hal ini sebagai “mental majikan”. Sepanjang ada orang lain yang menurut kita sudah dibayar untuk membersihkan, kita merasa tidak berkewajiban membersihkan piring/meja kita sendiri. Bahkan kita merasa “rugi” jika harus melakukan itu, karena sudah orang lain yang diupah untuk melakukannya. Typicalkelas menengah/atas yang terbiasa memiliki Asisten Rumah Tangga. “Saya kan sudah bayar, jadi saya majikan. Masak saya juga yang membersihkan?!”
Padahal sebenarnya kalau kita perhatikan, restoran fast food memiliki jumlah staf yang sangat terbatas, dan hampir semuanya dialokasikan di belakang konter atau dapur, tidak seperti restoran “biasa” yang memang ada waiter/waitress yang kerjanya menunggui meja. Membersihkan piring sendiri tidak hanya soal membantu staf yang terbatas, tetapi juga perilaku memikirkan orang lain (being considerate) yang hendak menggunakan meja sesudah kita.
Saya jadi terpikir apakah “mental majikan” ini juga ada di aspek hidup lain kita, tidak hanya di restoran siap saji. Dari hal sesepele membuang sampah sembarangan dari mobil/motor kita, karena merasa toh ada “tukang sapu jalan”, sampai hal-hal serius seperti politik dan pemerintahan. Kita selalu merasa bahwa harus ada orang lain yang membersihkan kotoran dan sampah kita, always someone else to clean up our mess. Kita paling cepat mencerca presiden, menteri, gubernur, guru jika kita merasa mereka tidak mengerjakan pekerjaan mereka, karena kita merasa sebagai “majikan”. Korupsi, Rupiah melemah, banjir, macet – oh itu salah pejabat! Anak sekolah berkelahi, mengakses pornografi, menggunakan narkoba – oh itu salah guru!Majikan tidak pernah salah.“Tapi kan gw udah bayar pajak nyet! Ya udah sepantasnya mereka kerja yang bener dong!” Yah, argumen ini memang ada benarnya. Pejabat publik dibayar dari pajak kita. Guru digaji dengan uang sekolah kita. Tetapi “mental majikan” juga tidak membantu sama sekali. Sama seperti tamu restoran fast food yang tidak membersihkan sendiri sisa makanannya akhirnya membuat restoran tersebut menjadi kotor dan tidak nyaman bagi semua orang.
Kita bisa sangat membantu layanan pejabat publik jika kita pun clean up our own mess. Banyak hal-hal “sampah” yang kita lakukan yang seharusnya bisa kita bersihkan sendiri. Dari literally “sampah” di sungai yang menyebabkan banjir, sampai masalah disiplin seperti tidak mengendarai motor melawan arah, berhenti dengan tertib di lampu merah, mengantri dengan tertib, hemat bahan bakar, mengajar anak moral yang baik, dan banyak sekali hal-hal yang bisa kita lakukan untuk membersihkan “sampah” kita sendiri.
“Mental majikan” adalah egois dan kekanakan. Seperti anak manja menjengkelkan yang selalu menyuruh-nyuruh Asisten Rumah Tangganya seperti raja kecil. Sepanjang bangsa kita masih penuh orang-orang bermental ini, niscaya banyak masalah sosial yang akan lambat sekali bisa diselesaikan. Lawan dari mental majikan ini adalah “mental independen”. Apa yang bisa saya kerjakan sendiri, kenapa menunggu orang lain? Ini bukan soal berharap orang lain yang toh sudah digaji untuk mengerjakan tugasnya. Ini soal membantu rumah besar yang bernama Indonesia ini “bersih” lebih cepat, untuk kenyamanan kita bersama.
Indonesia masih jauh dari ideal, masih banyak “sampah” masalah di masyarakat dan pemerintahan kita. Tetapi jika setiap kita mulai sedikit membantu dengan clean up our own mess, mungkin bisa membantu. Mungkin.
In the mean time, kita bisa mulai dengan sesederhana membersihkan sisa makanan kita di Sevel dan McDonald….
:)
sumber gambar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar