Kamar itu masih bersih, sebersih apa yang bisa diharapkan dari sebuah hotel bintang empat. Rusdi memandang seisi kamar, menelisik dengan teliti tiap detail ruang yang akan menjadi tempat tinggalnya di negeri Ginseng untuk beberapa hari ke depan. Saat itulah Rusdi memperhatikan pemandangan di balik jendela.
Langit mulai gelap. Matahari tentulah sudah terbenam beberapa waktu lalu.
Rusdi segera beranjak ke kamar mandi, mengambil air wudu, dan bersiap melaksanakan salat Maghrib. Secara refleks, Rusdi bersiap menghadapkan diri ke arah kiblat.
Tunggu. Ke mana arah kiblat?
Rusdi mencoba mencari tahu dengan membuka buku agendanya. Di sana, tercantum peta dunia, dan menurut peta tersebut, negara Arab Saudi terletak ada di arah barat daya negara Korea Selatan. Maka, Rusdi mengarahkan sajadahnya ke arah barat daya.
Sayangnya, Rusdi tak sepenuhnya yakin. Apa benar ke arah sini, atau geser ke kiri sedikit? Ke kanan sedikit?
Beberapa saat Rusdi berpikir di atas sajadah, dan tak lama, ia menyerah. Rusdi segera meraih ponsel, dan membuka aplikasi penunjuk arah kiblat. Aplikasi itu dengan sigap menunjukkan arah kiblat untuk kota Incheon, kota tempat Rusdi tinggal. Panah yang bergoyang di balik layar ponsel itu menunjukkan satu arah. Arah yang membuat Rusdi bingung.
“Barat laut?”
…
…
Sebuah sphère armillaire, sebuah model bola langit dengan berbagai kerangka lingkaran di bagian luar. Kerangka-kerangka tersebut mewakili lintang dan bujur bola langit, serta bidang ekliptika (bidang orbit Bumi). Sphère armillaire di gambar ini adalah karya Antonio Santucci pada tahun 1595, yang dipajang di Museo Galileo (Museum Galileo), Firenze/Florence, Italia. sumber |
Menandingi Bapak Geometri
Geometri, bagi sebagian dari kita, termasuk ke dalam daftar panjang materi yang diakrabi dengan setengah hati sepanjang tahun-tahun di jenjang pendidikan. Waktu-waktu mempelajari geometri menjadi saat dimana sederetan rumus menjemukan yang biasa bersemayam di buku matematika, digantikan oleh berbagai gambar aneka bentuk. Gambar-gambar tersebut seolah tampak sebagai penyegaran, sampai kau memergoki ada lagi deretan rumus yang menemani semuanya.
Ya, geometri mungkin terdengar 'mengerikan' bagi sebagian kita. Tetapi, mungkin yang lebih 'mengerikan' adalah orang yang demikian menikmatinya, cukup dalam hingga ia menyusun konsep dasar semua bangun di sekitar kita dalam satu kesatuan.
(Di bagian selanjutnya, kesatuan sejenis itu akan disebut konsep geometri.)
Publikasi ilmiah dalam bidang geometri sudah ada sejak abad keenam sebelum Masehi, di mana figur-figur cendekiawan Yunani Kuno seperti Thales mendalami perhitungan panjang, luas atau volume berbagai bentuk bangun datar atau ruang. Meskipun demikian, geometri masih terbatas pada pengunaan praktikal, hingga abad ketiga sebelum Masehi.
Di abad itu, seorang cendekiawan bernama Euklides memutuskan untuk menyusun sebuah konsep geometri. Konsep geometri yang disusun oleh Euklides ini merangkum berbagai sifat dasar dari berbagai bangun datar dan ruang yang biasa kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, dalam beberapa gagasan dasar, atau aksioma. Dengan menyatakan aksioma-aksioma tersebut, Euklides menunjukkan bahwa konsep geometri, beserta bermacam ciri khas dari bangun-bangun yang terbentuk di dalamnya, dapat disatukan dalam satu kerangka logika sederhana.
Aksioma-aksioma (atau gagasan-gagasan dasar) yang digunakan Euklides dalam mendasari konsep geometrinya adalah sebagai berikut.
- Setiap dua titik sembarang dapat dihubungkan oleh satu garis lurus.
- Setiap garis lurus sembarang dapat diperpanjang sampai panjang tak hingga.
- Setiap garis lurus sembarang dapat mewakili jari-jari dari sebuah lingkaran, dengan salah satu ujung garis menjadi titik pusat.
- Setiap sudut siku-siku memiliki besar yang sama, 90°.
- Jika dua buah garis sembarang memotong sebuah garis lain pada sudut yang berbeda, perpanjangan kedua garis itu akan berpotongan.
Berhubung saat itu orang belum mengenali tipe konsep geometri yang lain, saat itu penisbatan nama Euklides bagi konsep geometri terkait tidak diperlukan. Sehingga, ketika orang-orang di masa lampau membicarakan geometri, baik dari masa kerajaan Romawi hingga masa Renaisans, yang mereka maksud hampir pasti adalah konsep geometri Euklides. Lagipula, bagi mereka saat itu, hanya konsep geometri Euklides lah yang bisa mereka bayangkan.
Menjelajahi Muka Bola
Semua berubah ketika orang mulai mendalami dunia pelayaran di Zaman Penjelajahan.
Zaman Penjelajahan dimulai sejak berkembangnya Abad Renaisans sekitar abad ke-14 Masehi, di mana bangsa-bangsa Eropa makin kerap mengirimkan tim ekspedisi untuk menjelajahi lautan dan menemukan daerah baru. Beberapa pihak meyakini bahwa pemicu utama meningkatnya penjelajahan bangsa Eropa adalah penaklukan Konstantinopel (yang kini disebut Istanbul) oleh Kerajaan Turki Utsmani di bawah pimpinan Sultan Mehmet II. Penaklukan ini mengakibatkan putusnya jalur dagang dari Eropa ke Asia Timur, yang biasa disebut Jalur Sutra. Terputusnya Jalur Sutra diyakini menjadi pukulan besar bagi bangsa-bangsa Eropa dalam memperoleh berbagai rempah dan komoditas lain yang langka di kampung halaman mereka. Dapat dibayangkan jika kemudian bangsa-bangsa Eropa memutuskan untuk memutar melalui barat (Samudra Atlantik) untuk menggapai kembali akses menuju mitra bisnis mereka di Asia. Di sisi lain, keputusan bangsa Eropa untuk menjelajahi samudra dapat juga digunakan untuk mencari kemungkinan adanya komoditas menguntungkan, yang hingga saat itu, masih aman dari tangan-tangan mereka.
Pada Zaman Penjelajahan, pengetahuan akan bentuk Bumi yang (relatif) bulat telah cukup diterima oleh banyak pihak, dan makin dikukuhkan berkat ekspedisi Magellan yang berhasil mengelilingi Bumi pada paro awal abad ke-16. Untuk kemudahan tim ekspedisi dalam mencapai tujuan, berbagai ilmuwan dari tiap bangsa berusaha mengembangkan kemampuan navigasi mereka. Peta-peta untuk navigasi para pelaut mulai dikembangkan, dalam usaha meratakan lengkung muka Bumi menjadi bidang datar yang dapat dicitrakan pada selembar kertas. Pada saat itulah, orang mulai mendapati adanya perbedaan antara proyeksi pada peta dengan kenyataan sebenarnya, yang berakar pada kelengkungan muka Bumi. Alhasil, metode paling baik untuk menerapkan ilmu navigasi di muka Bumi adalah dengan memperlakukan permukaan Bumi secara apa adanya. Dengan kata lain, menerapkan ilmu navigasi pada permukaan sebuah bola.
Kendala pertama dalam menyusun dasar-dasar navigasi dengan permukaan bola adalah adanya aksioma dari konsep geometri Euklides yang tidak berlaku pada permukaan bola.
Pada permukaan sebuah bola, panjang suatu tarikan garis terbatas, bergantung pada ukuran bola tempatnya berada.
Dua tarikan garis yang memotong satu tarikan garis lain dengan sudut yang sama, ketika digambarkan pada permukaan bola, ternyata bisa berpotongan ketika berada di permukaan sebuah bola. Padahal, pada konsep geometri Euklides, kedua garis terkait tidak akan berpotongan
Berdasarkan hal-hal tersebut, konsep geometri pada permukaan bola kemudian perlu dibedakan dengan konsep geometri Euklides. Perhatian para ahli navigasi kemudian kembali pada konsep geometri bola; konsep yang sebelumnya cenderung terbatas pada lingkup teori. Inilah salah satu contoh dari konsep geometri non-Euklides, yang baru diterapkan secara luas dalam Zaman Penjelajahan.
Seperti apa konsep geometri bola ini?
Sebagaimana tersirat di penjabaran sebelumnya, konsep geometri bola berkutat dengan bangun bola, khususnya di permukaan bola. Pada konsep geometri bola, ‘titik’ didefinisikan sebagaimana biasa, tetapi ‘garis’ tidak cocok lagi digunakan, mengingat permukaan bola yang melengkung. Analog bagi ‘garis’ pada geometri bola adalah busur, yang didefinisikan sebagai jarak tempuh terdekat antara dua titik di permukaan bola - juga dikenal dengan istilah busur geodesik – atau garis geodesik.
Ilustrasi sederhana sebuah kulit bola. Turut ditandai juga posisi lingkaran besar (great circle), lingkaran-lingkaran kecil (small circles) dan kutub (pole). Gambar diadaptasi dari laman ini. |
Ketika kamu memotong lingkaran besar menjadi potongan kecil, potongan itu disebut busur lingkaran besar. Pada hakikatnya, setiap busur geodesik, sesuai definisinya pada konsep geometri bola, merupakan busur lingkaran besar.
Tiap lingkaran besar memiliki dua titik yang posisinya paling jauh dari lingkaran terkait, kedua titik ini disebut kutub. Sebagai contoh, jika kita membicarakan garis khatulistiwa Bumi sebagai lingkaran besar, maka kedua kutub yang dimaksud di sini adalah kutub utara dan kutub selatan geografis Bumi.
Berbedanya geometri bola dengan geometri Euklides menyebabkan perlunya menyusun rumusan-rumusan baru dalam melakukan perhitungan pada permukaan bola. Perhitungan yang paling umum digunakan dengan memanfaakan sebuah bangun bernama segitiga bola. Segitiga bola hampir sama dengan segitiga “normal”, dalam pengertian ia terdiri dari tiga titik sudut dan tiga busur yang menghubungkan ketiga titik. Beda antara keduanya, sebagaimana tersirat dari namanya, segitiga bola terletak di permukaan bola.
Mengapa yang dipilih segitiga? Karena segitiga adalah bangun dua dimensi yang paling sederhana, sehingga mudah dimanfaatkan dalam perhitungan. Perhitungan yang jamak dipakai sendiri disebut trigonometri bola, yang pada dasarnya hanya berbeda dengan trigomonetri “normal” pada jenis geometri di mana ia diterapkan.
Sampai saat ini, terkait geometri bola dan segitiga bola, ada beberapa informasi yang telah didapat. Informasi tersebut adalah:
- Pengertian segitiga bola adalah bangun yang terbentuk dari tiga busur.
- Setiap busur pada permukaan bola adalah busur lingkaran besar.
- Busur lingkaran besar adalah potongan dari sebuah lingkaran besar.
Ketiga informasi ini dapat digabungkan menjadi definisi segitiga bola yang singkat dan padat, seperti berikut.
Segitiga bola adalah bangun pada permukaan bola yang terbentuk dari perpotongan tiga lingkaran besar.Definisi ini secara tak langsung menyiratkan bahwa setiap busur yang menghubungkan dua dari tiga titik sudut segitiga bola adalah busur geodesik.
Beranjak dari pemahaman ini, mungkin ada yang merasa sudah siap untuk memanfaatkan segitiga bola. Terutama mereka yang telah memiliki dasar baik dalam mempelajari geometri Euklides. Sayangnya, tetap saja, geometri bola adalah geometri non-Euklides. Sehingga, berbagai macam rumusan yang biasa kita pakai ketika memainkan bangun di geometri Euklides tidak serta-merta dapat digunakan pada geometri bola. (Penjelasan lebih mendetail mengenai rumusan-rumusan terkait, yang adalah trigonometri bola, dapat dibaca di laman berikut.)
Ilustrasi perbandingan antara segitiga Euklidean (inset, garis kuning) dengan segitiga bola. Perhatikan bahwa jumlah besar sudut segitiga bola melebihi 180°. sumber |
Perbedaan kelengkungan ini kemudian membawa kita kepada salah satu pembeda utama antara segitiga ‘normal’ dengan segitiga bola: Jumlah besar ketiga sudut segitiga bola lebih besar dari 180°.
Makin melengkung sebuah segitiga bola, atau makin luas ia menutupi permukaan bola, makin besar pula jumlah besar sudutnya, menjauhi 180° hingga nilai maksimum besar sudut sebesar 540°. Begitu pula sebaliknya, semakin mendatar segitiga bola yang dimaksud, ia akan menutupi luas yang lebih kecil, dan jumlah sudutnya pun akan semakin dekat dengan 180°. Dalam perhitungan di dunia nyata, sebuah segitiga bola bahkan mungkin saja menjadi cukup kecil sehingga ia secara praktis menjadi sebuah segitiga Euklidean, alias ‘datar’. Tak jauh beda dengan manusia yang cenderung memahami permukaan Bumi sebagai hamparan tanah datar, akibat ukuran Bumi yang demikian besar ketika dibandingkan dengan manusia.
Geometri Bola Buat Apa
Baiklah, kita sudah diperkenalkan dengan sebuah konsep geometri yang relatif baru, konsep geometri bola, beserta sedikit penjelasan tenang bangun segitiga bola. Tak pelak, sebagian dari kita mungkin akan bertanya-tanya, geometri bola buat apa?
Kegunaan konsep geometri bola, yang paling utama, tentunya adalah penerapannya pada permukaan sebuah bola. Pada bola-bola yang biasa kita temui dalam kehidupan sehari-hari, entah itu bola sepak, bola basket, atau bola tenis, seringkali kita tak memfokuskan perhatian hanya pada permukaannya, tetapi pada keseluruhan bola.
Sebenarnya, hampir tak ada bola yang permukaannya diperhatikan sedemikian rupa sampai perlu dihitung-hitung menggunakan perhitungan geometri bola. Setidaknya hanya ada dua bola yang bernasib demikian: bola langit dan bola bumi.
Kebanyakan dari para pembaca sekalian mungkin sudah familiar dengan bola bumi, baik Bumi sebagai benda langit berbentuk hampir bola, atau mungkin miniatur bola bumi di kelas yang kerap disebut globe.
Tapi, bola langit?
Bola langit adalah salah satu sisa paham geosentris yang masih lestari dipakai hingga masa kini. Meskipun paham geosentrik sendiri sudah lama padam sejak ditenggelamkan oleh Copernicus dan rekan ilmuwan lainnya dengan paham heliosentrik, astronom masa kini masih mendapati bola langit sebagai salah satu konsep geosentris yang masih dapat diterapkan dalam pengamatan astronomi.
Konsep bola langit berawal dari pandangan orang zaman dahulu, yang menganggap gemintang di langit selayaknya kilau hiasan langit malam. Gemintang yang demikian banyak, namun tak terjangkau.
Ilustrasi yang menggambarkan konsep bola langit. Seluruh bintang (bintik kuning) digambarkan berada pada kulit bola , dengan Bumi berada tepat di tengah bola. sumber |
Sebagaimana tertera pada gambar, dalam satu waktu di satu tempat, kita dapat melihat hingga separuh dari 'bola langit' dalam satu waktu. Tetapi, paruh bagian mana dari bola langit yang dapat kamu lihat, itu bergantung pada waktu dan lokasi dirimu mengamati langit.
Berhubung Bumi adalah benda langit yang cukup aktif bergerak, baik dalam gerak rotasi (gerak berputar mengelilingi poros kutub Bumi) atau gerak revolusi (gerak mengelilingi Matahari), seluruh benda langit akan terlihat bergerak.
Gerak ini disebut gerak semu, yang berarti gerak yang dimaksud bukanlah gerak yang sebenarnya dari tiap-tiap benda langit. Gerak semu secara umum ada dua, yaitu gerak semu harian yang dipengaruhi gerak rotasi, maupun gerak semu tahunan yang dipengaruhi gerak revolusi.
Dalam penerapan, geometri bola pada bola langit dan bola bumi secara umum dapat dibilang serupa. Astronom menggunakan perhitungan geometri bola untuk memetakan posisi benda langit, baik bintang (termasuk Matahari), planet, komet, asteroid ataupun benda langit lainnya. Sebagaimana para kartograf (pembuat peta) akan bersemangat memetakan pulau atau kenampakan alam lain yang baru mereka temukan di peta, astronom akan senantiasa bersemangat memetakan objek yang mereka amati pada peta bintang.
Beberapa dari objek di langit malam, seperti planet, Bulan, dan Matahari, akan teramati bergerak cukup cepat di bola langit (gerak yang dimaksud adalah gerak semu). Sebagai konsekuensi dari gerak semu tersebut, perubahan posisi benda-benda termaksud perlu diamati dengan seksama dari hari ke hari. Begitu pula moda transportasi yang menyusuri gelombang lautan dan gemulung awan, mereka membutuhkan panduan arah yang jelas supaya tak tersesat akibat tak adanya daratan sebagai acuan. Dalam memandu kendaraan (atau memata-matai planet) yang berkelana itulah, trigonometri bola mengambil peran mengantarkan para penumpang (atau astronom) hingga sampai ke tujuan.
Kemudian, perhitungan geometri bola dalam astronomi menjadi sangat berperan ketika seorang astronom ingin menghubungkan posisi suatu objek, katakanlah bintang, di langit malam, dengan posisi objek dari sudut pandang sang astronom. Trigonometri bola juga menjadi diperlukan ketika seseorang ingin mengarahkan dirinya pada lokasi yang ia inginkan. Misalnya mencari arah kiblat untuk menunaikan salat.
Karena objek Tata Surya seperti Matahari, Bulan, maupun planet-planet, bergerak relatif cepat, perhitungan yang seksama dengan mengandalkan trigonometri bola akan sangat diperlukan dalam mengamati sebuah benda langit di waktu tertentu. Begitu pula seseorang yang hendak melaksanakan salat setelah menempuh perjalanan panjang, ia akan membutuhkan trigonometri bola (baik secara manual atau memanfaatkan aplikasi) untuk menentukan arah kiblat yang cukup akurat.
Akhir kata, kira-kira demikianlah kegunaan dari apa yang disebut geometri bola. Meskipun memang kurang familiar di khalayak ramai, sebenarnya geometri bola telah memegang peranan penting dalam kehidupan manusia saat ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pembaca!
Ingin tahu lebih lanjut? Sila kunjungi laman berikut:
http://www.themathpage.com/abookI/intro-geo.htm
http://www.quora.com/History/What-caused-the-Age-of-Discovery-in-the-1500s
http://mathcs.slu.edu/history-of-math/index.php/Introduction_to_Spherical_Geometry
http://www.oswego.edu/~kanbur/a100/lecture2.html
http://www.rwgrayprojects.com/rbfnotes/trig/strig/strig.html
http://mathworld.wolfram.com/SphericalTrigonometry.html
http://www.erikdeman.de/html/sail042e.htm
Tambahan:
Masih bingung dengan arah kiblat Rusdi pada bagian pembuka?
Jarak terdekat antara dua titik pada permukaan bola selalu diwakili oleh garis geodesik. yang tidak sama dengan garis lurus pada permukaan peta.
Cuplikan layar dari laman sunearthtools.com, menyertakan koordinat kota Incheon pada posisi A, dan kota Mekah pada posisi B. Inset di sebelah kiri menggambarkan perbedaan arah busur lingkaran besar dan garis loksodrom, yang mewakili arah berbeda dari kota Incheon. Klik pada gambar untuk memperbesar. |
Arah kiblat diwakili oleh jarak terdekat dari lokasi pelaku salat ke kota Mekah, sehingga kurva biru lah yang digunakan sebagai arah kiblat, alih-alih kurva kuning.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar