Saya dapat dikatakan mengalami perjalanan spiritual yang berkebalikan dengan kebanyakan orang dalam mendalami dunia astronomi. (Sila kunjungi tulisan ini.) Ketika kebanyakan orang berangkat menyelami dunia perbintangan dari kekagumannya dengan langit dalam segala gemerlapnya, saya justru terjerat menuju angkasa oleh sekian lembar ensiklopedia, beserta sekian banyak ilustrasi keplanetan dan perbintangan yang menghiasinya. Demikian pula sekian tahun perjalanan yang mengikutinya; sederhananya, tanpa keikutsertaan saya di dunia Himpunan Astronomi Amatir Jakarta/HAAJ, boleh jadi momen pertemuan pertama saya dengan teleskop terjadi pada masa-masa pelatihan observasi astronomi di masa MAN. Sebelum itu, bisa dibilang saya sangat teoretis: saya sudah cukup puas dengan beragam ilustrasi, foto maupun video yang berserakan di buku teks atau siaran televisi.
Semua itu sebelum saya mulai berurusan dengan dunia astrofotografi amatir. Dunia yang sebenarnya sudah saya tekuni sedikit demi sedikit sejak kehadiran kamera hape yang cukup mumpuni. Kalian para pembaca pun dapat melihat bagaimana pasokan foto yang diunggah ke laman ini meningkat cukup signifikan. Termasuk di antara sekian kumpulan foto tersebut adalah galeri kecil saya (silakan kunjungi "Gemintang"), terlaksana berkat peraduan antara Jupiter dan Venus yang cukup memikat mata di kala saya banyak menelusur senja tahun 2015.
Tetapi kemudian perkenalan saya dengan beberapa astronom amatir lah yang benar-benar menggugah saya untuk mulai merambahi dunia pencerapan benda langit. Kehadiran mereka seolah mengingatkan saya untuk menebus segala dosa yang saya buat di masa silam. Ketika saya lebih sibuk berkutat menyelami teori antariksa ketimbang menyigi porsi-porsi angkasa untuk
Meskipun demikian, semua hanya tampak biasa saja. Hingga di suatu hari saya berjumpa dengan grup Facebook ini, grup bertajuk astrofotografi amatir internasional.
Karena definisi amatir terbatas pada bagaimana suatu kegiatan–dalam hal ini, astrofotografi–menyediakan penghasilan bagi pelakunya, di dalam grup ini dapat disaksikan rentang yang amat luas antar anggota pegiat astrofotografi. Mau foto amatiran di mana noise tampak merajalela? Ada, meskipun dengan kualitas yang kurang lebih setara, saya masih belum merasa pantas berbagi karya di sana. (Meskipun warga grup tergolong sangat menghargai kerja keras mereka yang mengunggah foto.) Mau foto planet yang seolah membuat kita sedang berada di dekatnya? Oh tentu saja sangat mudah ditemukan. Mau foto galaksi, nebula, dan gemintang beserta segenap kompleksitas strukturnya? Tentu saja bisa.
Dan sekali lagi saya tekankan, jika poin tadi kurang tertekan, semua foto-foto ini dijepret oleh amatiran. Tentu saja dalam pengertian mereka yang tidak berprofesi sebagai astronom atau astrofotografer.
Hanya butuh sebulan setelah bergabung menjadi silent liker di grup tersebut, dengan postingan kompor dari beberapa kawan di dunia maya, dan saya bersiap untuk merambah dunia astrofotografi.
Bagi seorang pengamat langit di pergantian bulan April-Mei, tentu saja target dapat ditentukan dengan mudah.
Bercokol di langit arah selatan (atau tinggi di atas kepala bagi para pengamat di khatulistiwa), Mars yang masih tampak redup ketika bersua dengan Jupiter-Venus di akhir tahun lalu kini mulai menunjukkan benderangnya. Kini Mars berduet dengan Saturnus, berdansa perlahan menyusuri langit berlatarbelakang pusat galaksi.
Animo astrofotografi saya pun meningkat manakala saya mendapatkan informasi akan oposisi Mars pada 30 Mei, dan oposisi Saturnus pada 3 Juni. Hal yang menjelaskan betapa kedua planet ini tampak demikian benderang, bahkan ketika dibandingkan dengan kemilau Jupiter yang masih meraja di arah langit barat.
Maka dari awal Mei hingga awal Juli, saya secara berkala menghadapkan kamera ke arah selatan. Menangkap citra pergerakan kedua planet sementara mereka bergerak mundur dalam hitungan beberapa bulan. Mempelajari pergerakan mundur planet secara langsung, setelah bertahun-tahun hanya mengetahuinya dari ilustrasi buku teks.
Dinamika pergerakan Mars dan Saturnus dalam selang waktu 2 bulan antara 4 Mei hingga 7 Juli 2016. |
Sedikit perkenalan dengan wilayah yang disusuri Mars dan Saturnus sdalam periode dua bulan ini: rasi Ophiuchus alias rasi zodiak ke-13, Scoripus, dan Libra. Nama bintang yang terekam juga ditandai. |
Jika kalian masih belum mendapatkan gambaran kenapa gerak kedua planet dinilai "bergerak mundur", mungkin video berikut ini akan membantu.
Segera dalam hitungan beberapa foto, saya menyadari bawa kualitas foto yang saya punya masih sangat rendahan dibandingkan karya mengagumkan yang biasa saya bubuhi jempol di grup astrofotografi. Berhubung kamera hape saya adalah alat optik tercanggih yang terjangkau dengan mudah, saya perlu mencari cara lain untuk dapat mengamati wujud benda langit ini dengan lebih asyik dan menyenangkan.
Pilihan sempat dilayangkan ke klub astronomi kampus saya, yang pada Oktober 2014 lalu sempat mengadakan sesi bebas pengamatan gerhana bulan total. Sayang seribu sayang, satu-satunya langkah pengamatan yang mereka canangkan kemudian batal saya ikuti karena melihat kondisi cuaca yang berpeluang kecil membukakan tabir awan. Hiks.
Tidak berlama-lama meratapi kegagalan rencana awal, saya kini memutuskan untuk mencari teleskop yang dapat saya pinjam untuk mengamati para benda langit. Tentunya, keputusan kemudian dijatuhkan pada Planetarium Sendai. Berjarak sekitar 11 km dari kediaman saya di pinggir kota Sendai, sebenarnya nama resmi planetarium ini dalam bahasa Inggris adalah "Sendai Astronomical Observatory". Meskipun demikian, berpegang pada informasi bahwa tidak ada observasi rutin sejak 2013, 'observatorium' Sendai ini tidak jauh berbeda dengan planetarium Jakarta. Tentunya dengan perbedaan kualitas yang jauh, baik dari segi tampilan, informasi yang disuguhkan, hingga kesempatan spesial mengamati benda langit (bahkan pada siang hari!) melalui teleskop Hitomi di ruang khusus di lantai 3 kompleks
(Catatan samping: Tidak, tidak, saya tidak punya dendam apapun dengan planetarium Jakarta. Hanya saja sejauh pengamatan saya ketika terakhir kali berkunjung pada 2012, banyak pajangan dan poster yang bahkan tidak berubah dari masa-masa di mana saya rutin mengunjungi planetarium antara 2002-2005. Menilik perhatian akan dunia galeri sains, siapa yang berani bertaruh telah ada perombakan besar-besaran saat ini?)
Terkait usaha mengamati planet berbekal teleskop, planetarium Sendai dengan andal mengusung kegiatan mengamati langit tiap Sabtu malam.
Dan keputusan saya agaknya tepat. Dua teleskop, refrakor berdiameter 8 cm dan reflektor berdiameter 10 cm, telah siap menanti antusiasme pengunjung yang hendak mencerap wujud asli dari titik benderang penghias langit.
Bagaimana dengan saya? Berikut adalah kumpulan foto yang berhasil saya bawa pulang.
Kolase Bulan dengan ketiga planet yang tampak di malam hari itu. Ketiga planet tampak kurang lebih sesuai skala, meski tidak dalam satu skala dengan Bulan. |
Perbandingan citra ketiga planet (berurut dari atas: Mars, Jupiter, Saturnus) sebagaimana terekam oleh kamera saya (kiri) dan sebagaimana ditayangkan di piranti lunak Stellarium 0.12.0 (kanan). |
Saya tidak cukup yakin apakah semua citra jepretan saya ini cukup untuk membuktikan bahwa saya telah naik kelas sebagai seorang astrofotografer amatir, tetapi rasanya hasil foto cukup membuktikan satu hal: sebelum saya punya kamera sungguhan, agaknya saya memang belum bisa berbuat banyak.
Setidaknya ada peningkatan dibanding segala citra dari 8 bulan yang lalu.
Sampai jumpa dalam pencitraan selanjutnya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar