Langit malam meraja, memamerkan kemilau gemintang bagi segenap gelimang bingar manusia fana di bawahnya.
...
Sebagian dari kita mungkin akan berargumen tentang betapa langit malam jauh lebih menyibakkan ragam warna dibandingkan langit siang. Ada kemilau-kemilau berwujud cahaya beraneka warna, tidak seperti langit siang yang bergema biru monoton dengan selingan awan di berbagai posisi. Ketika orang lain memutuskan untuk menyanggah, mungkin sebagian kita akan mengeluarkan info tentang seorang pelukis kawakan yang konon mengutarakan kalimat senada. (Meski, yah, melacak kebenaran sebuah kutipan di internet bukanlah hal sedehana.) Seolah dengan membawa figur terkenal, klaim kita lantas menjadi benar sebenar-benarnya klaim. Bagi kepala-kepala yang lebih keras, yang tidak mempan disuguhi seorang pelukis kawakan sebagai "pendukung", barangkali kemudian kita akan menyuguhkan cerita, tentang bagaimana pelukis kawakan yang dimaksud adalah pelukis yang sama yang dikenal luas berkat karyanya akan langit berbintang. Karya yang konon menjadi salah satu lukisan yang paling terkenal dalam dunia seni modern Barat, adalah karya yang menyertakan gemintang bertaburan di langitnya.
Maka bukankah itu menahbiskan betapa langit malam adalah keistimewaan?
Entahlah. Bisa saja iya, bisa saja tidak. Yang jelas, menghabiskan waktu untuk berargumen mendukung atau menolak keindahan sesuatu tidak akan menyelesaikan apa-apa. Tidak membuat tiap-tiap kita lebih berguna dalam mempertahankan pendapatnya. Tidak pula mengurangi atau menambah beragam nilai atau makna, yang mungkin saja ditawarkan secara cuma-cuma melalui tiap kerlip bintang.
Jika aku adalah salah satu dari mereka yang sibuk berargumen itu, mungkin aku akan menghentikan adu pendapat, dan mengajaknya melangkah keluar menghadap bumantara.
Menatap gelimang titik cahaya, perlambang impian yang terpampang untuk didamba dan dicipta nyatanya. Perlambang akan apa-apa yang masih jauh tak terindera di masa depan, tetapi sudah cukup terasa oleh indera untuk diterka wujudnya.
Menatap kedalaman angkasa persemayaman titik-titik cahaya itu semua, sanubari semesta tempat kita memetik makna akan wujudnya dunia. Sebagai noktah tak bermakna di tengah sekian luas ruang hampa.
Noktah tempat semua asal mula cerita dan impian tiap-tiap kita.
Berurut dari objek paling terang ke paling redup: Venus, Jupiter, Mars.
Foto diambil pada fajar 23 Oktober dan 29 Oktober.
Kedua potong foto tidak berskala sama.
|
*****
Sebagai seorang penikmat benda langit, saya cukup merasakan dilema antara keinginan memotret langit malam dengan kemampuan kamera ponsel yang bisa dibilang cukup terbatas. Dalam perjalanan saya menekuni seni jepret amatiran a la bocah pemalas (yang bahkan terlalu malas untuk menabung dan membeli kamera yang lebih "waw"), perlahan saya mendapat beragam keberuntungan demi keberuntungan, yang dalam banyak hal menjadi faktor yang lebih besar dari pada kepiawaian saya sendiri sebagai pemegang kamera.
Sehingga perlahan, saya katakan diri saya cukup beruntung dapat mengumpulkan sekian foto-foto benda langit. Selamat menikmati.
Waktu yang tertera pada seluruh pemotretan dinyatakan dalam zona waktu Jepang (UT+9), kecuali diberi keterangan tertentu.
Seluruh animasi diolah memanfaatkan situs piranti pengolah data daring GIFmaker.me.
Jupiter (kiri atas) dan Venus. 13 Mei 2015, 19:13. |
Ketiga foto dimaksudkan untuk menjadi bagian dari rangkaian foto Venus-Jupiter, seperti pada laman ini. Sayangnya cuaca tidak cukup mendukung. Foto diambil pada 14, 19, dan 26 Mei 2015, seluruhnya sekitar pukul 20:28. |
Bulan sabit dan Venus. 21 Mei 2015, 19:13. |
Jupiter (kiri atas) dan Venus. 15 Juni 2015, 19:50. |
Venus (kiri) dan Jupiter. 12 Juli 2015, 19:54 |
Rasi Crux dan sebagian rasi Centaurus, 2 Agustus 2015, 20:00 (UT+7). Garis hanya dibubuhkan untuk menghubungkan bintang yang terekam dalam gambar. Sila kunjungi tautan berikut untuk mengakses gambar tanpa label dan dengan label. |
Rasi Sagittarius dan Scorpius, 2 Agustus 2015, 20:03 (UT+7). "Ekor" dan "kepala" Scorpius (bawah) tampak terputus karena beberapa bintang tidak terekam oleh kamera. Sila kunjungi tautan berikut untuk mengakses gambar tanpa label dan dengan label. |
Rasi Orion dan segitiga musim dingin,1 September 2015, 03:26 |
Rasi Taurus, Orion, dan segitiga musim dingin, 12 September 2015, 04:05. Sila kunjungi tautan berikut untuk mengakses gambar tanpa label dan dengan label. |
Venus, Betelgeuse dan empat dari enam anggota "segienam musim dingin", 12 September 2015, 04:06. Sila kunjungi tautan berikut untuk mengakses gambar tanpa label dan dengan label. |
Aldebaran, Rasi Orion, dan segitiga musim dingin, 12 Oktober 2015, 04:30 Sila kunjungi tautan berikut untuk mengakses gambar tanpa label dan dengan label. |
lama ga mampir blog Gian :)
BalasHapusbtw, gimana caranya bisa pasang gambar berubah2 gt
Hahah.
HapusItumah gampang aja Fit. Blogger mendukung aplotan gambar bertipe GIF kok
keren dan niat abis gian. gimana cara tau titik yang disitu itu adalah benda yang dimaksud? habisnya kalo liat langit kayaknya acak adut gitu, haha *mundane
BalasHapusBiasanya cara paling awal adalah neliti pola susunan tiap bintang, Py.
HapusKita mengulang apa yang dilakukan orang zaman dulu. Mengamati gemintang, melihat adanya pola pola tertentu yang mengingatkan akan sesuatu yang dikenal. Ini yang kemudian kita kenal sebagai "rasi bintang".
Misalnya, unyuk gambar terakhir, rasi Orion mudah dikenali karena ada tiga bintang yang berjejer. Trus Betelgeuse, bintang di "pundak" Orion, bersama Procyon dan Sirius, membentuk segitiga besar di sisi kiri tiga bintang berjejer tadi.
Nggak jauh beda sama ngafalin isi peta lah. Bedanya ini peta buta langit.
Selamat mengamat!
Diafalin gi itu rasi bintang?._.
BalasHapusBegitulah, Zah. Hahaha
HapusAnak astro kan kerjaannya emang beginian