Kami yang berseru nyaring, dalam Karawang bersaksi
Tidak bisa mendesak mereka untuk sedikit tahu diri
Tapi siapakah yang tidak lagi menyapa sepi kami
Terbayang kami geram, namun tegap menanti?
Kami bicara padamu dalam bening yang tercekik sepi
Jika waktu rasa hampa, jam dinding pun tak berdetak
Kami kering. Bosan. Yang tinggal tulang diliputi tunggu
Jerang, jeranglah kami
Kami sudah coba berbagai upaya
Tapi penantian belum usai, belum hasilkan apa-apa
Kami sudah beri tanpa ada kejelasan
Penantian belum usai,
Belum bisa memperhitungkan arti makna percaya
Kami cuma jiwa-jiwa membosankan
Tapi di dalam kuasamu
Kaulah lagi yang tentukan nasib jiwa-jiwa membosankan
Ataukah waktu kami melayang untuk kejelasan, dan kemudahan urusan
Atau untuk sekadar tiada
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami merapal ayat-ayat
Ketika kalian sejuk bersemedi
Menikmati perubahan yang berkoar akan kebingungan dan kekalutan
Kami bicara padamu dalam kering yang lelah menanti
Jika waktu terasa hampa, jam dinding pun tak berdetak
Sementara kalian asyik
Menjaga pamor
Menjaga citra
Menjaga langgeng karir
Kami tinggallah hikayat
Berilah kami bakti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan ingkaran
Kami hanyalah rakyat
Berilah kami bunyi pasti
Lawan segala tindak tanduk pencurian waktu bersama
Jerang-jeranglah kami
Yang tinggal jiwa kosong terbalut tunggu
Beribu kami mengamati Karawang bersaksi
Diadaptasi dari puisi "Karawang-Bekasi" (1948), karya Chairil Anwar.
Hari 7079, bersama panas debu jalanan.
Dicatatkan dalam semarak kemacetan,
Sabtu, 27 Agustus 2014, 13:12 (UT+7)
6°18'04.38"S, 107°18'11.35"E
Tidak ada komentar:
Posting Komentar