Mencampurbaurkan persepsi. Menyelewengkan konsepsi. Mempertanyakan esensi. Menyelisihi konsesi.
Selasa, 21 Juni 2016
Article#559 - Langit
Selintas halimun berkemul di seantero dunia.
Menggiat peraduan di mana kita beranjak, melalui semburat siang menerpakan kenyataan di hadapan segenap manusia.
Tak butuh banyak-banyak orang cerdas untuk menderakan kenyataan yang berat supaya ia bercokol abadi di dalam kepala tiap kita. Hanya butuh sekejap kerjap untuk melayangkan pandang yang terhalang selimut awan tanpa tapal batas. Atau selintas pintas menyusuri lini masa, menyaksikan rangkai hidup yang terus menjalankan pintalannya. Atau bahkan sebersit pikir menjelajah isi kepala, menderetkan rentetan perkara menanti keparipurnaan.
Mereka itu, mereka yang menderap langkah maju itu, tak ambil pusing akan keberagaman hidup. Dalam pandangan lurus, menyelusup mewujudkan warna-warni baru. Menjalin kebahagiaan bersama nama baru, dalam momen baru, membangun citra diri baru. Kita tentu tak heran ketika orang banyak berfokus dalam memoles hidupnya masing-masing menuju bentukan keindahan dalam cita rasa dan rupa masing-masing.
Akan tetapi, menjadi orang di pinggir pertunjukan dan menyaksikan segala perubahan di hadapan, bahkan gemerlap bintang paling benderang hanya akan tampak sebagai ketombe pengotor temaram malam. Tak peduli akan temaram fajar yang menanti setelah gelap malam. Tak peduli akan surya yang meluncur padu hingga perhentiannya mengikis pedas malam. Tak peduli akan benderang yang paling tinggi menjajah langit biru. Tak peduli akan segala omong kosong yang diluncurkan dari congor mereka yang merasa paling tahu.
Yang ditahu hanyalah kekaguman semu akan segala orang yang tampak lebih berbahagia darimu, menjalani keseharian yang lebih berwarna darimu, menggapai prestasi yang lebih mentereng darimu. Dan kamu, semata menjadi pemirsa dari sebalik layar kaca, hanya bisa merenungkan apa jadinya segenap kehidupan dengan hadirnya kamu di tengah-tengah kegemilangan mereka. Di tengah segala macam kalut kemelut dan canda tawa di mana kamu menjadi peserta dengan turut ambil bagian, bukan sekadar penonton dari kejauhan yang bahkan tak mencium aroma kekacauannya.
Barangkali selinting angan yang dilabuhkan menuju angkasa megah akan membuat para bijak bestari melambaikan tawanya. Apalagi ketika kamu haturkan salam bagi impian yang kaukira jauh dari jangkauan, dari tempat di mana sekian banyak jiwa manusia melabuhkan tujuan. Ketika segenap kehidupan di pelupuk mata diterawangi tanpa hasil, dan segala perubahan yang ada di segenap sisi luput dari atensi. Dan pada gilirannya nanti, ketika kita yang meratapi pengelanaan hidup sendiri diberi kesempatan untuk menyelami isi hati, mungkin saja kita mendapati segala hal yang sama lagi dalam timbal balik.
Manusia senantiasa memusatkan pandangan atas segala yang jauh dari jangkauan, ketika melupakan segala yang dengan mudah sampai pada genggaman. Bahkan ketika tirai awan yang menebar kesuraman di atas kepala kita ini perlahan membukakan tabirnya bagi manusia, amat mungkin yang kemudian kita dapati adalah manusia yang menyerapahi terik panas.
Menyelami langit tanpa pernah menjumpanya, terus merontai bumi tanpa pernah meninggalkannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar