Agaknya, segenap pemirsa akan kembali merekahkan kelopak matanya untuk sudi menilas seisi laman ini ketika kejadian luar biasa kembali menghampiri. Kalian boleh saja membayangkan kejadian luar biasa ini dengan kejadian yang kerap kali menghiasi layar kaca dalam beragam kesempatan. Kejadian di mana segenap mata umat manusia terpaku dengan tayangan terkait terjadinya satu dan lain hal.
Tidak, tidak, kejadian yang dimaksud dalam tulisan ini tidak sehebat dan seserius itu. Karena kejadian kali ini hanya akan menandai sebuah
Lima ratus kisah. Terpisahkan oleh cita rasa. Tersatukan oleh benang rona.
Seisi tulisan ini diketikkan dalam nuansa perencanaan yang mendadak terbelokkan. Kental berbau rencana spontan yang terpaksa dicetuskan ketika satu dua kondisi menyalahi harapan. Meski tentu saja, saya tidak akan bertindak kelewat batas dengan mengklaim saya telah di-pehape oleh kenyataan. Lagipula, saya rasa jika saya bersikeras menuntut, kenyataan akan balik mencemooh: siapa suruh berharap? Siapa juga yang mengimingimu harapan? Pada akhirnya bakal sia-sia saja. Kenyataan pergi dengan santainya menggaet korban lain, dan para korbannya yang terserak hanya bisa sesenggukan. Tersesat dan tak tahu jalan pulang.. Oke. Lupakan.
Dalam sebuah perjalanan pulang, tersimpan skenario-skenario yang perwujudannya hanya sebatas angan. Kau bisa saja merencanakan perjalanan kuliner sedemikian rupa. Menjelajah seantero kota, mendaki gunung lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudra. Perjalanan semacam itu tentunya akan sangat seru, apalagi menilik fakta bahwa seluruh kota merupakan tempat bermain yang asyik. Tetapi semua perencanaan yang sudah disusun sedemikian rupa dapat menguap dengan mudahnya. Tidak udah jauh-jauh membikin skenario seperti serangan Godzilla ataupun tonjokan Saitama si One Punch Man. Serangan kanker (tentunya kantong kering) dadakan pun dapat menyerang dompetmu begitu saja tanpa basa-basi. (Ya iyalah, dia kan serangan, bukan sales door to door ataupun pejabat.) Dan sekalinya ia datang menyerang, kau tak akan punya pilihan selain segera pulang, meringkuk dalam ruangan yang dipaksakan nyaman. Kalau beruntung, kau bisa menelepon orangtua demi kiriman uang. Meski kemudian tiba kenyataan pahit: matahari menyinari semua perasaan kita, tapi mengapa hanya aku yang dimarahi?
Akhir kata, dalam nuansa derak perjalanan yang terus menggiring pulang, sejenak dihaturkan segenap harapan, supaya apa-apa yang telah tersaji di laman aneh ini bisa terus bertabur makna. Supaya setiap hal dadakan yang menderanya dapat ditanggulangi dengan paripurna. Dan supaya saya tidak perlu nangis kejer hanya karena hal remeh macam tertundanya pesta kuliner keliling kota. Meski kelenjar parotis terus meneteskan isaknya.
Salam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar