Manusia melawan tantangan
Sepanjang jalan tanjakan
Kau menempa kelangsungan
Bayangkan dirimu terbangun di pagi hari awal bulan Mei di negeri para samurai. Di tengah kerumunan hari libur yang populer dengan istilah "Golden Week", berkemul di tempat tidur yang nyaman ketika sinar matahari musim semi masih mengetuk jendela kamar barangkali dapat digolongkan sebagai sebuah ketidaksopanan.
Di saat-saat seperti inilah, rekan-rekan saya memutuskan untuk melakukan pelancongan kee... ke mana lagi kalau bukan ke taman bunga, sembari menikmati musim semi yang sedang mencapai puncaknya. Saya sudah pernah mengunjungi taman terkait pada 2014 lalu menggunakan moda transportasi umum, dan dikompori oleh beberapa rekan, saya memutuskan untuk menjumpa kembali taman bunga tersebut tahun ini. Dengan moda transportasi yang berbeda.
Kita akan bersepeda.
Tujuan: Michinoku Koen |
Ulat bulu yang terpergok sedang melintasi jalan |
salah satu foto wajib tampil dari galeri hape |
Salah satu hal menarik yang dapat diamati dari pepohonan penghias perbukitan adalah persebaran varietas pohon yang memberi corak tertentu pada muka bukit itu sendiri. |
Rumah-rumah di 'pedesaan' daerah Miyagi |
"Dualisme Muka Bukit" |
Terus mengayuh melintasi perbukitan |
Bendungan Kamafusa. Bisa menemukan hiasan bendera koinobori? |
"Jembatan Kawasaki" |
Taman Michinoku tujuan kami berada di sisi lain bukit di ujung jembatan. |
Tentu saja, taman ini tidak hanya soal tetumbuhan.
Kami memutuskan untuk tidak berlama-lama mengentaskan diri di taman, Mentari yang melaju turun perlahan, bersama derap awan yang berdatangan diseret sistem tekanan rendah, dengan cepat meredupkan suasana sedemikian rupa. Seolah mematikan pentas yang siap digelar dalam keparipurnaannya di seantero taman.
Dalam kondisi ini, kami bertiga memutuskan untuk segera pulang, pukul empat sore. Maka melajulah kami semua kembali pulang, dengan harapan langit tidak keburu meredupkan pijarnya sebelum kami mencapai peraduan.
Danau (waduk) Kamafusa) |
Bali... oke, Bali tidak se-istimewa itu di Jepang; ada cukup banyak. Saya hanya memotretnya karena saya ingin. |
Mengayuh sepeda melaju menyusuri pinggir perkotaan di jalan pulang adalah alternatif yang ditawarkan untuk melupakan. Apalagi ketika kita bicara soal jalan penuh tanjakan yang akan kami jumpai jika memutuskan berliku di jalan yang sebelumnya kami pintas.
Tetapi, baik itu di selasar kolong jalan layang, atau di bawah kelabu langit membentang, jalur yang terentang mengulur menauti menit demi menit. Dan pada gemericik hari yang berangsur menyingkirkan diri, kami berangsur kembali menjadi pribadi yang tak abadi diterkam batas-batas duniawi.
Sepanjang bentang jalan tanjakan
Serentang tembang termakan zaman
Wah ternyata meski tanggalnya disetting lama munculnya di dashboard layaknya tulisan baru ya. Aku kira dia akan muncul di dashboard jaman tanggal yg kita set sehingga ngga muncul d dashboard blog kekinian
BalasHapusIya Fit, soalnya si dasbor ngecek kemunculan si tulisan aja. Bukan tanggal yang disematkan ke si tulisan.
HapusMakanya ketauan kalau tunggakan masih puanjang :v
Wah 55km, pantesan kak gi jadi langsing :3 :v
BalasHapus